gender

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam konteks sosial yang pada dasarnya tidaklah dipermasalhkan, namun akhir-akhir ini semakin merebak dan banyak yang mencermati lebih dalam tentang perbedaan tersebut. Karena setelah dicermati ternyata perbedaan-perbedaan tersebut dapat menjadi penyebab munculnya ketidakadilan gender dalam berbagai bidang, salah satunya adalah dalam bidang pendidikan.

Ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan ini mengakibatkan perempuan berada di titik yang sangat dirugikan daripada laki-laki. Dalam realita kehidupan bermasyarakat banyak dijumpai adanya kebiasaan masyarakat yang tidak mendukung keikutsertaan perempuan dalam pendidikan formal. Hal ini dapat dilihat dari adanya asumsi masyarakat yang mengatakan bahwa “perempuan itu tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya perempuan juga menjadi ibu rumah tangga yang kerjaannya mengurus rumah”. Selain itu anggapan lain yang dilontarkan oleh masyarakat adalah bahwa “ perempuan itu harusnya menikah lebih awal dalam artian adalah diusia yang muda karena jika perempuan menempuh pendidikan setinggi-tingginya maka adanya asumsi masyarakat bahwa perempuan akan menjadi perawan tua”. Asumsi-asumsi masyarakat yang demikian mengakibatkan posisi perempuan menjadi lebih rendah daripada laki-laki.sehingga perempuan lagi-lagi menjadi sasaran ketidakadilan gender. Hal ini akan menyebabkan perempuan berada ditempat dan posisi yang tidak menguntungkan dibandingkan laki-laki dalam berbagai bidang pula sehingga perempuan tidak mampu bersaing secara maksimal dibandingkan dengan laki-laki.

Tidak hanya asumsi masyarakat yang mengakibatkan perempuan berada dititik yang tidak diuntungkan melakinkan juga dari pihak pendidikan sendiri yang juga menanamkan adanya bentuk ketidak adilan gender terhadap perempuan. Seperti adanya buku paket dalam pendidikan formal yang seperti kita ketahui banyak dari Buku paket/ buku bacaan anak kelas SD  yang memposisikan perempuan hanya bekerja diranah domestik seperti adanya kalimat “Ibu pergi ke pasar dan membersihkan rumah sedangkan bapak pergi ke kantor” kalimat ini secra tidak langsung menanamkan pemahaman bahwa perempuan memang dikodratkan menjadi ibu rumah tangga dan hanya berada diranah domestik sedangkan laki-laki bekerja diranah publik sebagai pencari nafkah keluarga yang secra tidak langsung menggambarkan bahwa laki-laki memiliki kekuatan dan lebih bertanggungjawab karena bisa mencari nafkah untuk menopang hidup keluarganya.

Dengan demikian penulis ingin membahas tentan ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan dalam bidang pendidikan karena ternyata pendidikan yang seharusnya mampu merubah persepsi masyarakat tentang ketidakadilan gender tersebut namun malah justru dari bidang pendidikan itu sendiri juga masih dijumpai adanya bias gender dalam pedidikan formal.

Rumusan Maslah

  1. Bagaimanakah bentuk ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan?
  2. Dampak apa sajakah yang ditimbulkan dari adanya ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan antara laki-laki dan perempuan?
  3. Bagaimanakah membangun pendidikan berperspektif gender di sekolah
  4. Tujuan
  5. Untuk memenuhi tugas ujian akhir semester
  6. Untuk mengetahui bentuk-bentuk ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan
  7. Untuk mengetahui dampak apa saja yang ditimbulkan dari adanya ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan antara laki-laki dan perempuan
  8. Untuk mengetahui cara membangun pendidikan berspektif gender di sekolah

 

PEMBAHASAN

“Kata gender dalam bahasa indonesia dipinjam dari bahasa Inggris, kalau dilihat dalam kamus, tidak jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Dengan demikian untuk membedakan antara konsep gender dan sex (jenis kelamin). Jenis kelamin atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat. Sedangkan konsep gender, yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural” (Fakih 2013 : 7-8).

Perbedaan gender telah melahirkan berbgai ketidakadilan, baik terhadap kaum laki-laki terutama bagi kaum perempuan.ketidakadilan gender tersebut yaitu marginalisasi atau pemiskianan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, dan beban ganda. Ketidakadilan gender tersebut juga terjadi hampir dalam semua bidang baik bidang salah satunya adalah bidang pendidikan.

  1. Bentuk Ketidakadilan Gender Dalam Bidang Pendidikan

Dalam kehidupan bermasyarakat masih kita jmpai adanya beberapa bentuk ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan sekalipun, ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan ini baik dari adanya asumsi masyarakat maupun dari pendidikan itu sendiri.

Adapun asumsi masyarakat yang merupakan benruk ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan itu sendiri. Dalam kehidupan bermasyarakat dari seperti dari kebanyakan laki-laki yang berasumsi bahwa rasanya sulit untuk menjalani hidup dengan perempuan yang pendidikannya lebih tinggi dibandingkan dirinya karena banyak alasan yang mempengaruhi cara pria berpikir bahwa perempuan  dengan pendidikan tinggi akan sangat ambisius, sehingga ditakutkan nantinya istri akan lebih mendominasi suami mereka dalam kehidupan keseharianny, terlebih jika istri mereka memiliki penghasilan yang lebih tinggi karena pendidikannya yang lebih tinggi sehingga ditakutkan semakin sukses perempuan maka semakin besar kemungkinan mereka untuk meremehkan suami mereka. Dengan demikian seolah-olah menyalahkan perempuan yang berpendidikan tinggi dan menuntut perempuan agar pendidikannya tidak lebih tinggi dari pada laki-laki. Padahal dengan pendidikan yang tinggi sebenarnya perempuan bisa untuk tidak terlalu menggantungkan kehidupan mereka pada suami mereka, namun hal ini malah justru dianggap demikian dan hal ini juga akan menimbulkan ketidakadilan gender bagi perempuan.

Kalaupun perempuan ingin menempuh pendidikan yang lebih tinggi maka banyak asumsi masyarakat tentang pemikiran bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi – tinggi karena pada akhirnya mereka hanya akan menjadil jadi ibu rumah tangga sama seperti perempuan lain yang hanya lulus SD/SMP. Anggapan masyarakat yang mengatakan bahwa Perempuan hanya harus bisa 3M (Macak, Masak, Manak), sehingga tidak menempuh pendidikan yang tinggipun tidak menjadi maslah, selain itu perempuan yang akan menempuh pendidikan yang lebih tinggi terlebih jauh, maka mereka harus meminta izin kepada suami mereka, hal ini berbeda halnya dengan laki-laki yang justru sangat di dukung untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya karena laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga, dan laki-laki ditunut untuk menguasai semua bidang, dan berpendidikan setinggi-tingginya.

Ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan juga disebabkan dari segi akses pendidikan yang sulit, karena tidak semua kecamatan memiliki semua jenjang pendidikan. Sehingga banyak orang tua yang merasa segan jika harus mengirimkan puteinya untuk sekolah jauh, karena beberapa kekhawatiran. Terlebih pekerjaan rumah banyak ditumpukan kepada perempuan, sehingga banyak laki-laki yang diberi kebebasan untuk menempuh pendidikan yang jauh sekalipun karena adanya pemikiran bahwa laki-laki lebih bias menjaga diri mereka saat jauh dari keluarga mereka, maka disinilah ada penomorduaan (Subordinasi) perempuan dalam bidang pendidikan, dan stereotipe bahwa laki-laki lebih bisa menjaga diri mereka saat jauh dari keluarga dari pada laki-laki.

Kenyataan banyaknya angka buta huruf di Indonesia di dominasi oleh kaum perempuan.Data BPS tahun 2003, menunjukkan dari jumlah penduduk buta aksara usia 10tahun ke atas sebanyak 15.686.161 orang, 10.643.823 orang di antaranya atau 67,85persen adalah perempuan, hal ini juga menunjukkan adanya ketidakadilan gender bagi kaum perempuan, karena perempuan hanya dituntut untuk bekerja diranah domestik sehingga mereka banyak menyampingkan pendidikan mereka sehingga banyaknya angka buta huruf perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

Begitupun dengan dunia pendidikan formal sendiri yang juga banyak ditemui beberapa bentuk ketidakadilan gender dilapanagan (dunia pendidikan formal),  antara lain adalah:

  1. Buku-buku pelajaran yang   lebih banyak menonjolkan anak  laki-laki daripada anak perempuan.

Kurikulum memiliki peranan pokok dalam dunia pendidikan formal, namun bias gender dalam kurikulum dan materi belajar mengajar masih banyak ditemukan. Hal ini dapat dilihat melalui teks dan gambar atau foto yang menunjukkan bias gender anatar laki-laki dan perempuan. Seperti berikut

Gambar tersebut merupakan bias gender dalam buku pelajaran untuk TK. Dalam gambar tersebut yang ditampilkan hanya gambar laki-laki.

dari gambar disamping adalah buku paket kelas 6 SD yang juga menunjukkan adanya ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan. Dari gambar diasmping tampak sekelompok anak yang terdiri dari dua murid perempuan dan satu laki-laki. Salah satu murid perempuan digambarkan sebagai seseorang yang sering bertanya, begitupun dengan murid perempuan lainnya. Sedangkan murid laki-laki digambarkan sebagai murid yang pintar dan mengetahui jawaban yang benar. Dalam buku tersebut tampak jelas adanya bias gender dalam bidang pendidikan formal.

  1. Bias gender dalam bidang pendidikan formal lainnya adalah masih tampak adanya semacam “diskriminasi yang dilakukan secara sadar” oleh anak perempuan maupun laki-laki dalam memilih jurusan. Hal ini terlihat dari proporsi jumlah penuduk yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan pada jenjang menengah dan perguruan tinggi. Adanya asumsi perbedaan kemampuan intelektual, fisik, dan keterampilan antara laki-laki dan perempuan telah menguatkan bias gender tersebut. Laki-laki diasumsikan lebih kuat fisiknya dan lebih bisa berfikir logis sehingga laki-laki lebih cocok belajar pada ilmu-ilmu tehnik sehingga pada bidang perguruan tinggipun banyak mahasiswa yang terdafkar dalam ilmu ketehnikan karena bidang ini dianggap kurang cocok untuk perempuan, sedangkan perempuan diasumsikan dengan orang yang lemah lembut dan mudah dipengaruhi oleh perasaan, dengan demikian banyak wanita yang lebih memilih belajar ilmu-ilmu sosial dan ilmu yang berhubungan dengan peran perempuan dalam keluarga. Dalam kehidupan bermasyarakat hal ini terlihat dari banayknya perempuan yang belajar dijurusan keperawatan, dan bidang-bidang yang berhubungan dengan rumah tangga seperti tataboga, tata busana, dan kecantikan.  Tidak hanya itu, namun masih terdapat bias gender dalam dunia pendidikan yang lainnya.
  2. Dampak yang Ditimbulkan dari Adanya Ketidakadilan Gender Dalam Dunia Pendidikan Antara Laki-laki dan Perempuan

Dari adanya bias gender anata laki-laki dan perempuan dalam dunia pendidikan ini menimbulkan dampak terutama yang dirugikan adalah pihak perempuan. Hal ini terlihat dari adanya ketika terdapat paradigma masyarakat yang mengatakan bahwa perempuan lebih baik menikah lebih muda dan tidak menempuh pendidikan yang terlalu tinggi hal ini tentu akan menimbulkan dampak negatif bagi perempuan terutama jika secara mental mereka belum siap untuk menikah dan hal ini akan berakibat pada masa depan kehidupan rumah tangganya.

Ketika keluarga memiliki keterbatasan dalam Ekonomi keluarga, maka pendidikan yang lebih diutamakan adalah pendidikan untuk anak mereka yang laki-laki dibandingkan dengan anak perempuannya. Maka hal ini akan mengakibatkan perempuan akan mengalami ketertinggalan dalam bidang pendidikan dan mengakibatkan banyak dari kaum perempuan yang putus sekolah sehingga mengakibatkan kaum perempuan mendapatkan pekerjaan yang kurang layak daripada kaum laki-laki.

Ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan ini maka juga akan berdampak pula pada kurangnya produktifitas sumber daya manusia, dengan adanya perempuan yang mengenyam pendidikan yang lebih rendah daripada laki-laki maka hal ini juga akan bedampak pada kurangnya produktifitas perempuan sehingga mereka kurang bisa bersaing.

  1. Cara Membangun Pendidikan Berspektif Gender Di Sekolah

Sekoalh harus bias membanguan pendidikan berspektif gender dalam bidang pedidikan formal dan harus bersikap kritis dan mengajak masyarakat sekolah dan masyarakat di sekitarnya untuk mengubah/membongkar kepalsuan-kepalsuan tersebut sekaligus  mentransformasikannya menjadi praktik-praktik yang lebih berpihak kepadakeadilan sesama, terutama keadilan bagi kaum perempuan dengan cara sebagai berikut :.

  • Guru/Pendidik sebagai Pilar

Guru harus diupayakan mendapatkan akses terhadap dasar-dasar pengetahuan dan pendidikan gender terlebih dahulu, untuk membukakan pikiran dan nurani akan adanya persoalan tersebut. Jika guru/pendidik sudah mendapatkan akses yang cukup terhadap pengetahuan gender, maka komitmen yang sangat penting untuk dijadikan landasan membangun pendidikan gender akan jauh lebih mudah dicapai.

Apabila guru memiliki sensitivitas gender maka akan memiliki itikat untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan gender dengan sendirinya, melalui proses pembelajaran di kelas, dalam pembuatan soal dan dalam perlakuan di kelas.

  • Metode dan Materi Pembelajaran

Persoalan gender sarat dengan problematik-problematik kultural yang sulit diselesaikan tanpa adanya dialog dan diskusi-diskusi. Metode pembelajaran ini, jika diterapkan apa adanya, jelas tidak akan membuahkan hasil yang baik. Oleh sebab itu harus diupayakan kesempatan untuk terjadinya dialog dan diskusi-diskusi, agar konsep-konsep penting pendidikan gender dapat lebih mudah tercerap oleh para siswa.

  • Bahasa

Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam pendidikan peka gender, karena di dalam bahasa, lewat pilihan kata, tekanan-tekanan, konstruksi kalimat atau ujaran yang digunakan dalam komunikasi baik tertulis maupun lisan. Bahasa yang dimaksud juga tidak terbatas pada bahasa verbal tetapi termasuk bahasa non verbal, bahasa tubuh seperti cara bersalaman, memberi penghormatan, memandang atau mengerling menyiratkan makna yang mengandung muatan gender. Menyepelekan peran bahasa dalam pendidikan peka gender sama dengan mengabaikan unsur penting dalam pendidikan.

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam kehodupan sehari-hari ketidakadilan gender masih merebah kesegala bidang, salah satunya adalah bidang pendidikan, yang mana dalam bidang pendidikan itu sendiri tidak hanya asumsi masyarakat yang menitikberatkan bias gender tersebut pada perempuan melainkan juga oleh pihak pendidikan formal itu sendiri. Sehingga dari adanya ketidakadilan gender tersebut menimbulkan dampak yang sangat merugikan terutama bagi kaum perempuan. Dengan demikian perlu adanya pendidikan berspektif gender yang mulai ditumbuhkan dari mulai dibangku sekolah untuk ditanamkan pada peserta didik, sehingga dengan pendidikan berspektif gender tersebut maka dapat mengurangi bentuk bias gender.

Saran

Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan pendidikan sehingga bentuk bias gender dalam masyarakat yang banyak merugikan kaum perempuan bisa diatasi melalui pendidikan formal itu sendiri.

Daftar Pustaka

Fakih, Mansour. 2012. Analisi Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Natasya, H. (2013).Ketidaksetaraan Gender Bidang Pendidikan.Jurnal Marwah Universitas IslamNegeri Sultan Syarif KasimRiau.Vol XII (1).53-64

Fitriyanti, F. (2012). Ketidakadilan Gender dalam Bidang Pendidikan : Studi Pada Perempuan Di Kecamatan Majalaya Karawang. Sosiokonsepsia.Vol 17 (01).85-100

https://tintaputihlisna.blogspot.com/2012/12/makalah-gender-dalam-pendidikan.html (diakses pada 20 Juni 2015)