Budaya Sebagai Sistem Kognitif

Kali ini saya akan membagikan artikel tugas kuliah saya pada mata kuliah Teori-teori Budaya pada semester 4 mengenai Budaya Sebagai Sistem Kognitif.

Budaya Sebagai Sistem Kognitif

            Budaya dipandang sebagai sistem pengetahuan Menurut Ward Goodenoug. Kebudayaan dalam suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang harus diketahui oleh seluruh anggota masyarakat dalam bertindak atau cara berperilaku yang dapat diterima oleh seluruh individu dalam suatu masyarakat. Budaya adalah segala sesuatu yang ada dalam pikiran manusia, model-model yang dimiliki manusia untuk menerima, menghubungkan, kemudian menafsirkan segala sesuatu mengenai fenomena material. Jadi budaya bukan hanya berbentuk meterial saja seperti benda-benda, manusia, tingkah laku atau emosi melainkan berbentu organisasi yang berasal dari hal-hal tersebut.

            Kebudayaan terdiri atas pedoman-pedoman untuk menentukan apa, untuk menentukan apa yang dapat menjadi, untuk menentukan apa yang dirasakan seseorang tentang hal itu, untuk menentukkan bagaimana berbuat tentang hal itu, dan untuk menentukkan bagaimana caranya menghadapi hal itu.

            Goodenough mempertentangkan pandangan ideasionalnya tentang kebudayaan dengan pandangan yang digunakan oleh orang-orang adaptionist yang telah didiskusikan dalam bagian terdahulu, yang melihat kebudayaan sebagai “pole kehidupan dalam suatu komuniti” yaitu : kegiatan yang dlakukan secara berulang kali secara ajeg dan susunan materi dan sosial”. Maka kesimpulannya Goodenough memandang budaya  secara epistemologi  beradadalam alam yang sama dengan bahasa  (langue  dari Sas sure atau  competence  dari Chom sky), sebagai aturan -aturan ideasional yang  berada di luar bidang yang dapat diamati dan diraba. Dengan konsep yang seperti ini, bahasa adalah salaah satu subsistem dari budaya, dan peneliti antropologi kognitif berharap atau menduga bahwa metode-metode dan model-model linguistik (seperti: yaitu analisa kom ponential,  emic  lawan  etic,  kerangka  eliciting,  dan  lain -lain) memadai untuk digunakan untuk bidang yang lain.

            Analisa budaya sebagai sistem kognitif tidak berkembang terlampau jauh di luar usaha pemetaan terhadap daerah-daerah sematik yang terikat secara terbatas dan ketat. Usaha-usaha oenting untuk merumuskan pengetahuan kultural yang diperlukan untuk peningkatan penampilan atau mengoperasikannya dalam situasi-situasi sosial tertentu telah dilakukan oleh Frake (18), Metzger dan Williams (57), Wallace (83), Spradley (77), A gar  (1) dan Iain – Iain. Namun demikian, adalah mengesankan untuk dilihat kembali bahwa optimisme penyebaran antropologi kognitif mula-mula dulu ternyata pada akhirya  hanya menghasilkan beberapa kepingan karangan deskripsi kultural saja. Lebih jauh, antropologi kognitif bahkan hanya menghasilkan beberapa sketsa tentang struktur dan organisasi budaya sebagai siste kognitif secara menyeluruh. Pemikiran tentang  “grammar  kultural” telah terbukti tidak produkktif dan tidak memadai dalam menghadapi kekayaan dan kerumitan pengetahuan dan pengalaman manusia. Bahkan lebih menyedihkan lagi, ahli “etnografi baru” belum menyusun satu cetak biru tentang bagaimana caranya satu sistem kognitif yang menyeluruh dapat diorganisasikan. Karena  itu gam baran-gambaran rinci yang disajikan dalam etnografi mereka tidak dapat disusun ke dalam satu kerangka yang lebih luas. Pan dangan yang kurang luas seperti ini, saya kira, telah menutupi kenyataan tentang betapa luasnya bidang -bidang budaya yang tidak terjangkau oleh penelitian dangkal etnografi-formal (antropologi kognitif).

Budaya Sebagai Sistem Simbolik

            Membahas kebudyaan memilik cara lain yaitu dengan cara  memandang kebudayaan sebagai sistem makna dan simbol yang dimiliki bersama oleh seluruh masyarakat.

            Pandangan yang kuat dari Geertz terhadap budaya yang ditunjang satu aliran kemanusiaan yang luas, makin lama makin menjadi aliran yang sistematis. Sesperti Levi Strauss, Geertz berada pada puncak pemikirannya ketika dia menciptakan Grand Theori dalam menafsirkan bahan-bahan etnografi yang khusus. Namun berbeda dari Levi Strauss dia menemukan kekhususan tersebut dalam kekayaan dalam kehidupan manusia yang sesungguhnya, dalam satu persebungan ayam, dalam satu upacara kematian, dalam satu peristiwa pencuria biri-biri. Bahan analisisnya bukanlah mitlogi atau adat istiadat yang terlepas dari konteks dan akar masyarakatnya. Bahan tersebut terikat dengan manusia-manusia di dalam tingkah laku simbolik mereka.

            Geertz melihat pndangan kognitif Goodenough dan para ahli etnografi baru sebagai pandangan reduksionis dan formalistik yang kabur. Bagi Geertz makna tidak terletak di kepala orang. Simbol dan makna dimiliki bersama oleh anggota masyarakat, terletak diantara mereka, bukan di dalam diri mereka. Simbol dan makna bersifat umum bukan pribadi. Sistem kultural adalah ideasional, sama seperti ideasionalnya Kwartet Beethoven. Sistem itu berada di luar atau di antara manifestasinya dalam pikiran individu atau penampilan konkrit. Pola-pola kultural, kata-kataanya tidak metafisikal. Seperti batu dan mimpi, “mereka  adalah benda dalam dunia nyata”.

            Geertz menganggap pendangannya tentang budaya adalah semiotik, mempelajari budaya berarti mempelajari aturan-aturan makna yang dimiliki bersama. Dengan meminjam satu arti dari text yang lebih luas dari Ricoeur, Geertz pada akhir-akhir ini menganggap satu kebudayaan sebagai satu kumpulan teks. Karena itu antropologi satu usaha penafsiran bukan usaha menguraikan dengan cara memecahkan. Dan enafsiran harus dikembangkan menjadi deskripsi yang mendalam yang harus diikatkan secara mendalam ke dalam kekayaan konteks kehidupan sosial.

            Geertz tidak punya optimisme ethnoscience bahwa aturan kultural dapat diformalkan seperti sebah tata bahasa, juga tidak puya ketangkasan dalam menguraikan isi sandi seperti cara Levi Strauss. Penafsiran teks kultural adalah pekerjaan yang memerlukan waktu dan sulit. Bagaimana satu kebudayaan (sebgai satu kumpulan teks) dapat dirangkum bersama, belum pernah dikerjakan dengan jelas. Mungkin Geertz aan setuju bahwa kita masih pada tingkat awal dalam usaha menemukan hal tersebut.

            Ketika dia melangkah menggeneralisasikan agama, ideologi, dan pikiran sehat sebagai sistem kultural, dan tentang konsep konsep Orang Bali tentang waktu dan manusia suatu gambar ten tang hubungan antara ranah-ranah kultural mulai muncul. Pandangannya tentang pemolaan budaya muncul secara lebih hidup da lam satu analogi yang dibuat oleh Wittgenstein antara bahasa kita dan sebuah kota: “satu jaringan gang-gang dan lapangan-lapangan” yang merupakan lapisan endapan waktu, dikelilingi oleh satu sususan pemisah gang dan lapangan yang rapi terhadap bagianp-bagian odern yang terencana adalah sama seperti bahasa formal matematika dan sains.

            Kata Geertz budaya adalah sama seperti kota tua. Kota yang biasanya dikaji oleh orang-orang antropologi. Tidak seperti kota modern, kota ini hanya punya sedikit kota-kota satelit dan terencana, itu pun kata Geertz, membuat usaha orang antropologi untuk menemukan sektor-sektor yang sama dengan kota satelit filsafat, hukum dan ilmu penegtahuannya yang terencana dengan rapi di kota ideasional tersebut sedikit menjadi semu. Analoggi ini nampak hidup. Geertz teah membuat sebuah usaha yang patut dicatat dalam menjelajahi beberapa sektor kota-kota tua dan kacau. Memperkenalkan jiwa yang subtil dari jalan-jalan dan peta kasar mereka, dan menggeneralisasikan sektor-sektor yang sama pada kota-kota yang berlainan. Rencana yang menyeluruh dari kota-kota budaya ini belum dapat di lihat lagi. Di tempat lain Geertz mengingatkan mengenai bahaya dari penganalisa yang membuat peta satu budaya dengan cara tertentu sedemikian rupa melebih-lebihkan dan merapi-rapikan integrasi dan konsistensi internalnyadi mana nyatanya hanya integrasi kecil dan sering kali yang ada hanyalah ketidakadaan hubungan dan kontradiksi internal. Dia menciptakan perumpamaan menarik lain:

            “Masalah analisis budaya adalah ma salah menentukan saling ketergantungan sekaligus saling keterkaitan, masalah menentukan jurang sekaligus jembatan. Citra yang tepat , kalau seseorang harus punya citra, mengenai organisasi kultural, adalah bukan merupakan  jaringan laba-laba maupun onggokan pasir. Organisasi kultural lebih menyerupai gurita yang tangan- tangannya se bagian besar terintegrasi secara terpisah, syaraf – syarafnya kurang begitu baik berhubung an satu dengan lain dan dengan pusat kontrol di otaknya. Namun demikian gurita ter sebut mampu berputar dan melindungi dirinya, meskipun untuk sekejap, sebagai satu

gairah hidup”

            Satu arah yang masih berkaitan, meski sedikti berbeda, telah diambil oleh David Schneider. Seperti Geertz Schneider mulai dengan satu kerangka kerja aliran Parsons, tetapi dia juga mengembangkan dalam satu cara tersendiri (lebih banyak mendekati pandangan Dumont).

            Pandangan Schneider tentang budaya sangat jelas dinyatakan dalam kata pendahuluan pada bukunya  American Kinship: A Cultural Account. Budaya menurut Schneider adalah satu sistem simbol dan makna. Budaya merangkum kategori-kategori atau unit-unit dan aturan-aturan tentang hubungan sosial dan perilaku. Kedudukan epistemologi tentang unit-unit kultural atau things tidak tergantung ada sifatnya yang yang dapat di observasi. Baik hantu atau kategori orang mati adalah kultural. Aturan dan kategori tidak harus disimpulkann secara langsung dari perilaku. Mereka berada sedemikian rupa pada satu bidang yang terpisah. De finisi unit dan aturan  tidak  berdasarkan atas, dibatasi oleh, ditarik dari, dibangun sesuai dengan, atau dikembangkan dalam, bentuk observasi tingkah laku dalam  arti langsung dan sederhana.

            Sebagaimana diperjelas oleh analisis kekerabatan Schneider, dia percaya bahwa analisis tentang budaya sebagai sistem simbol dapat menguntungkan kalau dilakukan secara bebas di luar “bentuk-bentuk peristiwa yang aktual” yang dapat diamati oleh seseorang sebagai kejadian dan tingkah laku. Katanya ada pertanyaan -pertanyaan penting yang harus diajukan tentang hubungan bidang simbol kultural dan bidang kejadian yang dapat diamati sehingga seseorang dapat “menemukan bagaimana bangunan-bangunan kultural muncul, hukum -hukum yang menga tur perubahan mereka, dan dalam cara–cara apa saja mereka dihubungkan secara sistematis dengan bentuk-bentuk peristiwa kehi dupan yang aktual”. Tetapi dalam tulisannya akhir-akhir ini dia lelah memilih untuk meninggalkan tugas itu kepada orang lain. Lebih baru lagi, Schneider (72) telah mengembangkan dan memperjelas konsepsi budayanya. Dia membedakan satu level aturan atau norma “bagaimana melakukan ini” yang mengajarkan seseorang perilaku tentang bagaimana caranya berlayar dalam dunia sosialnya. Namun dalam analisis kultural dia ingin mengambil satu langkah yang lebih jauh, memisahkan “sistem simbol dan makna yang melekat dalam sistem normatif, tetapi satu aspek yang khas darinya yang dapat dengan mudah diabstraksikandarinya”.

            Geertz lebih terikat kepada asumsi -asumsi Weberian (sebagai yang dilakukan Parsons). Satu ranah dari  sistem sosial  (kekerabatan, atau agama, atau ekonomi, atau politik) dikorek ke luar, dan ranah kultural yang berhubungan dengan itu dianalisis. Satu analisis kultural yang murni  dapat melacak  dengan baik interaksi simbol, pre mis, dan prinsip susunan di mana saja mereka muncul. Dan satu peta sistem kultural  sebagai satu peringk at yang terpisah,  katanya, akan terlihat sangat berbeda daripada satu  i nterpretasi tentang korelasi kultural dari institusi sosial. Pada akhirnya dia mengusulkan satu analisis kultural yang murni yang “tidak tercemar oleh kajian tentang sistem sosial nya”. Dan hanyalah setelah tugas awal yang logis ini (untuk pelacakan hubungan antar bidang-bidang kultural, sosial, dan psikologi), dapat dikerjakan maka kehidupan sosial dari suatu masyarakat atau tindakan-tindakan individu dapat dimengerti.

Sumber            : Roger M. Keesing. Teori teori Budaya. Dalam

(journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/download/3313/2600)

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Kuliah SosAnt. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: