ANTROPOLOGI INDONESIA “Heterogenitas Masyarakat”

Hai sahabat cakrawalars

Selamat datang di halaman kami. Kali ini kami akan menyuguhkan materi yang sangat menarik untuk anda, kalian-kalian para pencari pengetahuan. Kali ini akan kami suguhkan materi tentang Antropologi Indonesia, tepatnya yakni materi tentang Heterogenitas Masyarakat.

Berikut materinya…

Masyarakat dan keanekaragamannya (heterogenitas) merupakan suatu bentuk permasalahan yang memang selalu ada dalam klehidupan masyarakat. Suatu masyarakat itu terbentuk karena adanya perbedaan, sementara perbedaan sendiri menjadikan kehidupan dalam bermasyarakat menjadi lebih hidup, lebih menarik dan layak untuk diperbincangkan.

Ada dua macam heterogenitas yang paling sering muncul di masyarakat:

  1. Heterogenitas masyarakat berdasarkan berdasarkan profesi/pekerjaan

Masyarakat Indonesia yang besar ini penduduknya terdiri dari berbagai profesi; seperti pegawai negeri, tentara, pedagang, pegawai swasta, dan sebagainya. Setiap pekerjaan memerlukan tuntutan profesionalisme agar dapat dikatakan berhasil. Untuk itu, diperlukan penguasaan ilmu dan melatih ketrampilan yang berkaitan dengan setiap pekerjaan tersebut. Setiap pekerjaan juga memiliki fungsi di masyarakat, karena merupakan bagian dari struktur masyarakat itu sendiri. Hubungan antar profesi atau orang yang memiliki profesi yang berbeda, hendaknya merupakan hubungan horizontal dan hubungan saling menghargai. biarpun berbeda fungsi, tugas, bahkan berbeda penghasilan.

  1. Heterogenitas atas dasar jenis kelamin

Di Indonesia biarpun secara konstitusional tidak terdapat diskriminasi sosial atas dasar jenis kelamin, namun pandangan “gender” masih dianut sebagaian besar masyarakat di Indonesia.Pandangan gender ini ada dikarenakan faktor kebudayaan dan agama. Apabila kita melihat kemajuan Indoensia sekarang ini, banyak sekali kaum perempuan yang berhasil mengusai IPTEK dan memiliki posisi yang strategis dalam masyarakat, yang hampir menyamai kedudukan kaum laki-laki, maka sudah selayaknya perbedaan jenis kelamin ini dikatagorikan secara horizontal, yakni hubungan kesejajaran yang saling membutuhkan dan saling melengkapi diantara keduanya.

Dari kedua macam heterogenitas tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, melalui suatuhetrogenitas (perbedaan), dapat memunculkan adanya  suatu profesionalisme dalam pekerjaan, keterampilan-keterampilan khusus (skill), spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, penyadaran HAM, dan lain sebagainya.

Dilihat dari segela keberadaannya, keadaan geografis dan sejarahnya di masa lampau, telah membentuk Indonesia ini menjadi salah satu negara paling beragam di seluruh dunia. Coba kita lihat dari segi geografisnya, dimana negara Indonesia ini merupakan suatu negara kepulauan dengan jumlah pulau terbanyak di dunia membuat tingkat keberagaman di Indonesia menjadi amat sangat tinggi. Dengan tingginya angka heterogenitas atau keberagaman tersebut, sering kali memunculkan berbagai bentuk sistem masyarakat yang ada di Indonesia ini, salah satunya yaitu stratifikasi sosial.

Menurut Max Weber (dalam belajar.kemdiknas.go.id), stratifikasi sosial adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, privilege, dan prestise. Dengan keberadaannya yang sangat heterogen, stratifikasi sosial masyarakat di Indonesia kemudian ditentukan oleh banyak hal. Pun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa perbedaan-perbedaan vertikal yang kemudian membentuk stratifikasi sosial ini nampak sangat tajam di Indonesia (Nasikun 1995).

Stratifikasi sosial dibuat sesuai dengan lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, privilege, dan prestise, sementara ketiga dimensi itu sendiri terbentuk dengan dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan horizontal seperti perbedaan agama, adat, serta perbedaan kedaerahan. Di Indonesia, tingkat keberagaman agama dan adat termasuk amat sangat tinggi sehingga adalah tidak mudah untuk mempersatukan mereka semua. Pada masa Hindia-Belanda, masyarakat Indonesia tumbuh dengan keadaan yang bersistem kasta tanpa ikatan agama (Nasikun 1995). Secara langsung dapat diketahui bahwa perbedaan vertikal pada masa itu amat sangat dalam.

Tiap-tiap golongan masyarakat, memiliki sumber nilai kebenarannya masing-masing, yang mereka anggap paling benar, tanpa membuka diri untuk mempelajari sumber nilai dari golongan lain. Pada masa itu juga, masyarakat pribum tergolong sebagai masyarakat berkasta rendah, sebab Indonesia berada pada kekuasaan penjajah.

Seiring dengan berjalannya waktu, secara khusus pasca Indonesia merdeka, telah terjadi banyak sekali perubahan pada stratifikasi masyarakat di Indonesia. Sistem kasta secara perlahan mulai ditinggalkan, dan masyarakat Indonesia yang heterogen tersebut mulai memaknai istilah masyarakat majemuk. Namun, Pertumbuhan sektor ekonomi modern beserta organisasi administrasi nasional yang mengikutinya membuat jurang kelas tidak menyempit, dan pada beberapa aspek justru makin melebar. Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, pada nyatanya tidak mempersempit jurang antara masyarakat pedesaan yang tradisional dan masyarakat perkotaan yang lebih modern. Hingga hari ini, sesungguhnya masih didapati bahwa stratifikasi sosial atau sistem kelas yang diciptakan berdasar pada kekuasaan, privilege, dan prestise masih eksis.Lantas kemudian apakah struktur sosial yang sedemikian memicu terjadinya konflik? Tentu saja. Konflik seringkali timbul dari kelas bawah yang merasa tidak mendapatkan perlakuan layak dan yang seharusnya dari kelas atas yaitu kaum penguasa.

Pada masa Hindia-Belanda, yaitu pada masa sistem kasta masih eksis, potensi terjadinya konflik justru minim karena kasta dianggap sebagai bagian dari adat dan sebagian lain dari kepercayaan dan agama. Semenjak Indoensia merdeka, sistem kasta sedikit demi sedikit memudar, hingga kemudian menjadi agak diabaikan. Pada masa ini justru potensi konflik antar kelas meningkat, karena masing-masing anggota masyarakat merasa memiliki hak yang sama satu dengan yang lain. Namun demikian, perlu juga dipaparkan bahwa kemerdekaan membuat intensitas diskriminasi, khususnya terhadap kaum pribumi semakin menipis (Nasikun 1995).

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial sesungguhnya agak sukar dihapuskan. Penghapusan stratifikasi sosial secara ideal menandakan terjadinya kesetaraan yang adil dalam hitungan materiil terhadap seluruh rakyat suatu negara, dan agaknya hal tersebut mustahil diwujudkan. Walau stratifikasi sosial tetap ada, namun seiring dengan berjalannya waktu masyarakat Indonesia semakin mengerti tentang heterogenitas dan kemajemukan, sehingga semakin hari masyarakat Indonesia nampak semakin menghargai perbedaan. Revolusi kemerdekaan menurut penulis bukan menghilangkan atau mengurangi keberagaman. Menurut penulis, keberagaman tersebut justru merupakan aset kekayaan yang perlu dipertahankan. Namun, revolusi kemerdekaan membuat masyarakat Indonesia semakin terbuka tentang perbedaan, toleransi dan rasa saling menerima, sehingga perbedaan tidak lagi dipandang sebagai masalah melainkan berkah.

 Daftar Pustaka:

Masyarakat-dan-keanekaragamannya. (online) dalam blog.unnes.ac.id/wp…/Masyarakat-dan-keanekaragamannya.doc

Wahyu Karlina k. 2013. Heterogenitas Masyarakat di Indonesia. (online) dalam https://karlinawk-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-79113-Studi%20Strategis%20Indonesia%20-Heterogenitas%20Masyarakat%20di%20Indonesia.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: