manusia dan kebudayaan

Sejak munculnya manusia Homo Sapiens sampai dengan sekarang ternyata kebudayaan semakin berkembang dan semakin kompleks, antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Semula manusia Homo Sapiens mereka masih hidup berburu dan meramu karena mereka menyesuaikan dengan alam sekitar mereka. Dengan demikian maka dapat diketahui antara masyarakat, kebudayaan, dan lingkungan sangat erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain karena antara ketiga hal tersebut saling mempengaruhi. Kebudayaan yang diciptakan oleh suatu masyarakt akan berimplikasi dengan bagaimana cara mereka memanfaatkan alam atau lingkungan tempat kebudayaan itu berkembang. Dan seperti yang kita tau bahwa suatu lingkungan tertentu akan berbeda dengan lingkungan yang lainya baik dari aspek fisik, seperti iklim, curah hujan, aspek geografis, dan sebagainya, maupun lingkungan sosial yang berkembang dalam lingkungan tersebut seperti aspek kebudayaan, nilai dan norma yang berkembang dalam suatu masyarakat, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat, dan adat istiadat. Dengan demikian maka keadaan lingkungan yang berbeda tersebut akan menghasilkan kebudayaan yang berbeda pula.

Antara manusia dan kebudayaan tidaklah dapat dipisahkan antara satu sama lain, sedangkan pendukung kebudayaan itu sendiri adalah manusia. Sekalipun manusia mati maka kebudayaan tidak akan mati karena kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan kepada keturunannya, dan seterusnya. Kebudayaan sebagai suatu sistem yang melingkupi kehidupan manusia pendukungnya. Dan merupakan suatu faktor yang menjadi dasar tingkah laku manusia baik dalam kaitannya dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial-budayanya. Dengan demikian maka dapat dikataaakan bahwa kebudayaan yang berlaku dan telah dikembangkan oleh suatu masyarakat tertentu berdampak pada pola perilaku, nilai, norma, dan aspek kehidupan lainnya yang mana hal tersebut akan membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, atau dapat pula dikatakan hal tersebut dapat menjadi ciri khas suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Sebagian besar para ahli antropologi mereka bersepakat bahwa Keberhasilan masyarakat dapat beradaptasi dengan alam sekitarnya adalah bukti keberhasilan mereka dalam mencapai suatu tingkat kebudayaan yang lebih tinggi. Masyarakat selalu berupaya untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya sehingga dari situlah akan melahirkan suatu pola-pola tingkah laku yang baru. Karena lingkungan alam berbeda-beda tersebut , maka terdapat berbagai bentuk adaptasi yang berbeda-beda pula di kalangan masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan yang dimiliki mereka, mampu merubah alam sekitarnya dan akhirnya perubahan-perubahan yang ditimbulkannya akan selalu diarahkan kepada masyarakat.

Setiap masyarakat pasti mempunyai cara mereka masing-masing dalam menghadapi lingkungannya, Dimana keberagaman budaya dapat membuat perlakuan manusia terhadap alam juga ikut berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, selain itu juga lingkungan yang merupakan tempat untuk berinteraksi manusia membuat sebuah kebudayaan yang melekat pada suatu kelompok manusia itu terpengaruh.

Misalnya masyarakat suku bangsa Eskimo yang memiliki jenis rumah (Iglo) yang mana mereka dapat dipandang sebagai “senjata” kebudayaan yang paling penting untuk mengalahkan iklim kutub utara dan kebudayaan mereka memakai baju yang sangat tebal supaya mereka dapat mempertahankan hidup mereka dan beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal mereka, berbeda dengan bentuk rumah masyarakat lainnya. Secara tidak langsung masyarakat suku bangsa Eskimo tersebut akan beradaptasi dengan lingkungan mereka dan dengan demikian akan menciptakan kebudayaan tertentu seperti mata pencaharian.

Contoh lain adalah kehidupan orang-orang Tsembaga di Papua New Guinea yang dalam kesehariannya mereka hidup dari bertanam ubi dan keladi serta beternak babi. Yang mana dalam kesehariannya orang Tsembaga jarang memakan babi karena babi pada masyarakat Tsembaga mempunyai fungsi tertentu seperti membersihkan lingkungan, membantu menggemburkan tanah, dan kotoran babi yang dapat digunakan sebagai pupuk, selain itu jika ada anggota keluarga yang sakit maka babi juga dapat dipakai sebagai binatang yang dikorbankan kepada leluhur agar si sakit cepat sembuh. Selain itu jika jumlah babi yang dimiliki oleh seseorang melebihi batas kewajaran maka hal tersebut dapat menjadi persoalan baru. Karena babibabi tersebut dapat merusak ubi dan keladi mereka sehingga membahayakan persediaan pangan orang-orang Maring Tsembaga tersebut. Selain itu masyarakat Tsembaga juga harus mencarikan babi-babi tersebut makanan, karena jika babi-babi tersebut tidak dicarikan makanan maka babi itu akan merusak tanaman keladi dan ubi tetangganya sehingga hal ini akan menimbulkan bentrokan terhadap tetangga yang memiliki tanaman tersebut sehingga dan bahkan terjadi pembunuhan. Dengan demikian masyrakat Tsembaga mengadakan suatu upacara yang diadakan setahun sekali yaitu upacara keagamaan kaiko atau pesta babi. Dan ketika babi dipotong maka daging babi tersebut harus dibagi-bagikan kepada teman dan sebagian lagi dipersembahkan kepada nenek moyang , karena masyarakat Tsembaga percaya bahwa roh nenek moyang mereka akan selalu melindunginya dan memberi kekuatan pada keturunan mereka yang masih hidup. Dengan kebudayaan yang demikian maka akan berbeda perspsi ketika babi itu dilihat oleh orang jawa. Mungkin babi bagi orang jawa tidak memiliki nilai apa-apa dan hanya dipandang sebagai hewan biasa.  Seperti yang dikatana oleh paul Sears bahwa jika seorang ahli ekologi memasuki sebidang sawah atau padang rumput yang dilihatnya bukan hanya apa yang ada disana semata. Hal ini menandakan bahwa kebudayaan dan keadaan geografis masyarakat yang berbeda akan melahirkan pandangan dan perlakuan serta kebudayaan yang berbeda pula terhadap lingkungan tempat tinggal mereka.

Dalam hubungan fung­sional tersebut maka antara manusia dan lingku­ngan terdapat saling ketergantungan dan saling pengaruh yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekosistem secara kese-luruhan. Untuk mencapai keselarasan, ke-serasian, dan keseimbangan antar subsis­tem dalam ekosistem diperlukan sistem pe­ngelolaan secara terpadu yaitu cara beradaptasi dengan lingkungannya.

Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa antara masyarakat, kebudayaan, dan lingkungan saling mempengaruhi sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Julian H. Steward (1995) yang memaknai bahwa istilah Cultural Ecology, yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana manusia sebagai makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan suatu lingkungan geografi tertentu. Selain itu menurutnya, ada bagian inti dari sistem budaya yang sangat responsif terhadap adaptasi ekologis, karenanya, berbagai proses penyesuaian terhadap tekanan ekologis, secara langsung akan dapat mempengaruhi unsur-unsur inti dari struktur sosial. Dengan demikian artikel tentang kebudayaan dan lingkungan tersebut dapat menjadikan kita lebih mengetahui bahwasanya antara kebudayaan, manusisa dan lingkungan itu saling mempengaruhi. Dengan demikian maka keadaan lingkungan alam yang berbeda akan menghasilkan kebudayaan yang berbeda pula anatara satu masyarakat denagn masyarakat lainnya.