- Tipologi Desa Berdasarkan Sistem Ikatan Kekerabatan
Berdasarkan ciri-ciri fisik desa dalam sistem kehidupan masyarakat, maka terbentuklan ikatan-ikatan kekerabatan di dalam wilayah pemukiman penduduk. Setidaknya ada tiga sistem ikatan kekerabatan yang membentuk tipe-tipe desa di Indonesia, yakni:
- Tipe Desa Geneologis,
Suatu desa yang ditempati oleh sejumlah penduduk dimana masyarakatnya mempunyai ikatan secara keturunan atau masih mempunyai hubungan pertalian darah. Desa yang terbentuk secara geneologis dapat dibedakan atas tipe patrilineal, matrilineal, dan campuran.
- Tipe Desa Teritorial,
Suatu desa yang ditempati sejumlah penduduk atas dasar suka rela. Desa teritorial terbentuk menjadi tempat pemukiman penduduk berdasarkan kepentingan bersama, dengan demikian mereka tinggal di suatu desa yang menjadi suatu masyarakat hukum dimana ikatan warganya didasarkan atas ikatan daerah, tempat atau wilayah tertentu.
- Tipe Desa Campuran,
Suatu desa dimana penduduknya mempunyai ikatan keturunan dan wilayah. Dalam bentuk ini, ikatan darah dan ikatan wilayah sama kuatnya.
- Tipologi Desa Berdasarkan Hamparan Tempat Tinggal
Berdasarkan hamparan tempat tinggal, maka desa dapat diklasifikasikan atas:
- Desa Pedalaman
Desa-desa yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari kehidupan kota. Suasana ideal desa pedalaman pada umumnya lebih diwarnai dengan nuansa kedamaian, yaitu kehidupan sederhana, sunyi, sepi dalam lingkungan alam yang bersahabat.
- Desa Pegunungan
Desa Terdapat di daerah pegunungan, Pemusatan tersebut didorongkegotongroyongan penduduknya. Pertambahan penduduk memekarkan desa pegunungan itu ke segala arah, tanpa rencana. Pusat- pusat kegiatan penduduk bergeser mengikuti pemekaran desa.
- Desa Dataran Tinggi
Desa yang berada di daerah pegunungan. Permukiman penduduk di sini umumnya memanjang sejajar dengan jalan raya yang menembus desa tsb. Jika desa mekar secara alami, tanah pertanian di luar desa sepanjang jalan raya menjadi permukiman baru. Ada kalanya pemekaran ke arah dalam ( di belakang perrmukiman lama ). Lalu dibuat jalan raya mengelilingi desa ( ring road ) agar permukiman baru tak terpencil.
- Desa Dataran Rendah
Desa yang letaknya berada di dataran rendah dan mata pencaharian dari desa dataran rendah biasanya bergantung pada sektor pertanian.
- Desa Pesisir/ Pantai
Desa yang berada di daerah pantai yang landai. dapat tumbuh permukiman yang bermatapencarian di bidang perikanan, perkebunan kelapa dan perdagangan. Perluasan desa pantai itu dengan cara menyambung sepanjang pesisir, sampai bertemu dengan desa pantai lainnya. Pusat-pusat kegiatan industri kecil ( perikanan, pertanian ) tetap dipertahankan di dekat tempat tinggal semula.
- Tipologi Desa Berdasarkan Pola Pemukiman
- Menurut Paul Landis (1948) pada dasarnya terdapat empat tipe desa pertanian:
- Farm Village Type,
Suatu desa dimana orang bermukim secara besama-sama dalam suatu tempat dengan sawah ladang yang berada di sekitar tempat mereka. Tipe desa seperti ini banyak dijumpai di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
- Nebulous Farm Village Type,
Suatu desa dimana penduduknya bermukim bersama di suatu tempat, dan sebagian lainnya menyebar di luar pemukiman tersebut bersama sawah ladangnya.
- Arranged Isolated Farm Type,
Suatu desa dimana penduduknya bermukim di sekitar jalan-jalan yang menghubungkan dengan pusat perdagangan (trade center) dan selebihnya adalah sawah ladang mereka.
- Pure isolated farm type,
Suatu desa di mana penduduknya bermukim secara tersebar bersama sawah ladang mereka masing-masing.
- Soekandar Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan ke dalam empat pola, yakni:
- Pola Permukiman Menyebar
Rumah-rumah para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi karena belum adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan tanahnya secara terus menerus. Dengan demikian, orang-orang tersebut terpaksa harus bertempat tinggal di dalam lahan mereka.
- Pola Permukiman Memanjang
Bentuk pemukiman yang terlentak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang sungai, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya masing-masing.
- Pola Permukiman Berkumpul
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk berkumpul dalam sebuah kampung, sedangkan tanah pertaniannya berada di luar kampung.
- Pola Permukiman Melingkar
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk melingkar mengikuti tepi jalan, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakangnya.
- Tipologi Desa Berdasarkan mata pencaharian
Tipe masyarakat desa berdasarkan mata pencaharian pokok dapat diklasifikasikan dalam desa pertanian dan desa industri.
- Desa Pertanian terdiri atas: 1) desa pertanian dalam artian sempit yang meliputi: desa pertanian lahan basah dan lahan kering. 2) desa dalam artian luas yang meliputi: desa perkebunan milik rakyat, desa perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan laut, dan desa peternakan.
- Desa Industri yang memproduksi alat pertanian secara tradisional maupun modern.
- Tipologi Desa Derdasarkan Kegiatannya
Tipe desa berdasarkan kegiatannya dapat dikelompokan menjadi:
- Desa Agrobisnis adalah desa yang berorentasi pada sektor pertanian terutama pada sektor perdagangan produk hasil pertanian tersebut.
- Desa Agroindustri adalah desa yang berorientasi pada sektor pertanian terutama dalam bidang industri pertanian tersebut, baik dari segi teknologi pertanian maupun yang lainnya.
- Desa Pariwisata adalah desa yang berada di suatu daerah pariwisata dan mata pencaharian serta keseharian dari masyarakat desa tersebut sangat bergantung dari usaha yang mengandalkan sektor pariwisata dari desa tersebut.
- Desa non Pertanian adalah desa yang di dalam lingkungan desa tersebut tidak ada lagi terlaksana kegiatan pertanian, melainkan usaha usaha yang dilakukan oleh masyarakat penduduk yang tinggal di desa tersebut yaitu berusaha bekerja diluar sektor pertanian. Contohnya dengan berdagang.
- Tipologi Desa Berdasarkan Perkembangannya
Berdasarkan perkembangannya, tipe desa di Indonesia terbagi atas empat tipe, yakni:
- Pra desa (Desa Tradisional)
Tipe desa semacam ini pada umumnya dijumpai dalam kehidupan masyarakat adat terpencil, dimana seluruh kehidupan masyarakatnya termasuk teknologi bercocok tanam, cara memelihara kesehatan, cara makan dan sebagainya masih sangat tergantung pada alam sekeliling mereka. Tipe desa seperti ini cenderung bersifat sporadis dan sementara.
- Desa Swadaya (Desa terbelakang)
Suatu wilayah desa dimana masyarakat sebagian besar memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang berhubungan dengan masyarakat luar, sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena kurang berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama sekali.
Ciri-ciri desa swadaya :
1) Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
2) Penduduknya jarang.
3) Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
4) Bersifat tertutup.
5) Masyarakat memegang teguh adat.
6) Teknologi masih rendah.
7) Sarana dan prasarana sangat kurang.
8) Hubungan antarmanusia sangat erat.
9) Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga
- Desa Swakarya (Desa sedang berkembang)
Keadaannya sudah lebih maju dibandingkan desa swadaya, dimana masyarakatnya sudah mampu menjual kelebihan hasil produksi ke daerah lain disampinguntuk memenuhi kebutuhan sendiri. Interaksi sudah mulai nampak, walaupun intensitasnya belum terlalu sering.
Ciri-ciri desa swakarya :
1) Adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.
2) Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat.
3) Produktivitas mulai meningkat.
4) Sarana prasarana mulai meningkat.
5) Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir.
- Desa Swasembada (Desa maju)
Desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara optimal.Hal ini ditandai dengan kemampuan masyarakatnyauntuk mengadakan interaksi dengan masyarakat luar, melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdagangan) dan kemampuan untuk saling mempengaruhi dengan penduduk di wilayah lain dari hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baruuntuk memanfaatkan sumberdayanya sehingga proses pembangunan berjalandengan baik.
ciri-ciri desa swasembada adalah berikut :
1) Hubungan antarmanusia bersifat rasional.
2) Mata pencaharian homogen.
3) Teknologi dan pendidikan tinggi.
4) Produktifitas tinggi.
5) Terlepas dari adat.
6) Sarana dan prasarana lengkap dan modern
- Karakteristik Desa Banyuringin
Desa Banyuringin merupakan desa yang padat penduduk, walaupun ada beberapa rumah penduduk yang dibatasi oleh kebun-kebun kecil di sekitar pekarangan rumah. Terdapat lima dusun di Desa Banyuringin yang saling berdekatan tanpa batas wilayah yang jelas, seperti jembatan atau sungai. Hanya pada dusun Tempuran yang berlawanan arah dengan ke-empat dusun lainnya, dan dusun Kebondowo yang dibatasi oleh hutan karet yang cukup luas diantara ketiga dusun lainnya. Desa Banyuringin bisa dikatakan sebagai desa pedalaman karena letaknya yang jauh dari pusat administrasi maupun pusat kegiatan lainnya. Nuansa damai, dengan pemandangan alam yang indah dikelilingi oleh hutan karet dan hamparan sawah milik masyarakat, juga masyarakatnya yang ramah, menambah elok desa ini.
Dusun Banyuringin, Desa Banyuringin, Kecamatan Singorojo
Dusun Banyuringin terletak 5 km dari jalan raya pusat administrasi, 500 meter ke arah utara dari pertigaan desa menuju Dusun Tempuran. Melewati hutan karet lalu hamparan sawah milik masyarakat sekitar.Mayoritas masyarakat di Dusun Banyuringin masih dalam satu keluarga, karena jikalau mereka menikah, mereka tetap tinggal disana. Sehingga sistem kekerabatan di Desa Banyuringin pun terbilang masih kental. Oleh karena itu, Desa tersebut termasuk Desa Genealogis dengan tipe campuran. Namun walaupun begitu, di dusun tersebut terdapat masyarakat pendatang dari luar kota. Umumnya masyarakat pendatang ini bekerja sebagai Guru di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang berada di Dusun Banyuringin. Menurut Ketua RT 1, Dusun Banyuringin, para pendatang ini dari Yogyakarta yang sekarang menetap di Dusun tersebut. Terdapat bangunan Sekolah Dasar, SD Negeri 2 Banyuringin dan SMP Negeri 3 Singorojo yang berada di pintu masuk ke dusun Banyuringin.
Mata pencaharian masyarakat di Dusun Banyuringin mayoritas petani, tetapi ada beberapa yang bekerja di hutan karet milik perhutani. Selain itu, kini mereka juga membuka usaha pembuatan “besek” atau kardus yang terbuat dari bambu. Kegiatan ini menjadi pekerjaan sampingan disamping mereka bercocok tanam. Belum lama ini terjadi pemekaran wilayah RT yang semula hanya 2 RT, menjadi 4 RT karena masyarakatnya yang semakin bertambah.
Letak pemukiman yang jauh dari jalan raya atau pusat kota, dan tidak adanya angkutan umum menuju Desa Banyuringin, menuntut masyarakat di Desa/dusun Banyuringin untuk memiliki kendaraan pribadi, sepeda motor maupun mobil pribadi.Rata-rata setiap kepala keluarga di dusun Banyuringin memiliki minimal dua sepeda motor, atau sebuah mobil pick-up untuk bepergian keluar desa maupun hanya sekedar untuk pergi ke ladang.
Beberapa masyarakat di Dusun Banyuringin telah mengenyam pendidikan hingga Sarjana, dan baru-baru ini beberapa dari mereka diangkat menjadi pegawai negeri. Ini menunjukkan bahwa tingkat produktifitas masyarakat di Dusun tersebut sudah mengalami kemajuan, ditambah lagi di Dusun Banyuringin terdapat Sekolah Menengah Pertama, yang menjadi sekolah terdekat bagi anak-anak sekolah tingkat SMP di Desa Banyuringin.
Masyarakat di Desa Banyuringin ternyata juga melakukan budidaya madu dari lebah hutan menggunakan tempat/bilik-bilik kecil tempat sarang lebah menghasilkan madu. Bilik-bilik kecil ini diletakkan di kebun kopi milik masyarakat Dusun Banyuringin. Selain melakukan pekerjaan tetapnya sebagai petani, banyak aktivitas ekonomi lainnya yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Banyuringin, sebagai pekerjaan sampingan. Seperti Bapak Misdi, Ketua RT 01/RW 01 di Dusun Banyuringin yang bekerja sebagai tukang kayu, beliau bekerja ketika menerima pesanan untuk membuatkan kursi, meja atau almari.
Dusun Tempuran, Desa Banyuringin, Kecamatan Singorojo
Dusun Tempuran merupakan satu-satunya dusun yang terpisah dari keempat dusun lainnya yang berada di Desa Banyuringin. Jika Dusun Banyuringin, Dusun Tlogosari, Dusun Banjaran, dan Dusun Kebondowo berada di wilayah utara, maka dusun Tempuran berada di wilayah selatan. Namun, diantara keempat dusun lainnya, Dusun Tempuran merupakan dusun dengan jumlah penduduk terbanyak dan terpadat. Setiap RT terdiri dari sekurang-sekurangnya 30 kepala keluarga. Ibu Solikhatun, Ibu RT 2/RW 2 Dusun Tempuran mengatakan, bahwa sekitar dua bulan yang lalu di dusun Tempuran mengalami pemekaran wilayah RW, terdiri dari 9 RT dan 2 RW. Masyarakat di Dusun Tempuran cenderung lebih tradisional dan tertutup daripada di Dusun Banyuringin.
Mata pencaharian masyarakat Dusun Tempuran mayoritas petani, lahan pertanian berada terpisah dari rumah mereka, sehingga untuk pergi berladang mereka harus menggunakan kendaraan pribadi karena jaraknya yang jauh dan jalan desa yang kurang baik. Tetapi sekarang, disamping bertani, masyarakat di Dusun Tempuran memanfaatkan sungai untuk menggali material (pasir, kerikil) sungai untuk dijual keluar kota sebagai bahan bangunan. Biasanya material sungai itu mereka kirim ke Semarang, Kendal, dan daerah-daerah yang membutuhkan material sungai sebgaia bahan bangunan.
Hasil panen dari ladang mereka, hanya untuk dikonsumsi sehari-hari dan disimpan di “grobok”, karena tidak terdapat lumbung padi di dusun tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan, seperti lauk pauk dan sayur mayur, mereka membelinya dari tukang sayur keliling yang setiap pagi dan siang hari datang ke Desa Banyuringin membawakan berbagai macam kebutuhan memasak. Hal ini dikarenakan, tanah dan cuaca di Desa Banyuringin yang tidak cocok untuk menanam sayur mayur sehingga mereka harus membeli. Terkadang mereka juga pergi ke pasar, apabila ada kebutuhan lain yang harus mereka beli, itupun masyarakat di dusun tersebut membeli secara “borongan” jika belanja yang mereka butuhkan banyak. Hal ini dikarenakan pasar terdekat dari Desa Banyuringin berjarak cukup jauh dan akses transportasi yang sulit.
Anak-anak sekolah tingkat SMP dan SMA di dusun tersebut kebanyakan mengendarai sepeda motor, karena jarak ke sekolah yang jauh dan tidak tersedianya angkutan umum yang memfasilitasi kegiatan mereka. Apalagi masyarakat Dusun Tempuran yang berada di dataran tinggi “nggunung” , mereka kesulitan untuk pergi ke sekolah jika tidak mengendarai sepeda motor, karena tidak mungkin ditempuh dengan berjalan kaki dengan jarak yang jauh.
Di Dusun Tempuran ini banyak pemuda-pemudi yang sekarang sedang melangsungkan studinya di perguruan tinggi, dan ada juga yang sudah lulus sarjana. Rata-rata mereka yang sudah menjadi sarjana, mencari pekerjaan di luar kota.
Di Dusun Tempuran masih terdapat tradisi, atau kegiatan rutin masyarakat setempat, yaitu sedekah dusun. Sedekah dusun ini merupakan ucapan syukur atas hasil panen yang mereka dapatkan dari lahan pertanian yang mereka miliki. Acara dari sedekah dusun ini biasanya berupa “wayangan” (wayang kulit), lalu dangdutan, yang dilaksanakan selama 2 malam.
Terima Kasih Postingannya, jadi menambah pengetahuan tentang tipologi Desa, dan saya jadi tahu desa saya masuk ke kategori mana.. 🙂