Hembusan Nafas Tradisi Dalam Globalisasi

Nampak jelas dari kejauhan, seorang pria sedang duduk terpekur di pinggir laju modernisasi kota ini. Usianya kisaran lima puluh tahun, dengan kacamata usang melekat di wajahnya yang terlihat menyilaukan terkena cahaya surya. Ia seakan-akan tak mau enyah dari posisi nyamannya dan masih asyik menerawang dinding-dinding bangunan besar sisa-sisa peradaban zaman yang masih kokoh menantang langit. Tatapan kosong pria tersebut, seakan-akan penuh pertanyaan serta kekaguman, dimana sekarang ia masih bisa melihat salah satu peninggalan sejarah peradaban masa lalu di masa yang antah-berantah ini, di masa yang orang-orang sering menginterpretasikannya dengan masa atau era globalisasi.

Kota lama, sebagaimana orang-orang saat ini menyebutnya. Kota Lama merupakan salah satu ikon utama dari Kota Semarang, dimana tempat tersebut dahulu merupakan Kampung Belanda (Little Netherland), yang digunakan sebagai pusat pemerintahan pada saat itu. Kota lama merupakan salah satu budaya atau tradisi masyarakat Semarang, dimana ia masih tetap berdiri kokoh di tengah-tengah peradaban masa kini, ia masih kuat meskipun diterpa badai globalisasi serta modernisasi yang merasuki jiwa negeri ini. Kota Lama Semarang merupakan suatu tempat dimana, disana terdiri dari bangunan-bangunan besar yang usianya sudah cukup tua, namun bangunan-bangunan tersebut masih begitu kuat dan kokohnya (meskipun ada beberapa bagian bangunan yang sudah agak usang). Bangunan-bangunan besar dan tinggi tersebut merupakan saksi bisu dari sejarah Kota Semarang pada masa itu. Bangunan-bangunan besar tersebut merupakan bangunan-bangunan peninggalan Belanda ketika menduduki Kota Semarang. Dari segi arsitektur dan juga ukuran serta daya kuat bangunan, tentu berbeda dengan bangunan-bangunan lain di sekitar Kota Semarang, hal itu dikarenakan bangunan-bangunan tersebut didesain, dibuat, serta diselesaikan oleh arsitek-arsitek Belanda pada masa itu, jadi wajar saja bila bangunan tersebut masih kokoh hingga saat ini.

Berbicara tentang Kota Lama Semarang, tak terasa kita telah membicarakan tentang salah satu dari sekian banyak budaya atau tradisi yang ada di Kota Semarang ini. Kota Semarang, yang juga menjadi ibu kota dari Provinsi Jawa Tengah, yang letaknya berada di sebelah utara Pulau Jawa ini merupakan salah satu kota yang di dalamnya terdapat sekian banyak unsur budaya dan tradisi yang membangunnya, yang menjadikan Kota Semarang ini ada dan berkembang hingga saat ini. Sekian banyak tradisi dan budaya yang ada di Kota Semarang ini saling bersinergi antara satu budaya dengan budaya lain, antara suatu tradisi dengan tradisi yang lain, sehingga dengan banyaknya tradisi serta budaya tersebut, Kota Semarang mampu mempertahankan eksistensinya hingga saat ini.

Dari sekian ribu penduduk Kota Semarang, di dalamnya terdapat kekayaan tradisi serta budaya yang sangat harmoni dengan kekhasannya masing-masing. Meskipun dari sekian banyak tradisi dan juga budaya tersebut notabennya masing-masing dari mereka adalah berbeda, namun integrasi yang terbangun diantara mereka sangatlah kuat. Di Semarang juga berkembang beberapa suku, seperti Jawa, Arab, Tionghua, serta mempunyai budaya atau tradisi yang menarik, yang merupakan perpaduan dari sekian banyak budaya yang ada, yang dahulunya merupakan cikal-bakal dari Kota Semarang. Jika melihat dari bangunan sejarah dan juga nama-nama tempat yang ada di Kota Semarang, maka kita bisa melihat bahwa di Semarang terdapat macam-macam tradisi yang masih ada hingga saat iini, seperti Islam, Tionghua, Eropa, serta Jawa (pribumi). Keempat tradisi tersebut berbaur dan menyatu sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan Kota Semarang.

Tempat-tempat yang menjadi pusat peradaban budaya yang hingga saat ini masih terkenal eksistensinya di Kota Semarang terbagi menjadi 4 wilayah atau tradisi, yaitu Kampung Kauman, Kampung Pecinan, Kampung Belanda, dan Kampung Melayu. Kampung Kauman saat itu banyak dihuni oleh keturunan jawa, sekarang keturunan Arab juga ada di sana. Kampung Pecinan dihuni oleh para keturunan Tionghua serta warga Cina yang menetap di Indonesia, dan di Kota Semarang pada khususnya. Kampung Belanda merupakan daerah pemerintahan pada saat itu, yang sekarang terkenal dengan nama Kota Lama Semarang. Sementara Kampung Melayu lebih banyak dihuni oleh keturunan Arab pada saat itu, dan pada saat sekarang ini, masyarakat Jawalah yang mendominasi Kampung Melayu tersebut.

Di Semarang juga terdapat tradisi atau budaya lain yang tak kalah menariknya. Tradisi atau budaya tersebut yaitu Tari Semarang. Dilihat dari namanya saja, orang sudah mempunyai segudang pertanyaan akan nama tersebut, bagaimana tidak, suatu gerakan tari yang begitu lenturnya diberi nama dengan salah satu nama kota yang besar, yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang luar biasa. Dari nama tersebut kemudian orang juga berfikir, “kira-kira bagaimana ya gerakan dan juga seni dari Tari Semarang tersebut?”

Tari Semarang merupakan tarian asli dari Kota Semarang. Tarian ini mempunyai 3 jenis gerakan dasar, yaitu ngendok, ngenyek, dan juga genjot. Seperti letak geografis kotanya, gerakan-gerakan dalam tarian tersebut juga diberi nama atau sebutan menggunakan istilah-istilah atau kosa kata Jawa, yang masing-masing gerakan tersebut tentunya mempunyai makna masing-masing.

Salah satu hal yang menarik dari tata cara tradisi, serta budaya yang ada di masyarakat Kota Semarang adalah perpaduan dari unsur-unsur etnis yang dikombinasikan dalam satu tradisi. Hal ini dikarenakan di Semarang sendiri tidak hanya dihuni oleh masyarakat Etnis Jawa saja, melainkan terdapat Etnis-etnis lain, yang salah satunya yaitu Etnis Tionghua, maka dari itu, tradisi dan budaya yang ada di Semarang terlihat lebih cantik dan indah, karena unsur Jawa Oriental yang begitu kental. Salah satu jenis budaya atau tradisi yang ada di Semarang yang terdapat unsur Jawa Oriental selain Tari Semarang yaitu Gambang Semarang. Tradisi atau budaya yang satu ini mungkin menjadi salah satu kesenian yang cukup menarik perhatian sekian banyak masyarakat Indonesia, dan masyarakat Semarang pada umumnya.

Dalam Gambang Semarang ini, di dalamnya terdiri dari kolaborasi seni-seni khas yang menarik, seperti unsur musik, vokal, lawak/ lelucon, serta dipadu dengan tarian-tarian tradisional. Semakin kesini, seiring dengan laju modernisasi, Gambang Semarang juga dipadukan dengan seni gerak tari, yang pada dasarnya merupakan warisan budaya jaman dulu. Seni tari Gambang Semarang memiliki gerakan yang berpusat pada pinggul penarinya.  Selain sebagai salah satu kekayaan budaya di Kota Semarang, Gambang Semarang ini juga bisa dijadikan sebagai suatu hiburan yang pas untuk mengobati kepenatan diri seteah lelah menjalankan peran di panggung sandiwara globalisasi ini.

Dari sekian banyak budaya atau tradisi yang tersebuar luas di Kota Semarang, semuanya dikemas menjadi satu dalam bentuk tradisi unik dan paling esensial di Kota Semarang ini, yaitu tradisi atau budaya Warak Ngendok, dimana Warak Ngendok ini bisa disaksikan oleh semua masyarakat pada Perayaan Dukderan di Kota Semarang. Warak Ngendok merupakan sebuah replika boneka yang berbentuk binatang raksasa yang dalam bentuknya tersebut menggambarkan arti atau makna yang sangat luar biasa, dimana replika boneka raksasa tersebut mempunyai unsur mitologi sebagai simbol atau perwakilan dari bentuk akulturasi budaya dari keragaman etnis yang ada di Kota Semarang. Bagian-bagian dari Warak Ngendok tersebut, masing-masing mewakili etnis yang ada di Kota Semarang. Bagian-bagian tubuh dari Warak Ngendok tersebut terdiri dari kepala naga (Etnis Cina), badan buraq (Etnis Arab), dan kaki kambing (Etnis Jawa). Kata “Warak” sendiri merupakan penggalan kata yang diangkat dari Bahasa Arab yaitu “Wara’i”, yang artinya berhati-hati dalam bertingkah laku (masyarakat Semarang mengartikannya dengan suci), kemudian kata Endog (telur), disimbolkan sebagai hasil pahala yang diperoleh dari proses menjaga tingkah laku atau telah menjalani proses suci sebelumnya. Secara istilah, “Warak Ngendog” dapat diartikan sebagai barang siapa yang menjaga tingkah laku (dalam hal ini adalah kesucian) di bulan ramadhan, maka kelak di akhir bulan ia akan mendapat pahala di hari lebaran.

Selain beberapa bentuk tradisi atau budaya di atas, masih banyak lagi tradisi-tradisi atau kebudayaan yang ada di Kota Semarang. Beberapa tradisi atau kebudayaan di atas hanyalah merupakan sedikit dari sekian banyak tradisi, serta budaya yang ada di Kota Semarang, yang tersebar luas di berbagai wilayah Kota Semarang, yang hingga saat ini, tradisi-tradisi serta kebudayaan tersebut masih tetap eksis dan masih senantiasa menghembuskan nafas kelestarian bagi seluruh masyarakat kota semarang, dan menjadi salah satu jagar budaya yang ada di indonesia tercinta ini.

“Lestarikan budaya lokal, jagalah agar mereka tetap bisa bernafas di tengah polusi modernisasi Negeri ini”, mungkin itulah kalimat yang sesui dengan kondisi sosial saat ini. Menjaga kelestarian budaya sama artinya dengan menjaga kekayaan bangsa kita, menjaga kekayaan bangsa sama artinya dengan menjaga kehormatan serta wibawa diri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: