Modernisasi Pada Masyarakat Jawa

          Sedherek-sedherek, kadhos pundi kabaripun? hehe. Postingan kali ini mau bahas tentang modernisasi pada masyarakat Jawa nih. Materi ini dipelajari di mata kuliah Struktur Masyarakat Jawa di semester 2.

        Masyarakat Jawa memiliki tradisi pemikiran yang sangat unik, bersifat metafisik, serta lekat dengan mistikisme. Bentuk aplikasi dari tradisi pemikiran masyarakat Jawa ini bersifat material maupun non – material. Adanya tradisi pemikiran masyarakat Jawa yang mistis ini mengakibatkan masyarakat Jawa menggunakan cara – cara yang tidak logis atau irasional. Bukan hanya pada kalangan masyarakat Jawa saja yang mengaplikasikan cara – cara irasional, namun pemerintah juga mengaplikasikan cara – cara tersebut ketika menghadapi situasi ketidakberdayaan.

            Pamberton dalam On the Subject of “Java” menceritakan bahwa hidup dan berkembangnya narasi mistis pada masyarakat Jawa menjelang gerhana matahari total  pada 11 Juni 1983. Pada saat itu pemerintah Indonesia melarang masyarakat untuk menyaksikan secara langsung peristiwa gerhana dan tetap berdiam diri di rumah. Pemerintah membuat wacana bahwa jika melihat langsung gerhana matahari total yang disebabkan karena matahari dimakan oleh raksasa dapat menyebabkan kebutaan. Akibatnya, sebagian besar orang Jawa benar – benar tidak berani keluar rumah dan bahkan menutupi genting kaca rumahnya dengan kertas. Hal ini jelas menunjukan bahwa masyarakat Jawa pada masa itu memiliki pola pikir yang irasional.

            Kini, arus modernisasi dengan rasionalitas instrumental sebagai unsur utama telah masuk di kehidupan masyarakat Jawa. Akibatnya, narasi – narasi yang dibangun atas dasar pola pikir mistikisme khas Jawa mendapat gangguan dari pola pikir rasional instrumental.

            Soemardjan (1981) menjelaskan bahwa meskipun kepercayaan mitologi Jawa masih dipraktikkan di masyarakat, tapi munculnya institusi pendidikan member pengaruh terhadap perubahan sosial sekitar tahun 1957. Sekolah menjalarkan pengetahuan modern yang berbeda dengan cara berpikir lama. Pada masa ini sekolah – sekolah modern telah tumbuh pesat. Sekolah mengajarkan rasionalitas baru yang menyingkirkan pengetahuan – pengetahuan lama. Sekolah “memaksa” siswa untuk menerima pengetahuan modern. Logika ilmu pengetahuan modern tidak hanya beroperasi di luar istana, tapi telah merasuki cara berpikir sentana dan abdi dalem. Orang “pintar” di istana tergeser oleh intelektual sekolahan, dan fungsi dukun diambil alih oleh dokter. Pengetahuan tentang mistikisme dapat mengalami krisis jika bertentangan dengan pengetahuan di sekolah.

            Beberapa upacara adat yang masih dilaksanakan telah kehilangan makna awalnya, bahkan beberapa tradisi Jawa tidak lagi berbentuk paten seperti dahulu. Tindakan pada upacara adat tidak lagi didasarkan pada tindakan rasional berbasis nilai, tapi turun menjadi tindakan tradisional yang tidak dimaknai lagi dan tanpa refleksi. Bahkan ketika pengetahuan mampu menjelaskan gejala aneh secara cepat, masyarakat tidak lagi mengaitkan fenomena aneh dengan magis.

            Saat ini narasi penuh mistik, khas model berpikir masyarakat Jawa tersebut bergeser menjadi tafsiran yang lebih rasional. Secara umum, kepercayaan terhadap hal – hal mistis tidak lagi dipercaya secara mantap. Masyarakat berubah menuju pola berpikir yang rasional dan pragmatis. Meski demikian, tipologi masyarakat tidak tunggal, tapi berlapis – lapis. Bagian dalamnya masih ada orang yang yakin dengan mistis, di lapisan lebih luar terdapat orang yang yakin dengan logika mistis, di lapisan lebih luar terdapat orang yang “setengah percaya” dengan logika mistis, di bagian selanjutnya merupakan orang yang “percaya tidak percaya”, dan bagian terluar merupakan orang yang menggunakan logika rasional dan anti terhadap pola pikir mistikisme.

         Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa mistikisme tidak lagi menjadi ideologi utama masyarakat Jawa. Kepercayaan terhadap nilai – nilai mistis tidak lagi dipercaya secara mantap oleh sebagian besar masyarakat. Pengetahuan – pengetahuan yang baru dapat muncul kembali jika pengetahuan rasional belum berhasil memberi jawaban terhadap sebuah persoalan. Perubahan cara berpikir mistis menuju rasional melahirkan pola pikir peralihan yaitu pola “setengah percaya” dan “percaya tidak percaya”.

Sumber :

Jaya, Pajar Hatma Indra, Juni 2012, “Dinamika Pola Pikir Orang Jawa di Tengah Arus Modernisasi”. Volume 24, No. 2, https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/1056/885, 9 Juni 2016.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: