GAYA HIDUP REMAJA TENGGER

November 15th, 2015 by putri novitasari Leave a reply »

Modernisasi media televisi seringkali menjadi pandangan seluruh masyarakat karena media televisi saat ini bukan hanya memberikan hiburan semata, akan tetapi memberikan sebuah wahana yaitu berupa informasi dan komunikasi sehingga masyarakat dapat lebih berkembang melalui adanya media televisi seperti tambahnya ilmu pengetahuan dan dengan adanya televisi masyarakat Ngadas dapat mengetahui kabar-kabar terkini dari luar daerah. Dalam hal ini maka media televisi dapat berpengaruh terhadap pola perilaku remaja karena terbukti dengan adanya perubahan-perubahan seperti pola berpakaian, bahasa pergaulan, model rambut dan sebagainya yang telah terjadi pada remaja di desa Ngadas.
Untuk memecahkan permasalahan diatas, maka saya melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi dan interview. Hasil dari penelitian ini dapat dipaparkan bahwa kehidupan masyarakat Ngadas pada saat ini jauh lebih maju dari ketika arus medernisasi sebelum masuk dan melanda daerah ini, hal ini ditunjukkan dengan adanya perkembangan cara mereka berladang , disamping itu juga sarana-sarana modernisasi seperti televisi telah masuk ke Ngadas sehingga mereka mudah mendapatkan informasi terkini dan juga mendorong mereka untuk mengikuti arus yang dibawa oleh modernisasi.
Media televisi mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan para remaja baik itu perkembangan dalam berinteraksi sosial dalam pergaulannya maupun dalam perkembangan kognisi para remaja, adanya tayangan-tayangan di televisi yang menyuguhkan cerita-cerita para remaja membuat mereka termotivasi untuk meniru gaya-gaya hidup yang disuguhkan oleh televisi, walaupun terkadang yang mereka tiru adalah bersifat negatif dalam hal pola perilaku dalam pergaulan mereka.

Dalam observasi pada waktu itu, kelompok saya mendapat Tema tentang Kehidupan Remaja dengan Topik Gaya Hidup Remaja Tengger. Anggota kelompok kami terdapat 10 anak. Ketika melakukan kegiatan observasi, kelompok kami dipecah menjadi 5 jadi masing-masing 2 orang yang saling menyebar, itu dilakukan agar kami banyak memperoleh data dan dapat segera menyelesaikan observasi. Kebetulan saya mendapat pasangan untuk observasi bersama Anjar. Cukup lama saya dan Anjar mencari informan namun nampaknya agak sulit karena target yang kami cari nampaknya tidak ada. Kebetulan pada saat itu waktu siang menjelang sore mungkin para remajanya masih bersekolah atau bekerja di ladang. Hanya ada para orang tua dan jarang sekali kaum pemuda-pemudinya. Hampir cukup lama saya dan Anjar mencari informan akhirnya kami mendapatkan informan seorang ibu rumah tangga bernama Rumi (34 tahun) yang beragama Hindu dan seorang gadis bernama Lila (15 tahun) yang beragama Islam dan masih duduk di bangku SMP. Meskipun mereka berbeda agama rupanya mereka sangat rukun.
Kebetulan kami mendapatkan informan anak remaja dan seorang ibu rumah tangga yang masih tergolong masih muda sehingga kami mudah untuk memperoleh data. Kami bertanya pada kedua informan tersebut bahwa dalam masyarakat Suku Tengger, menyukai lawan jenis diperbolehkan, hanya saja pihak laki-laki harus berkunjung keruah pihak perempuan untuk berkenalan dengan keluarga pihak perempuan khususnya kedua orang tua pihak perempuan, atau biasa disebut pendekatan dalam bahasa ngetrennya. Jika pendekatan itu dirasa sudah cukup dan kedua keluarga sudah saling mengenal dan merasa cocok maka diwajibkan melangsungkan pernikahan. Karena dalam Suku Tengger tidak diperbolehkan untuk berpacaran.
Usia yang diperbolehkan adalah ketika perempuan sudah berusia 20 tahun dan laki-laki sudah berusia 25 tahun dan laki-laki tersebut sudah memiliki pekerjaan supaya dapat menghidupi keluarganya nanti. Menikah dengan berbeda agama disana tidak dilarang. Jika nanti dari pernikahan tersebut mempunyai anak maka ketika anak beranjak dewasa maka si anak berhak memilih agama apa yang akan dia anut. Orang tua tidak akan memaksakan kehendak, si anak bebas memilih agamanya sendiri.
Meskipun dilarang untuk berpacaran, remaja Suku Tengger rupanya suka nongkrong ketika malam minggu ataupun ketika waktu libur sekolah. Jika nongkrong biasanya di warung bakso, main PS, futsal. Itu semua dilakukan oleh para remaja laki-laki saja karena anak gadis dilarang keluar rumah ketika malam hari. Apalagi yang masih remaja, sangat dilarang sekali seorang gadis keluar ketika malam hari. Biasanya ketika waktu libur sekolah remaja disana berkunjung ke tempat wisata yang ada disana seperti safana, bukit teletubies, gunung bromo. Terkadang ketika waktu sekolah libur gadis remaja disana membantu orang tuanya untuk membersihkan rumah dan yang laki-laki membantu di ladang.
Untuk teknologi sendiri mereka sudah menggunakan ponsel bahkan sudah mengenal yang namanya internet. Hanya saja mereka menggunakan ponsel hanya untuk sekedar sms atau menelfon saja.Mereka tidak menggunakan ponsel untuk bermain jejaring sosial. Mereka juga sudah mengenal jejaring sosial yang namanya facebook namun mereka tidak menggunakannya karena bagi mereka bermain facebook banyak dampak negatifnya daripada positifnya. Namun sudah ada beberapa yang menggunakan akun facebook namun hanya beberapa saja dan sangat jarang sekali.
Para remaja disana sangat penurut sekali kepada kedua orang tua mereka. Jika orang tua memerintah untuk melakukan sesuatu pasti mereka langsung mematuhinya selagi perintah itu baik, tidak ada yang membangkang. Itu kelebihan dari remaja Suku Tengger yang patut di tiru.
Ternyata remaja disana sudah ada yang mengenyam bangku perguruan tinggi, bahkan sudah ada beberapa yang menjadi sarjana. Kebanyakan dari mereka yang sudah menjadi sarjana bekerja di kota seperti kota Malang. Namun yang sangat disayangkan adalah jika pembayaran yang mereka terima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan atau tidak sepadan dengan pekerjaan mereka maka mereka akan kembali ke desa untuk bekerja di ladang karena bagi mereka bekerja di ladang lebih menjanjikan dan menghasilkan uang yang banyak.

Kehidupan pada masyarakat Tengger sudah semakin maju karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Semakin majunya pola kehidupan mereka tidak berarti bahwa mereka telah meninggalkan sisi ketradisional yang pernah dimiliki. Dengan adanya pengaruh-pengaruh dari luar, mereka masih tetap mampu memperthankan nilai-nilai tradisionalnya. Hingga sekarang, mereka hidup dalam suasana kedamaian sebagai rakyat petani di lereng-lereng pegunungan yang curam, namun secara bertahap telah ikut menikmati hasil kemajuan modern dalam batas-batas tertentu.

Advertisement

3 comments

  1. anisa aulia azmi berkata:

    mohon diberi keterangan yang jelas remaja Tengger dan Desa Ngadas itu tepatnya ada dimana.

  2. Sofiyatin berkata:

    background blognya masih sederhana, diedit lagi agar kelihatan lebih menarik 🙂

  3. PUTRI AYU berkata:

    thanks kak sudah berbagi wawasan…

Tinggalkan Balasan