“Baca Buku Itu Kekunoan, Bukan Kekinian”, Masa Sih?

Haloooo, berikut ini merupakan contoh opini dalam karya ilmiah populer. Tugas ini merupakan tugas dari mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah Populer yang dipelajari di semester 4.

            Sejak dahulu, para guru dari semua jenjang pendidikan di Indonesia telah menanamkan suatu doktrin yang cukup bagus. Mereka selalu menggembor-gemborkan bahwa buku adalah jendela dunia yang memberikan semua informasi yang ada di dunia ini, maka rajin-rajin lah membaca buku. Dengan buku, manusia tidak perlu benar-benar terlibat pada masa lalu, tetapi tetap bisa berimajinasi dan mendapatkan ilustrasi tentang sejarah yang pernah ada dan tak bisa terhapuskan. Tapi sangat disayangkan bahwa doktrin itu tidak “mujarab” lagi pada masyarakat Indonesia, terutama pada pemuda atau remaja. Bahkan lebih miris lagi ketika doktrin itu hanya sekedar angin lalu atau dalam istilah kekinian dikatakan hanya masuk kuping kiri keluar kuping kanan.

            Indonesia baru saja memperingati hari buku pada 17 Mei lalu. Hari buku di Indonesia diperingati sebagai suatu ajakan agar masyarakat Indonesia semakin sering dan rajin membaca buku yang digadang-gadang sebagai jendela dunia itu. Sebenarnya tanpa peringatan hari itu pun buku akan tetap menjadi hal yang urgen dalam kehidupan manusia. Triliunan buku dengan berbagai tema dan judul telah tersebar di Indonesia, dimana-mana dengan mudah kita menemukan buku. Namun sayangnya tidak semua orang di Indonesia mengenal hari buku tersebut. Mungkin hanya segelintir orang yang tahu dan ikut memperingati hari buku, itupun mereka yang merupakan bagian dari kalangan masyarakat yang gemar membaca buku. Mungkin telah menjadi suatu kebiasaan yang berakar bahwa peringatan hari-hari besar selama ini yang harus diketahui hanyalah hari besar yang berkaitan dengan keagamaan dan kepahlawanan (heroik) saja.

            Seiring perkembangan dan kemajuan teknologi, sekarang ini semakin sulit untuk menemukan pemuda atau remaja yang gemar membaca buku. Semakin canggih teknologi, semakin rendah minat baca buku pada kalangan remaja. Kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu untuk mendengarkan musik, menonton drama, sinetron, film, chatting di sosial media, nongkrong dengan teman-temannya, dan sebagainya. Seolah-olah hal tersebut telah membutakan mereka akan budaya membaca buku. Sehingga buku-buku yang ada menjadi terbengkalai dan hanya sebagai “pajangan” saja.

            Budaya membaca buku ini lazimnya dilakukan oleh semua orang tanpa memandang status sosial, latar belakang, kelas sosial, dan lain sebagainya walaupun sebagian selama ini tetap ada idiom-idiom masyarakat bahwa membaca dianggap sebagai sesuatu yang mahal oleh masyarakat kelas menengah kebawah, hanya masyarakat tertentu yang dianggap berstatus sosial tinggi seperti dokter, pejabat, mahasiswa, guru, dan lain sebagainya yang seolah hanya mereka yang boleh membaca buku, sedangkan sebagai masyarakat biasa atau yang bisa dikatakan masyarakat kelas menengah ke bawah cukup hanya dengan membaca koran saja kerena harganya terjangkau sedangkan menurut mereka harga buku itu cukup mahal. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang salah kaprah dalam memahami budaya baca buku. Padahal banyak pihak baik dari pemerintah maupun komunitas-komunitas yang telah menyediakan layanan buku gratis.

            Selain itu, pemerintah telah membuat berbagai upaya untuk meningkatkan minat baca pada masyarakat Indonesia. Seperti membuat perpustakaan daerah, perpustakaan keliling, layanan perpustakaan online, dan bahkan membuat aplikasi perpustakaan nasional untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, sehingga semakin memudahkan masyarakat dalam mengakses.

            Perkembangan teknologi ini terjadi di semua bidang yang telah menggeser fungsi buku sebagai bahan literasi, dan lain-lain. Misalnya pada bidang pendidikan, para pelajar kini lebih memilih mengambil jalan pintas untuk browsing di internet ketimbang mencari secara manual di buku. Mereka menganggap bahwa data yang didapat dari internet lebih mudah dan praktis karena bisa langsung disalin untuk dimasukkan ke dalam tugas mereka yang akhirnya dapat menimbulkan tindak plagiarisme. Tentunya hal ini akan menjadikan penyimpangan tujuan dari pemberian tugas yang sebelumnya bertujuan untuk mencerdaskan pelajar yang justru menjadi sarana perbudakan manusua oleh internet, sehingga menimbulkan ketergantungan pada teknologi internet. Mereka tidak lagi berminat untuk membaca buku dan memandang bahwa membaca buku itu merupakan sesuatu yang kuno dan ketinggalan zaman. Padahal dengan mencari data di internet, belum tentu kontennya dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Walaupun telah disediakan beberapa perpustakaan baik di sekolah maupun di kampus, namun faktanya  perpustakaan tersebut hanya dianggap sebagai formalitas atau pelengkap sarana dan prasarana pendidikan yang menyimpan buku semata. Hanya sedikit pemuda dan pelajar yang telah memiliki suatu kesadaran membaca dan berkunjung ke perpustakaan, sehingga perpustakaan yang ada terlihat sepi dan hanya ramai di saat-saat tertentu saja yang mendesak pelajar untuk pergi ke perpustakaan dan membaca buku. Sebaik, seluas, senyaman, dan selengkap apapun perpustakaan tetap saja lebih ramai di mall dan spot wifi. Sepinya perpustakaan ini jelas sekali menunjukkan bahwa minat baca buku pada kalangan pemuda dan pelajar masih sangat rendah.

            Nampaknya rendahnya minat baca buku ini disebabkan oleh faktor perubahan sosial dan kebudayaan yaitu penemuan-penemuan baru berupa ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih yang telah menyebabkan perubahan perilaku masyarakat. Perkembangan teknologi membuat masyarakat menjadi semakin malas membaca dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk memanfaatkan canggihnya teknologi. Selain itu, faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi minat baca masyarakat, dimana masyarakat seringkali banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak mempunyai motivasi untuk membaca buku sehingga masyarakat menjadi “tertular”.

            Dari semua itu, bisa dilihat betapa mirisnya tingkat peminatan baca masyarakat Indonesia yang cukup rendah. Berbagai fasilitas pelayanan perpustakaan untuk menarik minat pembaca ternyata belum cukup untuk menarik minat baca buku masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat perlu dihimbau untuk membudayakan membaca dan menulis buku, sehingga dapat merubah anggapan masyarakat mengenai membaca buku dari sesuatu yang kuno menjadi sesuatu yang kekinian.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: