Lelaki Terhebat

Seorang lelaki yang berumur sekitar 50 tahunan. Berpostur sedang dan tidak gemuk. Beralis tebal dan dan berkulit tak begitu sawo matang. Sehari-hari ia bekerja sebagai kuli di sebuah kios baju. Terkadang ia yang bertanggung jawab atas penjualan kios tersebut. Berangkat pagi buta pulang larut malam. Begitulah aktivitasnya sehari-harinya, terkadang ia hanya mengambil libur sehari dalam sebulan, saat sakitpun terkadang ia masih tetap bekerja. Ia lah lelaki tangguh yang pernah ku kenal, ya…dialah ayahku. Aku tak tahu betapa lelahnya Ia. Yang sering ku katakan adalah “pak, minta ini, pak minta itu” dan ia selalu menjawab “ya, mau yang mana?”, “ya, besok ya”, “ya, besok bapak belikan”. Tanpa sadar aku telah banyak membebaninya. Mungkin baginya, dengan inilah Ia menyayangiku, namun lewat inilah aku tak dapat bersikap mandiri. Ia telah bekerja dengan kerasnya, pagi ia bekerja sampingan, dan siangnya bekerja menjaga kios sampai larut malam. Aku pun tak pernah mendengar keluh kesahnya. Dia tetap tegar meskipun sebenarnya banyak beban yang ia tanggung. Dia selalu mengatakan “jadilah anak yang pintar, kita orang tak punya, tapi setidaknya tuntutlah ilmu setinggi mungkin, agar kamu tak di sepelekan oleh orang lain, maafkan bapak yang tak bisa menghidupimu dengan cara mewah”. Itulah motivasiku yang selalu aku pegang, kami memang orang tak punya, tapi setidaknya aku ingin mengangkat nama ayah dan ibuku agar tak selalu di rendahkan di masyarakat. Ayahlah yang selalu menyuplai semangat dalam setiap aktivitasku. Tadinya ia adalah lelaki tampan dengan postur tubuh yang kekar dan berkulit kuning (kata ibuku). Namun kini ia rela menerjang teriknya matahari dan dinginnya hujan demi keluarganya. Dialah lelaki terhebat yang selama ini ku kenal. Terima kasih Ayah. Happy father’s day. (12 Nov 2015)