LAPORAN PEMETAAN AWAL STRUKTUR AGRARIA DI DESA MAOSLOR KECAMATAN MAOS KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH

Kali ini saya akan membagikan artikel tugas kuliah saya pada mata kuliah Sosiologi Pedesaan semester 4 mengenai  Pemetaan Awal Struktur Agraria Di Desa Maoslor Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Maoslor merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Desa Maoslor merupakan desa yang dekat dengan pantai selatan. Banyak masyarakat yang bekerja sebagai nelayan namun, dalam hal pertanian masyarakat desa Maoslor juga banyak yang bekerja sebagai petani entah itu sebagai pemilik lahan atau hanya penggarap lahan milik orang lain.

Dalam kegiatan bertani, di desa Maoslor juga masih menggunakan sistem pertanian yang masih tradisional seperti pada desa-desa yang berada di Jawa Tengah pada umumnya. Namun masyarakat yang memiliki lahan, kebanyakan dari mereka adalah orang yang memiliki profesi lain atau bekerja di sektor lain seperti guru, polisi, pegawai dan lain-lain. Maka dari itu mereka membutuhkan orang lain untuk dapat membantu enggarap lahan pertaniannya dengan baik. Naamun banyak juga dari mereka masyarakat desa Maoslor yang bekerja sebagai buruh tani.

Di desa Maoslor, kepemilikan tanah juga menjadikan seseorang tersebut berada di tingkatan atau stratifikasi yang tinggi di dalam masyarakat. Maka tidak heran sebagian besar dari mereka yang memiliki uang lebih mereka lebih dimanfaatkan untuk membeli lahan pertanian sebagai tabungan mereka yang kelak dapat di manfaatkan di hari yang akan datang atau untuk bekal anak cucu mereka.

Pembahsan

  1. Struktur penguasaan tanah

Dibeberapa pedesaan terutama di desa Maoslor penguasaan tanah tradisonal masih banyak dipakai. Dalam studi sosial ekonomi pertanian tentang masalah penguasaan tanah di pedesaan Indonesia dilakukan penyederhanaan dalam pengelompokkan bentuk-bentuk penguasaan tanah ke dalam 2 kelompok besar yaitu (1) milik dan (2) bukan milik, yang terdiri dari sewa, bagi hasil, gadai, dan lain sebagainya. Di desa Maoslor lahan merupakan aset pertama bagi masyarakat pedesaan dan pemilik lahan akan menentukkan status sosialnya. Dalam hal struktur penguasaan tanah masyarakat desa Maoslor, pemilik tanah lebih banyak menggunakan tenaga orang lain untuk menggarap lahan pertaniannya. Karena sebagaian besar masyarakat desa Maoslor yang memiliki lahan pertanian mereka adalah dari kalangan yang memiliki profesi lain dan bukan mutlak hanya bekerja sebagai petani. Maka dari itu mereka tidak dapat menggarap lahan pertaniannya sendiri sehingga lebih mengandalkan orang lain dalam menggarap sawahnya sehingga terjadi sistem bagi hasil pada pasca panen. Untuk kegiatan sewa juga ada yang melakukannya. Pemilik lahan menyewakan tanahnya kepada orang lain untuk memenanam hasil pertaniannya dengan biaya yang telah di sepakati oleh mereka berdua antara pemilik dan penyewa. Hasil pertanian dari lahan sewa dinikmati oleh penyewa saja dan pemilik lahan tidak berhak mendapatkan hasil panennya. Namun kegiatan gadai lahan pertanian di desa Maoslor sangat jarang dijumpai. Karena dari mereka para pemilik lahan pertanian lebih senang lahannya di tanami sendiri hasil pertanian dan lahan disewakan daripada atau digadaikan kepada orang lain.

  1. Status dan bentuk kepemilikan tanah

Bentuk-bentuk atau status penuasaan tanah di desa Maoslor sebagai berikut :

  1. Tanah yasa yaitu kepemilikan tanah yang diperoleh dengan cara membuka hutan yang dimiliki perseorangan secara turun-temurun. Jenis lahan pertanian yang dimiliki adalah sawah irigasi dengan tamanan yang meliputi, padi, singkong, ubi jalar, jagung, kacang panjang, cabai, dan lain-lain.
  2. Tanah jual beli yaitu kepemilikan tanah yang diperoleh dengan cara membeli lahan dari orang lain yang menjual lahannya. Dalam hal ini tidak ada keterlibatakan dengan desa atau instansi. Kesepakatan untuk menjual dan membeli atas dasar rasa kepercayaan. Hal ini jelas memudahkan mereka.
  3. Tanah bengkok yaitu kepemilikan tanah milik desa yang diperuntukkan bagi pejabat desa terutama lurah, yang hasilnya dianggap sebagai gaji selama mereka menduduki jabatannya. Namun ketika masa jabatannya telah selesai atau berakhir maka tanah tersebut wajib dikembalikan kepada desa.
  4. Distribusi kepemilikan tanah

Kepemilikan sawah memang terpusat kepada beberapa orang saja. Distribusi kepemilikan tanah di desa Moaslor banyak melalui proses jual beli lahan. Jual beli lahan yang dilakukan antara penjual dan pembeli tidak ada sangkut pautnya dengan desa atu instansi. Mereka melakukan jual beli tanah karena adanya prinsip kepercayaan. Hal ini terjadi karena tanah di desa Maoslor masih memiliki fungsi sosial yang sangat besar dan tidak terkait dengan kepentingan pasar. Petani masih melihat sawah sebagaimana adanya. Tanah sebagai aset yang diolah terlebih dahulu dan ditanami, tanah belum dilihat sebagai alat untuk memperoleh keuntungan.

  1. Ketunakismaan (landlesness)

Kepemilikan tanah tidak selalu mencerminkan penguasaan tanah, karena memang ada beberapa jalan untuk menguasai tanah dengan melalui sakap, sewa dan lain-lain. Pemilik tanah luas di desa Maoslor tidak selalu menggarap sawahnya sendiri. Mereka terkadang membutuhkan orang lain untuk membantu menggarap sawahnya. Sebaliknya pemilik tanah sempit dapat juga menggarap lahan milik orang lain melalui sewa atau sakap di samping menggarap tanahnya sendiri. Dengan demikian penduduk pedesaan dapat dikelompokkan menjadi (1) pemilik penggarap murni, yaitu petani yang hanya menggarap tanahnya sendiri, (2) penyewa dan penyakap murni yaitu mereka yang tidak memiliki tanah tetapi mempunyai tanah garapan melalu sewa atau bagi hasil (3) pemilik penyewa dan pemilik penyakap yaitu mereka yang di samping menggarap tanahnya sendiri juga menggarap tanah milik orang lain (4) pemilik bukan penggarap (5) tunakisma mutlak yaitu mereka yang tidak benar-benar memiliki tanah dan tidak mempunya tanah garapan (sebagian mereka adalah buruh tani dan hanya sebagian kecil saja yang memang pekerjaannya bukan petani).

  1. Pendapatan dan distribusinya

Di desa Maoslor pada golongan pemilikan tanah yang lebih luas, rata-rata pendapatan rumah tangga per tahun juga lebih besar. Terdapat lima hal yang mempengaruhi pendapatan pendapatan dalam pertanian yaitu harga benih padi, urea dan harga pestisida, luas lahan dan pengeluaran lainnya. Dengan adanya kenaikan pengeluaran untuk membeli benih padi maka keuntungan yang dipeloreh mengalami penurunan. pada musim kemarau petani penyakap mempunyai tingkat produksi dan efisiensi yang relatif sama dengan petani pemilik penggarap. Strategi yang digunakan petani penyakap untuk menutupi kelemahan dalam posisi ekonomi ketika harus meningkatkan tingkat produksi dan efisiensi ekonomi adalah dengan memakai tenaga keluarga yang banyak sehingga dapat menekan total biaya. Petani yang memiliki lahan lebh luas akan memperoleh pendapatan lebih besar dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan lebih sempit.

  1. Kemiskinan di pedesaan

Di desa Maoslor tingkat ketunakismaan cukup tinggi , tingkat penyakapan cenderung sejajar dengan tingkat ketunakismaan. Meskipun kesempatan kerja di luar bidang pertanian mungkin meningkat namun ternyata bahwa struktur pemilikan tanah tetap berpengaruh terhadap distribusi pendapatan yang berarti merupakan salah satu faktor penentuan kesejahteraan masyarakat desa Maoslor. Dengan adanya berbagai program pembangunan sekarang ini, ternyata masih cukup banyak masyarakat desa Maoslor yang tergolong miskin.

Kesimpulan

Penguasaan tanah di desa Maoslor dibagi dalam dua kelompok yaitu milik dan bukan milik. Status dan kepemilikan tanah ada 3 macam yaitu tanah yasa, tanah jual beli dan tanah bengkok. Distribusi kepemilikan sawah lebih banyak terjadi karena adanya kegiatan jual beli tanah dengan prinsip kepercayaan diantara penjual dan pembeli. Ketunakismaan yang ada di desa Maoslor beranekaragam mulai dari pemilik, pemilik bukan penggarap mereka yang tidak bekerja di sektor pertanian. Pendapatan dan distribusi hasil tani tergantung pengeluaran para petani dalam proses penggarapan sawahnya. Lalu tingkat kemiskinan yang ada di desa Maoslor masih cukup tinggi.

Daftar pustaka

Collier, William. 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah (Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa). Jakarta: PT Gramedia

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Kuliah SosAnt. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: