20120904bahasa-daerah

Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Oleh kerana itu, setiap daerah yang berada di Indonesia memiliki beragam kemajemukan, salah satunya adalah bahasa., persamaan dan perbedaan budaya, dialek, tradisi lisan. meskipun mempunyai persamaan dan perbedaan pada suatu daerah dengan daerah lain, tetapi tidak akan menghalangi masyarakat untuk saling berkomunikasi antara satu sama lain.
Koentjaraningrat, menyatakan bahwa budaya merupakan sebuah sistem gagasan & rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia didalam kehidupannya yang bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar. Sedangkan bahasa adalah penyambung komunikasi antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Hampir tiap-tiap daerah memiliki bahasa daerah sendiri-sendiri dan biasanya disertai dengan logat atau dialek yang berbeda-beda. Hal itu menunjukkan ciri khas atau keunikan yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Dialek adalah karagaman cara pengucapan atau gaya penggunaan bahasa. Setiap orang mempunyai cara pengucapan yang berbeda walaupun dari daerah yang sama. Walaupun artinya sama, tapi kemungkinan besar ada yang pengucapannya berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa dialek setiap daerah berbeda-beda dengan daerah lainnya.
Tradisi lisan adalah cerita lisan tentang suatu tempat atau tokoh yang dibuat teks kisahan dalam berbagai bentuk, seperti syair, prosa, lirik, syair bebas, dan nyanyian. Setiap daerah mempunyai cerita rakyat serta lagu daerah yang berbeda-beda. Walaupun ada daerah yang mempunyai bahasa dan dialek yang sama tetapi tradisi lisan daerah tersebut berbeda.
Penggunaan Bahasa dan Dialek kebahasaan dalam Kehidupan bermasyarakat maka tidak akan lepas dari peranan bahasa yang digunakan oleh anggota-anggotanya. Terkait bahasa maka sangatlah beraneka ragam. Karena terkait dengan bermacam-macam kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi berikutnya. Karena pada dasarnya Tanpa bahasa, maka kebudayaan akan menjadi sulit untuk diterjemahkan dan diterima oleh generasi penerus karenanya bahasa bersifat simbolis. Hal ini mengandung arti bahwa melalui bahasa, suatu perkataan dapat melambangkan arti apapun, meskipun hal atau benda yang dilambangkan oleh kata tersebut tidak ada. Kebudayaan juga  merupakan proses hasil belajar, di mana bahasa berperan penting di dalamnya. Karena itulah, maka dapat dikatakan bahwa bahasa memiliki peran sebagai cara atau alat bagi orangtua dalam mewariskan kebudayaan dan bagi anak sebagai cara atau alat untuk mempelajari kebudayaan tersebut.
Bahasa sebagai sarana dan prasarana sebagai pendukung budaya yang berkembang maka akan sejalan dengan perkembangan budaya bangsa pemiliknya. Hal tersebut berarti perkembangan bahasa sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Bahasa dapat digolongkan sebagai akar budaya bangsa karena berkaitan dengan pola pikir bangsa. Produk budaya tidak akan terwujud tanpa adanya bahasa yang menjadi sarana atau prasarana pendukungnya.Bahasa merupakan simbol yang digunakan manusia dalam bermasyarakat dan berinteraksi. Kemampuan manusia dalam berbahasa juga akan membedakan manusia itu sendiri dengan hewan karena kemampuan berbahasa tersebut lahir dari hasil penalaran akal pikiran manusia. Dan hewan hanya memiliki insting atau naluri saja. Manusia memiliki akal pikiran yang melahirkan kebudayaan melalui bahasa. Bahasa yang ada di masyarakat dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut.
1. Berdasarkan pemakaiannya, bisa dilihat dari, untuk apa, dan siapa yang menggunakannya. Contohnya, ragam sastra yang digunakan oleh para sastrawan yang mengedepankan rasa estetika yang tinggi dan ragam militer yang digunakan oleh kalangan militer yang sifatnya singkat dan tegas.
2. Tingkat keformalan Tingkat keformalan bahasa terdiri atas beberapa macam, yaitu ragam baku, ragam resmi, ragam konsultatif, ragam santai, dan intimate (akrab).Bahasa memiliki dua bentuk, yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis digunakan dengan menggunakan media tulisan.Adapun bahasa lisan menggunakan cara berkomunikasi langsungsecara lisan. Biasanya, orang yang diajak berbahasa lisan berada di hadapannya.
Bahasa lisan sering berpadu dengan ragam dialek. Ragam dialek adalah ragam yang berkaitan dengan daerah yang memakai bahasa tersebut. Penggunaan dialek dilakukan dalam suasana penggunaan bahasa tidak resmi atau santai. Bahasa lisan yang mengandung dialek dipakai dalam percakapan-percakapan yang tidak resmi, misalnya percakapan pada waktu istirahat, menonton pertandingan sepakbola, film, wayang, dan antaranggota keluarga di rumah.
Dialek adalah varian-varian sebuah bahasa yang sama. Dialek dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1.    Dialek regional, yaitu dialek yang ciri-cirinya dibatasi oleh tempat, misalnya dialek Melayu Menado dan Banyumas.
2.    Dialek sosial, yaitu dialek yang dipakai oleh kelompok tertentu misalnya dialek yang digunakan oleh wanita Jepang.Dialek temporal, yaitu dialek dari bahasa-bahasa yang berbeda-beda dari waktu ke waktu misalnya Melayu Kuno dan Melayu Klasik.
3.    Dialek tinggi, yaitu variasi sosial atau regional struktur bahasa yang diterima sebagai standar bahasa itu dan dianggap lebih tinggi. Bagian ini merujuk secara langsung dari buku Folklor Indonesia karya James Danandjaja.
Pemahaman mengenai folklor sangat diperlukan sebelum seseorang membahas mengenai tradisi lisan. Karena Konsep folklor sangat berkaitan erat dengan tradisi lisan, sehingga foklor sering juga dipersamakan pengertiannya dengan tradisi lisan.
Persamaan antara bahasa, dialek, tradisi lisan terletak pada daerah masing-masing. Ketiganya sama-sama berasal dari daerah tempat tinggal masing-masing. Biasanya terdapat kata yang sama dalam bahasa antara daerah satu dengan daerah lainnya tetapi mempunyai makna yang berbeda.
Perbedaan bahasa, dialek, tradisi lisan terletak pada kondisi geografis. Setiap daerah mempunyai kondisi geografis yang berbeda yang menyebabkan munculnya bahasa, dialek, dan tradisi lisan yang berbeda. Pada daerah pegunungan masyarakat cenderung mempunyai sifat yang lembut sesuai kondisi lingkungannya yang dingin,kondisi tersebut menyebabkan seseorang mempunyai gaya bahasa dan dialek lebih halus dalam berbicara. Sedangkan pada daerah pesisir masyarakat cenderung mempunyai sifat yang keras sesuai dengan kondisi lingkungannya yang panas. Sehingga menyebabkan seseorang mempunyai gaya bahasa dan dialek lebih keras dalam berbicara. Tradisi lisan setiap daerah pun mempunyai perbedaan karena cerita rakyat atau legenda berasal dari daerah masing-masing yang memperlihatkan kekhasannya.

Contoh tradisi lisan dalam masyarakat
1.    Asal mula gunung Tangkuban Perahu (cerita rakyat dari Jawa Barat)
Menceritakan seorang laki-laki bernama Sangkuriang mencintai seorang perempuan bernama Dayang Sumbi, yang ternyata ibu kandungnya.
Dayang Sumbi menolak ajakan menikah dari Sangkuriang, namun Sangkuriang terus memaksanya. Akhirnya Dayang Sumbi bersedia menjadi istri Sangkuriang, tetapi dengan syarat Sangkuriang dapat membuatkan telaga di puncak gunung, beserta perahunya, dalam waktu semalam sebelum ayam berkokok. Ketika telaga hampir selesai (karena dibantu jin), Dayang Sumbi berdoa agar matahari cepat terbit dan ayam berkokok. Ternyata doa Dayang Sumbi dikabulkan. Mengetahui matahari terbit, para jin pekerja lalu menghilang sehingga telaga tidak selesai. Sangkuriang sangat marah kepada Dayang Sumbi, lalu menendang perahu sehingga perahu tertelungkup ke bumi. Perahu tersebut, kemudian menjadi sebuah gunung yang dinamakan Tangkuban Perahu.
2. Malin Kundang (cerita rakyat dari Sumatra Barat)
Menceritakan seorang janda bernama Mande Rubayah dan anak laki-lakinya bernama Malin Kundang. Mereka hidup miskin. Setelah Malin Kundang menginjak
dewasa, ia merantau untuk bekerja agar kehidupannya lebih baik. Ibunya selalu mendoakan agar anaknya selalu sehat, selamat, dan mudah mencari rezeki.
Bertahun-tahun Malin Kundang tidak pulang ke rumah menemui ibunya, ternyata ia telah menikah dengan puteri seorang bangsawan yang kaya raya.
Pada suatu hari Malin Kundang dengan isterinya naik kapal yang sangat bagus, kemudian mendarat di pantai dekat rumah ibunya.
Mengetahui anaknya datang ibunya sangat senang, segera memeluk erat Malin Kundang anaknya. Namun ternyata Malin Kundang tidak mengakui bahwa itu ibu kandungnya. Apalagi isterinya, berulangkali meludah di dekat ibunya dan menghina. Malin Kundang menendang ibunya sampai jatuh dan pingsan, kemudian ia naik kapal dan berlayar lagi.
Setelah ibu Malin Kundang sadar dari pingsannya, ia berdoa apabila suami isteri yang bersikap kasar tadi benar anak dan menantunya, agar mendapat balasan atas perlakuannya.
Tidak lama kemudian, cuaca yang sebelumnya cerah, berubah menjadi gelap gulita, hujan turun dengan lebat, petir menggelegar, dan ombak lautan sangat besar. Kapal yang ditumpangi Malin Kundang dan isterinya oleng dan pecah, kemudian tenggelam. Malin Kundang dan isterinya meninggal seketika. Menurut cerita, pecahan kapal dan Malin Kundang berubah menjadi batu.
Keberadaan dan Perkembangan Tradisi Lisan
Beberapa puluh tahun yang lalu keberadaan tradisi lisan terutama cerita rakyat, mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat, terlebih lagi masyarakat di pedesaan.
Peranan tradisi lisan pada masa lampau adalah sebagai hiburan dan pengetahuan. Banyak orang tua yang menceritakan/ mendongengkan kepada anaknya cerita apa saja yang mereka ketahui. Mendongeng sering dilakukan pada saat akan tidur malam atau pada saat luang di siang hari.
Anak-anak sangat senang dan terkesan dengan dongeng/ cerita yang mereka dapatkan dari orang tua maupun guru atau tokoh masyarakat. Setelah mereka dewasa, banyak dongeng/ cerita yang mereka ketahui itu disampaikan kepada anakanaknya,
sehingga cerita rakyat di suatu tempat tetap diketahui. Namun sekarang karena ilmu pengetahuan dan teknologi sudah banyak mengalami perubahan ke arah kemajuan,
peranan cerita rakyat/tradisi lisan makin surut. Perkembangan teknologi menyebabkan di sekitar kita banyak benda atau fasilitas yang bisa menghibur dan memberikan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: televisi, tape, VCD, DVD, handphone, internet, surat kabar, majalah, dan masih banyak lagi. Anak-anak Indonesia sekarang lebih mengenal cerita: Doraemon, Sponge Bob, Winnie The Pooh (yang merupakan film impor), dari pada cerita Malin Kundang dan Sangkuriang.
Melihat keadaan yang seperti itu, kita harus peduli agar tradisi lisan yang terdapat di berbagai daerah dapat tetap lestari. Upaya pelestarian tradisi lisan, antara lain melalui pengajaran di sekolah-sekolah, penayangan tradisi lisan melalui televisi, dan penulisan cerita rakyat dalam bentuk buku yang diberi gambar berwarna agar lebih menarik pembaca.
Dalam perkembangannya, tradisi lisan mencakup berbagai jenis teater yang memanfaatkan seni kata sebagai bagian penting dalam pementasannya. Jenis teater itu terdapat di berbagai daerah di Indonesia, misalnya didong (di Aceh), randai (di Minang), lenong (di Betawi), ludruk (di Jawa), patu (di Bima), tanggomo (di Gorontalo), dan mendu (di Melayu).
Di era globalisasi, dengan majunya sarana informasi ternyata mampu mengembangkan tradisi lisan dari berbagai daerah. Misalnya: wayang dan lenong.
Sumber
Indriyawati, Emmy. 2009. Antropologi untuk Kelas XI SMA/MA. Jakarta: Pusat   Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PustakaUtama Grafiti
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Royani, Ade. “Materi Antropologi Kelas XI : Persamaan dan Perbedaan Budaya, Bahasa, Dialek, Tradisi Lisan yang di Masyarakat Setempat”. (16 Desember 2015. Pukul: 13.34) https://blog.unnes.ac.id/adeputriroyani/2015/12/13/materi-antropologi-kelas-xi-8-persamaan-dan-perbedaan-budaya-bahasa-dialek-tradisi-lisan-yang-ada-di-masyarakat-setempat/