ANTROPOLOGI KESEHATAN: Studi Kasus “Tangis Pilu Di Akhir Kisah Bayi Deborah”

Berbicara mengenai konteks kesehatan, tentu sangat berhubungan erat dengan hidup dan mati seseorang. Kesehatan ini menjadi kunci atau hal yang pasti diinginkan oleh semua orang dalam proses kehidupannya, namun yang namanya sehat itu kan rizki ya, dan rizki itu tidak tahu kapan datangnya, juga tidak tahu pula kapan perginya, artinya fifti-fifti. Meskipun sehat ini dapat diupayakan, namun takdir sangat sulit untuk dibaca. Nah, kebalikan dari sehat adalah sakit, konteks sakit di sini mempunyai berbagai penafsiran. Apakah sakit yang dimaksud itu sakit ringan? Ataukah sakit yang dimaksud itu sakit berat, hingga sampai pada meninggalnya seseorang?

Dalam salah satu mata kuliah, yakni Antropologi Kesehatan. Terdapat sebuah artikel yang di dalamnya berisi tentang studi kasus mengenai meningalnya seseorang. Bagaimana studi kasus tersebut?

Ringkasan Berita :

Tangis dan haru begitu dirasakan oleh Henny Silalahi yang baru saja ditinggal pergi buah hatinya tercinta, Deborah Simanjurang, yang baru berusia empat bulan. Kepergian Deborah menimbulkan rasa kecewa dalam hati Henny terhadap pelayanan salah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Barat.  Henny merasa, apa yang dilakukan rumah sakit itulah yang membuat nyawa putrinya melayang. Pada saat itu, Henny membawa putriny yang sedang sakit ke Rumah Sakit. Karena ini keadaan yang emergency, anak saya dimasukkan ke UGD dan langsung ditangani dokter. Dokter kemudian mengatakan, anak saya harus dimasukkan ke ruang PICU (Perinatology Intensive Care Unit),” kata Henny kepada Health-Liputan6.com via sambungan telepon, Kamis, 7 September 2017.

“Bagian administrasi bilang, untuk bisa masuk ke PICU harus DP Rp 19 juta dulu. Minimal 50 persen dulu, kira-kira Rp 11 juta,” kata Henny. Tak ada uang tunai sebanyak itu yang Henny dan suami pegang hari itu. Hanya ada uang Rp 7 juta, yang mana sudah terpakai Rp 2 juta untuk biaya administrasi, ambil darah, dan rentetan prosedur lainnya. Sisa uang Henny tinggal Rp 5 juta. Henny berusaha agar bagian administrasi mau menerima uang sebesar itu sebagai jaminan. Upaya dia sia-sia, lantaran ditolak. Pihak administrasi mau Henny menyetorkan uang seperti yang disebutkan di awal agar Deborah segera dimasukkan ke PICU.

Tak lama kemudian, Henny pun terkejut tat kala melihat tubuh Deborah yang sudah terbujur kaku. Belum sempat mendapat perawatan yang memadai, nyawa bocah perempuan berumur empat bulan itu sudah melayang. Henny menyadari bahwa saat itu memang sudah takdir sang anak untuk hidup di dunia ini sebentar saja. Akan tetapi, Henny lebih ikhlas menerima kepergian Deborah andai hari itu sang anak mendapat pertolongan dan perawatan secepatnya yang memadai. “Setidaknya, kalau anak saya meninggal setelah dimasukkan ke ruang PICU, saya agak lebih ikhlas dan bisa dengan lega mengatakan itu takdir. Tapi ini tidak. Anak saya meninggal masih di ruang UGD, lantaran pihak rumah sakit tidak mau menerima uang jaminan dari kami,” kata Henny lagi.

Tak banyak yang ingin Henny harapkan dari pihak rumah sakit. Toh, nyawa sang anak tak bisa balik lagi. Ia hanya menginginkan kejadian serupa tidak menimpa Deborah-Deborah yang lain. Henny bahkan mengaku siap jika ternyata pihak rumah sakit melaporkan “curahan hati” dia karena dianggap mencemarkan nama baik. “Saya hanya menceritakan yang sebenarnya terjadi. Saya hanya berharap, tidak ada lagi korban karena masalah-masalah seperti ini,” ujar Henny.

Klarifikasi Rumah Sakit:

Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres buka suara mengenai kasus Deborah Simanjorang, anak perempuan Henny Silalahi yang meninggal dunia pada Minggu, 3 September 2017, sebelum sempat dimasukkan ruang PICU. Dalam keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com, Jumat, 8 September 2017, ada lima poin berupa klarifikasi juga fakta dari kejadian tersebut.

  1. Pasien (Deborah Simanjorang yang terdaftar sebagai Tiara Deborah) berumur empat bulan, berat badan 3,2 kilogram datang ke IGD Mitra Keluarga Kalideres pada 3 September 2017 pukul 03.40 WIB dalam keadaan tidak sadar dan kondisi tubuh tampak membiru.
  2. Ibu pasien mengurus di bagian administrasi, dan dijelaskan oleh petugas tentang biaya rawat inap ruang khusus ICU, tetapi ibu pasien menyatakan keberatan mengingat kondisi keuangan.
  3. Ibu pasien kembali ke IGD, dokter IGD menanyakan kepesertaan BPJS kepada ibu pasien, dan ibu pasien menyatakan punya kartu BPJS. Dokter pun menawarkan kepada ibu pasien untuk dibantu merujuk ke RS yang bekerjasama dengan BPJS, demi memandang efisiensi dan efektivitas biaya perawatan pasien.
  4. Pukul 09.15 WIB, keluarga mendapatkan tempat di salah satu rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dokter rumah sakit tersebut menghubungi dokter Mitra Keluarga Kalideres untuk menanyakan kondisi Deborah. Sementara berkomunikasi antar dokter, perawat yang menjaga dan memonitoring pasien memberitahukan kepada dokter bahwa kondisi pasien tiba-tiba memburuk.
  5. Dokter segera melakukan pertolongan pada pasien. Setelah melakukan resusitasi jantung paru selama 20 menit, segala upaya yang dilakukan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien.

 

Analisis Berita:

Dalam contoh berita tentang meninggalnya bayi Deborah di RS. Mitra Keluarga Kalideres, nampak dua perbedaan pendapat antara orang tua bayi (Henny) dengan pihak Rumah Sakit.

Dalam hal ini, ibu bayi Deborah tersebut mengenggap bahwa kematian puterinya tersebut bukan hanya disebabkan oleh takdir semata, melainkan juga  disebabkan oleh buruknya pelayanan di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres. Ibu bayi tersebut menilai bahwa, Rumah Sakit tersebut hanya mementingkan kepentingan masyarakat kaya yang mempunyai uang banyak, dan mengabaikan mereka-mereka yang tidak mempunyai biaya untuk berobat. Menurutnya (Henny), pihak Rumah Sakit seharusnya tidak hanya mengedepankan soal administrasi, melainkan juga harus mengutamakan keselamatan pasien terlebih dahulu. Sehingga semua pasien yang masuk ke sana cepat mendapatkan pelayanan kesehatan, baik itu masyarakat kaya ataupun masyarakat miskin yang tidak memiliki banyak uang.

Di sisi lain, pihak Rumah Sakit berbeda pandangan soal kronologi meninggalnya bayi Deborah tersebut. Dalam keterangan pers yang dilakukannya, pihak Rumah Sakit menjelaskan beberapa point penting yang berkaitan dengan meninggalnya bayi Deborah tersebut. Pihak Rumah Sakit menerangkan bahwa dokter dan perawat telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengupayakan keselamatan pasien, termasuk menghubungi Rumah Sakit lain yang dirasa mampu menolong keselamatan bayi deborah tersebut. namun apa daya, meskipun segala cara telah diupayakan, nyawa dari bayi Deborah tersebut sudah tidak bisa diselamatkan lagi.

Di sini kita melihat dua perbedaan perspektif dalam melihat kematian bayi deborah tersebut, dimana antara pihak keluarga dan pihak Rumah Sakit berbeda pandangan mengenai meningalnya bayi tersebut. pihak keluarga bayi menilai bahwa meninggalnya bayi tersebut bukan hanya takdir semata, melainkan juga disebabkan oleh pelayanan Rumah Sait yang begitu buruk. Di sisi lain pihak Rumah Sakit beranggapan bahwa mereka telah mengupayakan semaksimal mungkin guna mneyelamatkan bayi deborah tersebut, namun upayanya belum berhasil.

Di sinilah perlunya pembelajaran Antropologi Kesehatan, dimana selain mempelajari mengenai kesehatan, juga mempelajari tentang bagimana melakukan pendekatan terhadap masyarakat guna mendapatkan data atau informasi yang berkaitan dengan kesehatan tersebut. Misalkan saja dari kasus di atas, antropologi kesehatan akan mencari tahu bagaimana kondisi kesehatan bayi tersebut sebelum akhirnya meninggal dunia. Dengan melakukan pendekatan terhadap keluarga pasien dan pihak dokter, maka akan diketahui bagaimana kondisi pasien sebelum akhirnya meningal dunia. Setelah mengetahui bagaimana kondisi tersebut, maka antropologi kesehatan mulai masuk menjadi titik tengah diantara keluarga pasien dengan pihak dokter. Antropologi kesehatan akan memudahkan pencarian informasi yang falid dari kesehatan atau kasus yang sedang berlangsung tersebut, sehinga akan dihasilkan suatu pemahaman yang utuh, yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Tidak hanya memihak salah satunya (pihak keluarga dan pihak Rumah Sakit).

berikut berita asli selengkapnya, https://news.liputan6.com/read/3089454/tangis-pilu-di-akhir-kisah-bayi-deborah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: