Good Governance dan Good Govermance

Hai teman-teman……
kali ini saya akan membagikan salah satu tugas saya pada mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi semester 4 mengenai Good Governance dan Good Govermance.

Good Governance dan Good Govermance merupakan sebuahb istilah yang hampir sama namun berbeda arti. Di dalam kamus bahasa Inggris ke Indonesia, Government artinya pemerintah dan Governenance artinya penguasaan. Dimana di dalam Jurnal “The Challenge of Good Governance” dari Michiel De Vries dari Administrasi Publik, Radborn University Nijmegan menuliskan bahwa pemerintah (governmance) harus bertindak sesuai dengan kriteria yang ada pada good governence (penguasa yang baik). Oleh karena itu, dapat kita bersama simpulkan bahwa good govermance dan good government merupakan suatu istilah yang saling berhubungan dan saling melengkapi, karena dalam maknanya good governent adalah sebuah aturan atau etika yang harus dilaksanakan oleh pemerintah (government).
Sebagaimana kita tahu, bahwa perwujudan good governance dalam rangka pemberantasan korupsi merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, makalah yang akan kami bahas adalah tentang bagaimana peran yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan yang ada di Indonesia dalam upaya perwujudan Good Governance untuk memberantas korupsi. Kelompok kami memberikan dua cara yang saling berkaitan untuk mewujudkan Good Governance dalam pemberantasan korupsi :
1. Keterbuaan Informasi Publik (KIP)
2. Reformasi Birokrasi, dan
Dua hal diatas adalah permasalahan yang sangat fundamental dalam perwujudan Good Goverance di Indonesia untuk memberantas korupsi. Contohnya adalah pada bab reformasi birokrasi, kami mengambil ide ini dari Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP., M.Si dalam bukunya yang berjudul “Membangun Indonesia Sejahtera, Langkah Nyata Menuju Visi Indonesia 2020” yang menurut kami sangat layak untuk diterapkan di Indonsia pada saat ini.
a. Hubungan antara Good Governance dan Government

Governance atau dalam bahasa Inggris disebut dengan penguasa dan good dalam bahasa Inggris artinya adalah baik. Secara harafiah, kita semua bisa menyimpulkan bahwa pengertian dari Good Governenent adalah pemerintahan yang baik. Good Governant erat kaitanya dengan Good Government dan hal itu dikarenakan dua hal itu merupakan istilah yang saling melengkapi, seperti yang dituliskan dalam Jurnal “The Challenge of Good Governance” dari Michiel De Vries dari Administrasi Publik, Radborn University Nijmegan menuliskan bahwa :
“Governments should act according to all the criteria of good governance. That implies on the basis of rule of law, voice and accountability, political stability and absence of violence, government effectiveness, regulatory quality, and control of corruption. If government would proceed in this way and improve itself as much as possible on these dimensions this is supposed to be sufficient for eradicating societal problems. (Vries,2013:4)”

Menurut Michiel De Vries, pemerintah (government) harus bertindak sesuai dengan kriteria dari Good Governance yaitu menyiratkan pada dasar hukum, suara yang bisa dipertaggungjawabkan, stabilitas politik dan tidak adanya kekerasan, pemerintah yang efektif, peraturan yang berkualitas, dan pengendalian korupsi. Jika pemerintah mau melanjutkan sebaik mungkin pada dimensi ini, pasti akan dapat memberantas masalah sosial.
Dari pengertian diatas, dapat kita lihat bahwa Good Governent merupakan syarat dari pemerintahan yang baik (Good Government), kaena untuk menjadi pemerintahan yang baik harus sesuai dengan kriteria dari Good Governent.
Governance lebih merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan tersebut.
Menurut UNESCAP dalam https://www.unescap.org good governance memiliki 8 karakteristik utama. yaitu partisipatif, berorientasi konsensus, akuntabel, transparan,responsif, efektif dan efisien, adil daninklusif dan mengikuti aturan hukum guna menjamin bahwa korupsi dapat diminimalkan, pandangan kaum minoritas diperhitungkan dan suara-suara yang paling rentan dalam masyarakat didengar dalam pengambilan keputusan. Hal ini juga berkesesuaian dengan kebutuhan sekarang dan masa depan masyarakat.
Menurut BAPPENAS dalam https://bappenas.go.id pemerintah dalam arti yang paling dasar di terjemahkan sebagai sekumpulan orang yang memiliki mandat yang absah dari rakyat untuk menjalankan wewenangnya dalam urusan pemerintahan. Pemerintah menujuk kepada kesatuan aparatur atau badan (lembaga), atau dalam istilah lain disebut sebagai pengelola atau pengurus. Sedangkan “pemerintah” menunjuk kepada perbuatan atau cara atau urusan memerintah, misalnya pemerintah yang adil, pemerintah yang demokratis, dan sebagainya. Namun, secara umum istilah government lebih mudah dipahami sebagai pemerintah yaitu lembaga beserta aparaturnya yang mempunyai tanggung jawab untuk mengurus negara dan menjalankan kehendak rakyat. Sedangkan governance memiliki arti yang lebih kompleks dibanding government karena menyangkut pilar – pilar good governance itu sendiri.
Menurut Prof. Dr. Sofian Effendi, Rektor Universitas Gajah Mada pada tahun 2005 menjelaskan pengertian dari Good Governance serta syarat-syaratnya yaitu :
1. Dalam kamus, istilah “government” dan “governance” seringkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
2. Istilah “governance” sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik hampir 120 tahun, sejak Woodrow Wilson, yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke 27, memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam literatur politik dengan pengetian yang sempit. Wacana tentang “governance” dalampengertian yang hendak kita perbincangkan pada pertemuan hari ini — dan yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai tata-pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan, tata-pamong — baru muncul sekitar 15 tahun belakangan, terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional menetapkan “good governance” sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan mereka. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, istilah “good governance” telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya, penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (BintoroTjokroamidjojo). Tata-pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government).

3. Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan “governance” terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep “pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatiof dan kemitraan. Mungkin difinisi yang dirumuskan IIAS adalah yang paling tepat meng-capture makna tersebut yakni “the process whereby elements in society wield power and authority, and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and social development.” Terjemahan dalam bahasa kita, adalah proses dimana berbagai unsur dalam masyarakat menggalangkekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan mengesahkan kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta pembangunan ekonomi dan sosial.
Prof. Dr. Sofiyan Effendi menambahkan bahwa ada tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni: pemerintah (the state), civil society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan pasar atau dunia usaha. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti, Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas.
Berbagai assessment yang diadakan oleh lembaga-lembaga internasional selama ini menyimpulkan bahwa Indonesia sampai saat ini belum pernah mampu mengambangkan good governance. Mungkin karena alasan itulah Gerakan Reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa dari berbagai kampus telah menjadikan Good Governance, walaupun masih terbatas pada Pemberantasan Praktek KKN (Clean Governance). Namun, hingga saat ini salah satu tuntutan pokok dari Amanat Reformasi itupun belum terlaksana. Kebijakan yang tidak jelas,penempatan personl yang tidak kredibel, enforcement menggunakan, sertra kehidupan politik yang kurang berorientasi pada kepentingnan bangsa telah menyebabkan dunia bertanya apakah Indonesia memang serius melaksanakan good governance?
Tidak perlu disanggah lagi bahwa Indonesia Masa Depan yang kita cita-citakan amat memerlukan Good Governance seperti yang dikonsepsualisasikan oleh IIAS. Pengembangan good governance tersebut harus menjadi tanggungjawab kita semua.
Dalam kondisi seperti sekarang, pemerintah yang selama ini mendapat tempat yang dominan dalam penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi, sukar diharapkan secara sadar dan sukarela, akan berubah dan menjelma menjadi bagian yang efektif dari good governance Indonesia. Karena itu pembangunan good governance dalam menujuIndonesia Masa Depan harus dilakukan melalui tekanan eksternal dari luar birokrasi atau pemerintah, yakni melalui pemberdayaan civil society untuk memperbesar partisipasi berbagai warga negara dalam peneyelenggaraan pemerintahan.
Kekuatan eksternal kedua yang dapat “memaksa” timbuilnya good governance adalah dunia usaha. Pola hubungan kolutif antara dunia usaha dengan pemerintah yang terlah bnerkembang selama lebih 3 dekade harus berubah menjadi hubungan yang lebih adil dan terbuka.
Kunci untuk menciptakan good governance menurut pendapat Prof. Dr.Sofiyan Effendi adalah suatu kepemempinan nasional yang memiliki legitimasi dandipercayai oleh masyarakat. Karena itu mungkin Pemilu 2004 yang memilih Pimpinan Nasional secara langsung, adil dan jujur dapat menjadi salah satu jawaban bagi terbentuknya pemenyelenggaraan pemerintahan yang baik. Itu pun kalau Pemilu tersebut mampu memilih seorang yang kredibel, yang mendapat dukungan popular, dan yang visioner dan kapabel sebagai Presiden ke 6. Sayangnya harapan tersebut belum terealisasi, setahun setelah Presiden yang paling memiliki legitimasi terpilih.

b. Reformasi Birokrasi

Menurut Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP., M.Si dalam bukunya yang berjudul “Membangun Indonesia Sejahtera, Langkah Nyata Menuju Visi Indonesia 2020” untuk menuju Visi Indonesia 2020, beliau perpandangan perlu mewujudkan manajemen pemerintahan yang modern melalui pelaksanaan prinsip-prinsip good governance seperti efisien, efektif, akuntabel, dan transparan. Sebenarnya langkah itu telah digariskan oleh UU No, 39 Tahun 2008 Tentang Kementrian Negara.
Dalam hal itu, reformasi birokrasi mertupakan bagian dari agenda yang harus dilakukan, mengingat kalangan birokrasi merupakan pelaksana langsung operasional pemerintahan itu sendiri. Agenda reformasi birokrasi yang harus dilakukan antara lain secara kultural, dengan mengubah mind set birokrasi yag sesuai dengan era demokrasi. Selain itu, agenda lainnya adalah melakukan reformasi struktur birokrasi pemerintahan menjadi berbentuk piramida, sesuai prinsip structure follow function dan money follow function.
Dengan strukturt berbentuk piramida, maka akan terjadi perampingan kementrian negara yang sejalan dengan desentralisasi urusan-urusan pemerintahan pusat kepada daerah. Dengan pelaksanaan desentralisasi, memang diharapkan peran dari daerah akan termaksimalkan. Mengingat, jumlah dana yang dikucurkan kepada birokrasi di daerah semakin besar. Hal itu perlu dilakukan, karena semakin luasnya ruang lingkup kinerja di daerah, sedangkan birokrasi di pemerintah pusat hanya berperan sebagai supervisi.
Struktur birokrasi berbentuk piramida juga akan membuat birokrasi Indonesia di pusat menjadi miskin struktur dan kaya fungsi. Birokrasi yang ramping dari pejabat publik ini akan menjadikan kinerja dari organisasi negeri ini dinamis serta mampu memberikan pelayanan publik yang prima. Sedangkan pada struktur di level daerah barulah lebih banyak variasi posisi yang memungkinkan untuk meng-cover aneka pekerjaan yang banyak jenisnya. Ini sesungguhnya yang efektif untuk birokrasi di era otonomi daerah. Sehingga rakyat secara langsung dilayani oleh perangkat pemerintahnya di daerah.
Seberapa banyak sebenarnya jumlah dan modal sosial dari Aparatur Negara Republik Indonesia? Aparatur Negara Republik Indonesia terdiri dari 4,7 juta pegawai aparatur sipil negara, 360.000 anggota Polri, dan 330.000 anggota TNI. Semuanya merupakan modal bangsa dan negara yang harus selalu dijaga dengan baik, dikembangkan, dan dihargai. Manajemen sumber daya aparatur sipil negara merupakan salah satu bagian penting dari pengelolaan pemerintahan negara yang bertujuan untuk membantu dan mendukung seluruh sumber daya manusia aparatur sipil negara untuk merealisasikan seluruh potensi mereka sebagai pegawai pemerintah dan sebagai warga negara. Paradigma ini mengharuskan perubahan pengelolaan sumber daya tersebut dari perspektif lama manejemen kepegawaian yang menekankan hak dan kewajiban individual pegawai menuju perspektif baru yang menekankan pada menajemen pengembangan sumber daya manusia secara stretegis (strategic human resource management) agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil negara unggulan selaras dengan dinamika perubahan misi aparatur sipil negara.
Pemerintahan negara yang diperintahkan oleh UUD NKRI Tahun 1945 adalah pemerintahan demokratis, desentralistis, bersih dari praktek-praktek KKN, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik secara adil. Ketentuan tentang bentuk pemerintahan seperti tersebut tertuang dalam berbagai Undang-Undang sebagai pelaksanaan dari UUD NKRI Tahun 1945 yang merupakan sublimasi cita-cita luhur bangsa sebagaimana tercantum dalam UUD NKRI Tahun 1945 tentang tata cara pemerintahan yang baik atau good governance. Untuk menyelenggarakan pemerintahan seperti tersebut perlu dibangun aparatur negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih praktek KKN, berintegritas tinggi, serta berkemampuan dan kinerja tinggi. Sebagai bangsa berpendapatan menengah dan memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi, serta mempunyai kehidupan politik yang semakin demokratis yang rakyatnya punya kesadaran politik semakin tinggi.
Dalam kondisi seperti tersebut masyarakat Indonesia akan menuntut pelayanan publik yang semakin baik, semakin terjangkau dan bermutu tinggi, antara lain pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan bermutu tinggi, sarana dan prasarana transportrasi yang lebih baik, dan sarana komuikasi yang state of the art. Untuk memenuhi tuntutan pelayanan publik yang setara dengan negaa maju lainnya sangat diperlukan aparatur negara yang profesional, mampu menggalang kemitraan dengan pihak swasta, berkinerja tinggi, akuntabel, bersih dari KKN, sehingga perlu dijamin tingkat kesejahteraannya.

c. Keterbukaan Informasi Publik (KIP)

Berkaitan dengan pengakuan terhadap HAM, khususnya dalam hubungannya dengan hak atas informasi publik, Pasal 28 F UUD 45 menegaskan:Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam negara hukum yang demokrasi, negara dilaksanakan berdasarkan amanat rakyat. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara, pemerintah bertanggungjawab kepada rakyat. Segala informasi yang dihasilkan dalam hal penyelenggaraan negara merupakan milik rakyat.Sebagai langkah mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) sekaligus mewujudkan bentuk konkrit perlindungan hak asasi manusia maka diperlukan landasan atau instrumen yuridis yang kuat untuk mengatur keterbukaan informasi yang transparan, terbuka, partisipatoris dalam seluruh proses pengelolaan sumberdaya publik mulai dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasi (dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pelaksanaan maupun kebijakan-kebijakan, dan juga Peraturan Daerah), serta instrumen yang lainnya, yakni instrumen materiil (sarana prasarana), dan instrumen kepegawaian (sumberdaya manusia). Pelaksanaan akan fungsi pemerintahan dilakukan dengan cara mendayagunakan instrumen-instrumen pemerintahan, yang dapat diklasifikasikan menjadi: Instrumen yuridis, meliputi: peraturan perundang-undangan (wet en regeling), peraturan kebijaksanaan (beleidsregel), rencana (het plan), dan instrumen hukum keperdataan; Instrumen materiil; Instrumen personil atau kepegawaian; Instrumen keuangan negara.
Penggunaan instrumen pemerintahan dalam rangka pelaksanaan fungsi pemerintahan harus bertumpu pada prinsip-prinsip Negara Hukum dan asas-asas yang mendasari masing-masing instrumen tersebut (W. Riawan Tjandra, 2008 dalam Retnowati, 2012:57). UU KIP, merupakan instrumen yuridis dalam rangka pelaksanaan fungsi pemerintah, khususnya dalam rangka menyediakan informasi publik. Dalam pengaturan pada Pasal 2 UU KIP diatur tentang penyelenggaraan informasi publik yakni: Pada dasarnya informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi, kecuali untuk informasi yang dirahasiakan sebagaimana diatur oleh undang-undang, kepatutan dan kepentingan umum yang didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan pertimbangan untuk melindungi kepentingan yang lebih besar. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh oleh setiap pemohon informasi publik dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana.Adapun yang dimaksud informasi publik adalah berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU KIP, yaitu informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan undang-undang ini, serta informasi lain yang juga berkaitan dengan kepentingan publik. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU KIP: yang dimaksud dengan informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta, maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 tersebut di atas maka sifat informasi yang wajib disediakan dan diumumkan adalah Maximum Acces Limited Exemption,yakni akses seluas-luasnya terhadap informasi publik dengan pengecualian yang ketat dan terbatas.

Dalam ketentuan pada Pasal 17 UU KIP diatur beberapa pengecualian informasi, informasi yang dikecualikan antara lain:
1. Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan Informasi Publik;
2. Yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
3. Yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
4. Yang dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
5. Yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional;
6. Yang dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri;
7. Yang dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
8. Yang dapat mengungkap rahasia pribadi;
9. Memorandum atau surat-surat antar badan publik atau intra badan publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
10. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang Keterbukaan akan informasi publik merupakan suatu kewajiban setiap badan publik yang mana meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan termasuk juga yaitu organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang mana sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Dalam negara hukum demokrasi seperti Indonesia, keterbukaan informasi publik dalam penyelenggaraan negara atau pemerintahan merupakan hak rakyat. Pelaksanaan keterbukaan informasi publik dalam penyelenggaraan suatu negara atau pemerintahan, merupakan perwujudan adanya tata pemerintahan yang baik (Good Governance). Keberadaan UU KIP memberikan pencerahan dalam penyelenggaraan suatu negara atau pemerintahan dan jaminan kepastian hukum terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan turut serta mengontrol penyelenggaraan negara atau pemerintahan. Keterbukaan akan informasi publik berdasarkan pengaturannya bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi dengan beberapa pengecualian, yang ditetapkan di dalam UU KIP. Perangkat atau instrument yang harus dipersiapkan dalam rangka pelaksanaan keterbukaan informasi publik khususnya oleh pemerintah daerah adalah, SDM (keahlian, mental) dan sarana prasarana yang memadai sesuai perkembangan teknologi informasi.
Untuk mendukung pelaksanaan dari keterbukaan informasi publik dalam rangka Good Governance, maka pemerintah daerah harus menyiapkan sarana prasarana, SDM yang punya kemampuan (skill), dan kemauan serta komitmen dari seluruh penyelenggara pemerintahan atau badan publik (pemerintah pusat atau daerah dan aparat atau komponennya) untuk melaksanakannya.Pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan serta dukungan penegak hukum yang profesional dan yang menjunjung tinggi keadilan.

d. Peran dan Hubungan Good Governance, Reformasi Birokrasi, dan Keterbukaan informasi publik dalam mewujudkan upaya pemberantasan Korupsi di Indonesia

Peran dan hubungan antara Good Governance, reformasi birokrasi, dan keterbukaan informasi publik dalam upaya pemberantasan korupsi terjadi secara saling berkaitan. Artinya, Good Governance atau pemerintahan yang baik, bersih, dan bertanggung jawab akan tercipta apabila pemertintah yang ada di Indonesia melakukan reformasi birokrasi yaitu dengan membentuk struktur pemerintahan yang berbentuk piramida sehingga birokrasi Indonesia yang ramping pejabat publik dan kaya fungsi. Sedangkan pada struktur level daerah, barulah lebih banyak variasi posisi yang mengcover aneka pekerjaan yang banyak jenisnya. Ini sangatlah efektif untuk diterapkan di era otonomi daerah seperti sekarang ini. Selain itu, dengan sedikitnya pejabat publik akan dapat ditekan lagin kualitas sumber dayanya dan dapat meningkatnnya menjadi sumber daya aparatur sipil yang unggulan dan dari aparatur negara yang sedikit itu tentunya dapat kita kembagkan dan dengan lebih mudah untuk memperbaiki kualitasnya serta menjadikan sumber daya profesional, mampu menggaet kemiktraan, dan tentunya bisa bebas dari praktek KKN. Hal yang terakhir adalah tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan suatu pemerintahan yang Good Governance ada tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni: pemerintah (the state), civil society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan pasar atau dunia usaha. Jadi, adalah suatu kewajiban bagi ketiga unsur tersebut untuk saling berinteraksi, salah satu caranya adalah dengan salaing terbuka antar tiga elemen dan keterbukaan informasi publik adalah salah satu hak dari rakyat agar mecegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan pada birokrasi.
Berbagai assessment yang diadakan oleh lembaga-lembaga internasional selama ini menyimpulkan bahwa Indonesia sampai saat ini belum pernah mampu mengambangkan good governance. Mungkin karena alasan itulah Gerakan Reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa dari berbagai kampus telah menjadikan Good Governance, walaupun masih terbatas pada Pemberantasan Praktek KKN (Clean Governance). Namun, hingga saat ini salah satu tuntutan pokok dari Amanat Reformasi itupun belum terlaksana. Kebijakan yang tidak jelas,penempatan personil yang tidak kredibel, enforcement menggunakan, sertra kehidupan politik yang kurang berorientasi pada kepentingnan bangsa telah menyebabkan dunia bertanya apakah Indonesia memang serius melaksanakan good governance?
Tidak perlu disanggah lagi bahwa Indonesia Masa Depan yang kita cita-citakan amat memerlukan Good Governance seperti yang dikonsepsualisasikan oleh IIAS. Pengembangan good governance tersebut harus menjadi tanggungjawab kita semua.

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Kuliah SosAnt. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: