Resume Buku Back Door Java Karya Jan Newberry

Image result for jan newberry backdoor java        Hallo, apa kabar? terima kasih kamu masih menjadi pembaca Galeri Pengetahuan. Postingan kali ini berisi tentang tugas mata kuliah Kajian Etnografi Semester 3 yaitu resume per chapter buku Back Door Java karya Jan Newberry. Isi bukunya menarik banget lho. Tugas ini merupakan materi tentang contoh catatan etnografi pada masyarakat Jawa.

Pendahuluan

            Masyarakat Jawa beranggapan bahwa rumah tidaklah sebatas tempat tinggal saja, namun rumah bisa memberikan suatu identitas bagi penghuninya atau bahkan identitas dari masyarakat yang bertempat tinggal di kampung dimana letak rumah tersebut. Setiap bagian rumah memiliki makna tertentu. Seperti halnya makna yang cenderung kepada hubungan sosial antar masyarakat. Rumah dapat menjadi ‘masalah’ jika salah satu bagiannya tidak ada atau sengaja ditiadakan. Ketiadaan pintu belakang yang merupakan salah satu bagian dari rumah bagi orang Jawa menimbulkan beberapa masalah seperti hubungan antar anggota masyarakat, dan lain sebagainya.

            Adanya pemaknaan masyarakat Jawa terhadap pintu belakang ini telah menarik perhatian Jan Newberry yang merupakan seorang etnografer dari Universitas Leithbridge, Alberta, Kanada yang melakukan penelitian etnografi di Indonesia sejak tahun 1992. Pada mulanya, Newberry akan melakukan penelitian mengenai kaitan antara masyarakat pertanian dan negara di sebuah kampung sudut kraton Yogyakarta bernama kampung Rumah Putri. Namun pada kenyataannya ia justru menghabiskan waktu di dapur orang Jawa diantara orang miskin dan masyarakat kelas pekerja. Hasil penelitiannya ini telah dipublikasikan dalam bentuk buku dengan judul Back Door Java yang menjelaskan bagaimana peran penting pintu belakang rumah bagi masyarakat Jawa. Berdasarkan buku karya Jan Newberry tersebut, saya akan mencoba mereview berdasarkan pemahaman saya setelah membaca buku tersebut.

Melalui Pintu Belakang yang Hilang, Sebuah Jalan Masuk

     Masyarakat di sekitar rumah kontrakan Newberry beranggapan bahwa rumah yang ditempati oleh Newberry tersebut memiliki hal yang dianggap mistis seperti berhantu, yang menjadikan hingga Newberry kembali kembali rumah tersebut belum ada yang mengontrak. Tetapi Newberry tidak merasa puas terhadap jawaban masyarakat mengenai alasan rumah itu tetap kosong, sehingga membuat Newberry mengorek lebih dalam mengenai hal tersebut. Setelah adanya diskusi lebih lanjut dengan masyarakat, Newberry menemukan bahwa cerita hantu itu merupakan suatu cerminan dari sebuah masalah struktural yang lebih dalam mengenai rumah tersebut dimana yang menjadi alasannya adalah bahwa rumah tersebut tidak memiliki pintu belakang rumah atau back door Java.

Ketiadaan pintu belakang rumah telah dipandang oleh masyarakat sekitar sebagai suatu masalah. Bagian belakang rumah yang ditembok permanen telah memberi batas antara apa yang sebelumnya merupakan pekarangan keluarga yang lebih terbuka yang sekaligus merupakan pintu keluar ke sebuah gang sempit yang merupakan jalan pintas bagi masyarakat. Ketiadaan pintu belakang tidak hanya menimbulkan masalah hubungan kekerabatan, tapi dari sisi pesan yang dikirimkannya mengenai hubungan pertukaran dalam kampung dan masyarakat mengenai keadaan sosio-ekonomi masyarakat kampung yang berubah – ubah.

Bagi masyarakat Jawa, pintu belakang rumah sama pentingnya dengan pintu depan rumah yaitu untuk hubungan sosial masyarakat di kampung. Pintu depan dan pintu belakang rumah kampung merupakan bagian yang penting bagi masyarakat Jawa untuk memelihara ikatan yang membentuk masyarakat. Penggunaan dari kedua pintu tersebut berkaitan dengan jantung rumah dan peranan rumah dalam tata perlambangan, sitem gender dan kekerabatan, dan dalam reproduksi rumah tangga serta masyarakat. Pintu belakang di Jawa terbuka untuk keluar masuk ruang rumah tangga, ruang yang bentuknya berkaitan dengan tukar – menukar lokal, proyek nasional, jaringan kekerabaran kampung, pekerjaan laki – laki dan perempuan, dan kegiatan sehari – hari negara.

Kampung

            Masyarakat di kampung yang disebut kampung rumah putri tersebut merupakan orang biasa yang tidak terlalu miskin, yang merupakan masyarakat kelas pekerja.

Kampung merupakan lingkungan tetangga dan wilayah tempat tinggal. Definisi lain menyebutkan bahwa kampung merupakan bagian dari struktur administrasi yang meliputi wilayah perkotaan dan pedesaan serta terlentang dari kelompok – kelompok kecil perumahan hingga ke tingkat provinsi. Menurut masyarakat, penduduk awal di kampung rumah putri tersebut bekerja sebagai abdi dalem kraton Yogyakarta dan bergerak di bidang pertanian.

Struktur administrasi yang ada di kampung merupakan hasil dari berbagai upaya dalam menentukan garis – garis batas masyarakat dan tata pemerintahan yang efektif di Indonesia, khususnya pada masyarakat Jawa. Terdapat dua tahap penting dalam perkembangan kampung, yaitu pembaruan administrasi – administrasi di luar kraton oleh Belanda, dan perubahan yang terjadi selama pendudukan Jepang.

Karena terkait dengan kehidupan ideal pedesaan di masa lalu, maka kampung memiliki arti bagi masyarakatnya, tidak hanya karena negara menekankannya namun juga terkait dengan ide – ide tentang bagaimana orang Jawa asli hidup bersama, bekerja, dan melakukan pertukaran. Sehingga kampung dapat dilihat sebagai ‘ekonomi moral’.

Rumah

            Menurut orang Jawa, rumah tidak hanya dianggap sebagai tempat tinggal, tapi sebuah pemaknaan yang bisa memberikan suatu identitas bagi penghuni atau pemilik rumah tersebut atau bahkan masyarakat dimana letak rumah tersebut berada.

            Untuk melakukan penelitian dengan berpartisipasi menjadi bagian dari masyarakat kampung rumah putri, Newberry bertekad untuk menggelar ritual yang lazim dilakukan oleh masyarakat setempat. Tekadnya ini lah yang membawanya menjadi berkeinginan untuk mengadakan slametan. Menurut Clifford Geertz, slametan adalah pengungkapan ringkas beberapa nilai – nilai utama Jawa yang saling berhubungan dan saling memperkuat. Tapi bagi Newberry, ritual ini merupakan upacara memberi makan anggota masyarakat. Makanan dihidangkan untuk warga masyarakat, sanak keluarga, tetangga, serta roh dengan imbalan selamat (hlm. 63).

            Ketiadaan pintu belakang memiliki pengaruh besar dalam hajatan tersebut. Bu Sae yang merupakan tetangga terdekat Newberry berinisiatif mengatur proses memasak makanan untuk disajikan kepada tamu tanpa menunggu instruksi dari Newberry. Bu Sae menghendaki agar proses memasak dilakukan di dapur rumahnya dengan alasan ketiadaan pintu belakang rumah kontrakan Newberry yang tidak memungkinkan untuk mencari tambahan jika sewaktu – waktu terjadi kekurangan sesuatu, seperti kurang gelas, piring, ataupun teh (hlm. 64). Tamu pantag menyaksikan kekurangsiapan dari yang memiliki hajat (empunya hajat). Karena itu, kesuksesan dalam slametan mengacu pada keterampilan mengelola dan menyiapkan makanan. Aturan ini menuntut Newberry untuk meng’iya’kan “kekurangajaran” bu Sae dalam mengambil alih tugas sebagai tuan rumah (yang memiliki hajat) meski merasa dianggap sebagai orang asing di rumah sendiri.

            Newberry mengamati fungsi pintu belakang rumah dengan adanya acar slametan ini, yaitu bagaimana dapur di kampung melakukan kegiatan khususnya dalam mengadaka acara bersama. Selain itu, dengan melihat bagaimana pada acara tersebut dilakukan oleh dua rumah dan dua dapur sehingga terlihat unsur – unsur rumah Jawa dari sisi arsitektur dan sosial, selain itu dapan dilihat pula peran sosial laki – laki dan perempuan (gender) dalam pembinaan rumah tangga pada masyarakat. Menurut Newberry, pada slametan  ini terdapat peran rumah sebagai lembaga sosial dalam masyarakat, dan karenanya rumah menjadi pangkalan tempat kerja laki – laki dan perempuan bekerja sama memberi makan masyarakat, dan sebagai fokus bagi sanak saudara.

            Pada dasarnya, hubungan pertukaran yang bertumpu pada pengalaman bersama dalam pertukaran atau hubungan kekerabatan merupakan cara untuk berbagi makanan. Makanan disiapkan dan dibagikan melalui pintu belakang rumah, dan memanfaatkan pemuda pemudi kampung. Makanan harus ditutup dan diberikan secara diam – diam.

Rumah Tangga

            Rumah tangga pada buku Back Door Java diartikan sebagai ekonomi rumah tangga yang dibedakan dari ekonomi formal berdasarkan pekerjaan berbayar. Selain itu, rumah tangga diartikan juga sebagai unit penyiapan pangan yang berarti bahwa sekumpulan orang yang hidup dalam satu atap (rumah) dan saling memberikan dukungan langsung antara sesamanya, yang berada dibawah pimpinan kepala keluarga. Istilah keluarga dgunakan oleh masyarakat kampung dan kegiatan pemerintah Indonesia untuk memaknai arti rumah tangga. Rumah tangga di kampung rumah putri berfungsi untuk menjaga agar keluarga tetap dapat bertahan hidup dan mengelola reproduksi untuk kepentingan negara.

            Newberry menemukan seorang ibu yang berstatus janda yang tinggal bersama keluarga anak perempuannya dan membantu mengasuh anak – anak serta melakukan pekerjaan rumah tangga sehingga anaknya bisa bekerja di luar rumahnya. Pada situasi seperti ini, laki – laki di kampung memiliki peran yang sama dengan perempuan (istrinya) yaitu seperti mengasuh cucunya. Perempuan tua yang hidup sendiri seringkali terpaksa menjadi pengusaha kecil yang bekerja di rumah, menjual barang – barang buatan mereka sendiri, atau menjadi pekerja pembuat kerajinan tangan yang hasilnya akan dijual. Jadi, bagi kebanyakan perempuan pedesaan, apa yang dilakukan selama ini merupakan kerja sampingan dalam perdagangan atau industri rumah berskala kecil menjadi cara utama bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan. Perempuan pedesaan yang telah berumur cenderung menetap di industri kerajinan tangan tradisional, sedangkan perempuan yang lebih muda cenderung memanfaatkan peluang kerja pada sektor manufaktur.

            Reproduksi memiliki peranan utama dalam menjalankan program – program keluarga yang dinaungi oleh PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga). Reproduksi dalam hal ini memiliki arti yang sangat luas, tidak hanya menghasilkan keturunan (bayi) saja, melainkan juga menciptakan angkatan kerja dan bentuk – bentuk kehidupan sosial tertentu. Para istri didesak untuk membangun kegiatan dan keterampilan usaha kecil agar dapat membantu keluarga masing – masing. Sehingga organisasi nasional istri – istri itu mendukung reproduksi sejumlah tenaga kerja yang dapat dipekerjakan secara tidak tetap, murah, dan siap pakai. Melalui program kesehatan anak dan keluarga, PKK terlibat dalam reproduksi anggota masyarakat yang baik dari segi sosial maupun politik.

Rumah Kediaman

            Rumah kediaman pada buku Back Door Java diartikan sebagai peran kaum perempuan kampung sebagai alat menghasilkan reproduksi sosial berbiaya rendah yang diajarkan melalui program – program pemerintah. Istilah rumah kediaman berarti bahwa baiknya perempuan yaitu berada di rumah, mengasuh dan mendidik anak, masyarakat, hingga negara.

            Pertemuan ibu – ibu rumah tangga yang terlihat biasa – biasa saja ternyata memiliki peranan penting yaitu sebagai cerminan suara masyarakat dalam satu lingkungan kelas pekerja perkotaan. Rumah kediaman dianggap sebagai suatu unit alami dengan emosi, sentimen, dan moralitas bidang rumah tangga. Selain itu pula, rumah kediaman berfungsi sebagai tempat berlindung, tempat menghormati orang tua, ikatan batin, nilai – nilai keluarga, serta habitat malaikat rumah tangga.

            Newberry menuliskan bahwa posisi perempuan yang baru sebagai hakim moral ini menempatkan mereka pada garis depan pembangunan nasional dan kampanye melalui dorongan moral (hlm. 181). Berdasarkan hal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa perempuan memiliki peran yang sangat penting pada pembentukan moral dalam keluarga. Penempatan perempuan pada garis depan pembangunan nasional ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga di seluruh masyarakat Indonesia yang diberikan melalui program – program PKK.

Melalui Pintu Belakang Rumah Tangga: Pintu Keluar

            Dengan mengikuti sekelompok ibu – ibu kampung dalam tugas reproduksi dan produksi mereka sehari – hari, Newberry merasa seperti diberikan kesempatan untuk berwisata mengenai ruang rumah tangga di perkotaan Jawa dan ruang rumah tangga tersebut diperluas dari dalam struktur rumah menuju puncak gunung – gunung magis sehingga menyulitkan untuk menentukan garis – garis batas ruang rumah tangga. Perjalanan tersebut telah menunjukkan bahwa topografi reproduksi dan pekerjaan rumah tangga terbentang luas dan jauh diluar pintu rumah atau bahkan pintu kampung.

Catatan Akhir

            Pada buku Back Door Java, Jan Newberry telah membuat argumentasinya tentang bagaimana untuk mencapai budaya kelas pekerja agar dapat memahami interaksi antar anggota masyarakat kampung, khususnya kampung rumah putri dengan kekuasaan negara serta dampak dari kekuasaan negara serta dampak dari kekuasaan negara tersebut. Dalam memperoleh data penelitian lapangan yang akurat, Newberry melakukan wawancara dengan masyarakat, observasi atau pengamatan langsung atas apa yang benar – benar terjadi di lingkungan tersebut. Newberry dalam melakukan penelitian ini mengambil jalan dengan membaur dengan masyarakat kampung rumah putri dan menjalani kehidupan layaknya masyarakat Jawa di lingkungan tersebut. Selain itu, penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan berbagai literatur dari beberapa buku karya para tokoh antropologi.

            Agak sulit bagi saya untuk memahami keseluruhan isi buku karya Jan Newberry ini karena terdapat beberapa kata dan kalimat – kalimat khas etnografi yang kurang saya mengerti. Namun secara keseluruhan isi bukunya sangat menarik, terutama penggambarannya mengenai kehidupan masyarakat kampung rumah putri dan pemaknaannya terhadap peran dan fungsi pintu belakang rumah (back door Java). Saya jadi memahami kehidupan masyarakat kampung di perkotaan karena buku ini menyorot kehidupan masyarakat perkotaan di sudut kota Yogyakarta (lingkungan kraton) selama masa pemerintahan orde baru yang mengupas budaya – budaya kelas pekerja sebagai cara untuk memahami interaksi antar anggota masyarakat kampung dengan kekuasaan negara, terutama pada pekerjaan serta kehidupan sehari – hari kaum perempuan dan budaya masyarakat kampung kelas bawah. Selama saya membaca buku tersebut, saya memiliki gambaran bagaimana bentuk pintu belakang rumah yang merupakan cerminan dari hubungan sosial antar tetangga (masyarakat) di kampung tersebut. Selain itu, saya juga membandingkan dengan keadaan rumah – rumah di lingkungan tempat tinggal saya yang dahulu juga hampir semua rumah memiliki pintu belakang rumah namun seiring berjalannya waktu, sekarang di tutup dengan tembok atau pagar permanen, sehingga sangat sedikit sekali rumah yang memiliki pintu belakang rumah. Dengan membaca buku ini, saya baru menyadari makna sebenarnya dari pintu belakang rumah untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial antar anggota masyarakat yang ternyata dengannya dapat berlangsung suatu pertukaran sosial.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: