“Budaya Free Seks Pra-nikah Pada Kalangan Mahasiswa Kota X”

no-sex
Remaja berasal dari kata latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.Istilah remaja mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Hal ini juga seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks,dkk 1990) bahwa masa remaja menunjukan dengan jelas atau peralihan, karena masa remaja merupakan masa dimana seseorang belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memilik status anak.
Monks, dkk (dalam Hurlock 1990) menyatakan, bahwa masa remaja merupakan suatu masa disaat individu berkembang dari pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis, serta terjadi peralihan dari ketergantungan ekonomi pada keadaan yang mandiri.
Masa remaja merupakan masa transisi dimana seorang anak tumbuh dan berkembang dari masa kanak-kanak menuju masa pra dewasa atau remaja. Pada masa ini, seorang anak tumbuh dan berkembang seiring dengan konteks lingkungannya, karena masa ini dianggap sebagai masa topan badai dan  stress  (Storm  and  Stress), yakni dimana seorang anak memiliki keinginan  bebas  untuk  menentukan  nasib  sendiri, dimana seorang anak berkeinginan menemukan jati dirinya tanpa bantuan dari pihak manapun.
Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami masa terumit didalam dirinya, karena masa ini merupakan penentu bagi seseorang untuk menjalankan kehidupannya. Adanya hal ini, menyebabkan mayoritas remaja mengalami penyimpangan dalam menemukan jati dirinya, seperti pergaulan bebas yang dilakukan oleh remaja kota maupun desa.
Maraknya pergaulan bebas dilakangan remaja sudah sangat membudaya bagi remaja Indonesia. Terutama pergaulan bebas yang ada di Pulau Jawa, yang merupakan sentral dari Indonesia.
Bagi masyarakat Indonesia yang merupakan penganut dari berkebudayaan ketimuran, seks bagi pasangan pra-nikah merupakan perbuatan yang melanggar nilai dan norma masyarakat Indonesia yang mengakibatkan adanya ketimpangan dari struktur masyarakat tersebut.
Salah satu informan yang penulis jumpai mengatakan bahwa ia telah melakukan sebuah pelanggaran nilai dan norma masyarakat karena telah melakukan perbuatan yang menyimpang, yakni seks bebas.
Seks bebas (free seks) atau dalam masyarakat dilabel “kumpul kebo” merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, melalui perbuatan yang tercermin dalam tahaptahap perilaku seksual dari tahap yang paling ringan hingga tahap yang paling berat yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun agama.
Pasangan yang melakukan hubungan seks merupakan sepasang kekasih yang menjalin hubungan cukup lama, biasanya sekitar 9 bulan sampai 2 tahun. Hal ini didasari oleh rasa saling percaya dan rasa bosan menjalani sebuah hubungan yang cukup lama serta hanya sebatas melakukan tindakan sewajarnya (berpelukan dan berciuman) bagi pasangan kekasih di masa saat ini, masa yang dirasa memiliki informasi muda karena kecanggihan teknologi dan adanya akses tanpa batas dalam melihat setiap kebudayaan diseluruh dunia.
Masuknya kebudayaan barat ditengah masyarakat Indonesia mengakibatkan pengaruh baik dan buruk bagi anak bangsa. Adanya pengaruh baik yaitu semakin mudahnya anak bangsa dalam menggali ilmu dan pengetahuan yang sedang berkembang di negara-negara lain. Pengaruh buruknya yaitu masuknya budaya bebas negara barat dikalangan remaja yang melahirkan budaya baru bagi remaja Indonesia, seperti pergaulan bebas (free seks, clubing, homo seksual, penggunaan narkoba dll).
Keinovatifan pasangan kekasih dalam melewati kebosanan dalam sebuah hubungan asmara, yakni dengan melakukan phone seks. Dimana sepasang kekasih melakukan proses bercinta tanpa melihat pasangannya atau berhubungan seks dengan cara berkomunikasi lewat ponselnya. Hal ini dirasa menghilangkan rasa bosan dan jenuh bagi sepasang kekasih yang telah menjalin asmara selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Akan tetapi, keinovatifan itu justru berdampak negatif bagi pasangan tersebut, karena adanya keinovatifan itu menimbulkan rasa keingintahuan yang besar bagi keduanya. Rasa keingintahunan tersebut menimbulkan sebuah kesempatan bagi keduanya untuk bertindak lebih dari apa yang telah mereka lakukan.
Adanya hasrat serta kesempatan untuk melakukan hubungan seks mendorong keduannya untuk melakukannya dan menjadikan sebuah kebiasaan dalam hubungan asmara mereka untuk melepaskan hasrat dari dalam dirinya.
Free seks pada kalangan remaja Indonesia berakibat pada struktur yang tidak fungsional dari masyarakatnya.
“Struktural Fungsional memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat, dan kebudayaan. Ia menyatakan bahwa obyek apapun yang dapat dianalisis secara struktural-fungsional harus “merepresentasikan unsur-unsur standar (yaitu, yang terpola dan berulang). Ia menyebut hal tersebut sebagai peran sosial, pola-pola institusioanl, proses sosial, pola-pola kultural, emosi yang terpola secara kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, alat kontrol sosial, dan lain sebagainya” (Merton, 1949/1968: 104).
Hal ini sangatlah bertolak belakang bagi masyarakat negara barat yang menganut sistem bebas dan individualis, mampu dengan mudahnya melakukan tindakan diluar norma kesusilaan seseorang. Karena sebuah konsep dari masyarakat barat yaitu melakukan sesuatu sesuka hati asalkan tidak merugikan pihak lain, yang mengakibatkan adanya kehidupan yang bebas dari masing-masing individunya.
Menurut Merton, Ketika sebuah struktur atau institusi dapat memberikan kontribusi pada keterpeliharanya bagian lain sistem sosial, mereka dapat mengandung sebuah konsekuensi negatif bagi bagian lainnya.
Jika negara barat menganggap bahwa free seks merupakan tindakan atau perbuatan yang dianggap umum bagi masyarakatnya, maka hal ini dianggap sangat tabu bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia berpandangan bahwa free seks merupakan tindakan asusila yang dapat melanggar norma hukum dan norma adat masyarakat. Karenanya, masyarakat masih memegang teguh budaya ketimurannya.
Akan tetapi, bagi pasangan kekasih itu tidak beranggapan bahwa tindakan yang dilakukannya dapat berdampak pada struktur fungsional masyarakat, selagi mereka mampu untuk menempatkan dirinya didalam kelompok sosialnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Mead, bahwa “prioritas pada kehidupan sosial mampu memberikan efek bagi individu untuk mementingkan sosialnya serta memberikan individu sebuah pengalaman untuk menempatkan dirinya didalam kelompok sosial dan menyesuaikan dirinya dalam melakukan perbuatan sosial”.
Hal ini dapat diartikan bahwa seberapa banyak pengamalam individu dalam kemampuannya untuk menempatkan diri didalam kelompok sosial yang menyebabkan individu lain tidak mengetahui tindakan yang telah individu tersebut lakukan diluar kelompok sosialnya.
KESIMPULAN
Free seks bagi kalangan remaja sudah tidaklah asing ditelinga masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan adanya ketimpangan struktur fungsional masyarakat akibat maraknya hubungan seks pra-nikah pada kalangan remaja Indonesia, serta penempatkan diri bagi individu dalam kelompok sosialnya mengakibatkan individu lain mengalami kesulitan dalam melihat tindakan yang dilakukan oleh individu tersebut.
 
DAFTAR PUSTAKA
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Poloma, Margaret M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.
Ritzer, George. 2014. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana Offset.
Rumini, Sri. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulaeman, Dadang. 1995. Psikologi Remaja. Bandung: Mandar Maju.

6 komentar pada ““Budaya Free Seks Pra-nikah Pada Kalangan Mahasiswa Kota X”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: