Hanya Blog Biasa, Tak Spesial karena Tak Pakai Telur Dua
Hanya Blog Biasa, Tak Spesial karena Tak Pakai Telur Dua

Duit Setitik, Hancur Semua Pengharapan Akan Masa Depan.Praktik Politik Uang Merajai, Dan Korupsi Pun Menjadi-Jadi.

Pemilihan Kepala Daerah

Indonesia, negara kepulauan yang berdiri atas nama pejuangan ini adalah salah satu negara berpotensi besar yang masih membangun diri bangsa agar semakin kuat. Negara ini adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak-hak akan rakyatnya, karena kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Negara demokrasi dengan segala keunikannya ini memiliki berbagai macam suku, bahasa, dan agama yang beraneka-ragam dimana menjadi satu membentuk wajah Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika

Sebagai salah satu negara demokrasi yang berkepulauan. Dalam urusan administrasi ,Indonesia dibagi menjadi daerah-daerah dimana pembagian ini kemudian diharapkan mampu mempermudah segala macam urusan yang diperlukan dalam mengatur segala halnya lebih mendalam hingga pada tingkatan yang paling kecil. Daerah-daerah ini lebih dikenal dengan daerah otonom dimana memiliki berbagai tingkatan diantaranya adalah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan/Desa, dan pada tingkatan yang paling kecil adalah RT/RW.

Beberapa urusan diemban daerah otonom, dimana pasti diperlukannya Kepala Daerah yang memimpin ,mengarahkan serta mengkoordinasikan semua urusan yang telah diutus dari pihak pusat. Sistem Pemerintahan pun terbentuk pada lingkup setiap daerah . Sebagai negara demokrasi yang meng agungkan hak, pilihan rakyat, Indonesia menerapkan system demokrasi tersebut salah satunya adalah dalam penentuan Pemimpin , baik menentukan  Presiden dan Wakil Presiden, tetapi juga menentukan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Bupati bahkan hingga Kepala Desa.

Dalam memilih Kepala Daerah, akan diadakan melalui Pemilihan  Kepala Daerah yang dipilih langsung oleh masyarakat daerah terkait. Dalam beberapa kesempatan, Pemilihan Kepala Daerah ini dipilih secara serentak bukan hanya di satu daerah dan satu tingkatan saja melainkan juga memilih pada lebih dari satu daerah dan bahkan tingkatannya, ini dikarenakan masa pembentukan daerah tersebut atau pengangkatan Kepala Daerah yang hampir atau bahkan bersamaan waktu. Salah satu yang baru saja dilakukan adalah Pemilihan Kepala Daerah Serentak pada tahun 2018 ini yang dilakukan di 171 daerah jumlah ini lebih banyak dibandingkan padaPilkada sebelumnya. Dari 171 daerah tersebut diantaranya adalah 17 Provinsi, 39 Kota, dan 115 Kabupaten. Dimana daerah ini tersebar mulai dari pulau Sumatera hingga ke Papua. Tanggal Pelaksanaan Pilkada Serentak ini yaitu pada hari Rabu tanggal 27 Juni 2018 kemarin.

Pilkada dan Seserahannya

Tidak dapat dipungkiri Pilkada sebagai salah satu ajang pesta rakyat dan pengharapan pada masa depan tidak dapat terhindar dengan “seserahan” pesta megahnya. Seserahan ini mungkin terdengar sangat menggiurkan tetapi berbagai fakta pun mencuat dari dalamnya. Mungkin terdengar sangat meyakinkan dan menarik juga bagi sebagian besar rakyat kecil yang dijadikan target oleh para Politikus yang Pesimis ini. “Seserahan” yang dimaksud dalam hal ini adalah mengenai Politik uang yang sudah menjadi rahasia umum dan budaya masyarakat saat pesta rakyat dijalankan.

Berbagai macam kebijakan dicoba untuk memberantas dan memperkecil kemungkinan praktik ini dilakukan. Mulai dari sosialisasi massal dengan pendekatan langsung, maupun gencar melalui media sosial.Caara terseut dinilai cukup efektif untuk membangun kesadaran masyarakat bahwa hak sura dan hak untuk masa depan yang lebih baik tidak daspat dibeli hanya dengan selembaran dan recehnya uang. Adapun upaya dalam hal regulasi yaitu pemindahan pelaksanaan Pilkada dari Pusat kepada daerah melaui DPRD. Namun beberapa pihak menilai cara ini masih kurang efektif. Menurut Iza Rumesten (2014: 350) menganggap cara tersebut masih kurang efektif karena hanya akan mengalihkan “seserahan”  tersebut kepada anggota DPRD yang berwenang dalam penanganan Pilkada daripada kepada masyarakat.

Catatan mengenai pelanggaran politik uang yang pernah terjadi adalah sebagai berikut, dilansir dari laman www.nasional.kompas.com Selama masa tenang Pilkada 2018 , dari tanggal 24 – 26 Juni 2018 total terdapat 35 kasus Politik Uang yang ditindaklanjuti Bawaslu. Ratna Dewi P selaku  Anggota Bawaslu RI  menyatakan  dugaan politik uang paling banyak terjadi di Sulawesi Selatan yakni dengan 8 kasus. Selanjutnya, Sumatera Utara dan Lampung masing-masing 7 kasus. Provinsi Jawa Tengah terdapat 5 kasus dugaan politik uang selain itu Provinsi Sulawesi Barat dan Banten dengan 2 kasus. Selanjutnya Sulawesi Tenggara, bangka Belitung, Jabar, dan Jatim masing-masing satu kasus.

Sedangkan pada Pilkada Serentak pada tahun 2017 dilansir dari laman www.nasional.sindonews.com  selama Pilkada berlangsung tercatat 600 temuan Politik Uang yang tersebar di semua daerah yang mengadakan Pilkada Serenmtak tahun 2017. Menurut Muhammad selaku Ketua Bawaslu menyatakan bahwa penemuan ini terbilang masih lebih sedikit dibandingkan dengan Pilkada Serentak pada tahun 2015 karena jumlah wilayah pilkada yang lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2015. Disebutkan pula oleh Muhammad modus pemberian “seserahan” ini bermacam-macam mulai dari diberikan secara langsung maupun berupa barang tertentu.

Dan Pada Pilkada Serentak Politik Uang yang ditemukan cenderung lebih besar karena jumlah daerah yang mengadakan juga lebih banyak. Dilansir pada laman www.nasional.tempo.com ,Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak mengaku menerima 1000 laporan tentang [politik uang dalam pilkada serentak ,awal Desember 2015. Dari beberapa Pilkada yang telah dilaksanakan terlihat jumlah pelanggaran akan Politik Uang masih eksis dan membudaya.

Apabila Pilkada masih sangat beresiko terjadinya Praktik Politik Uang , lalu mengapa Pilkada secara langsung masih tetap dilakukan? Berikut ini merupakan beberapa alasan yang dikemukakan Maswadi Rauf dalam Iza Rumesten (2014 : 350) mengapa masih diperlukannya Pilkada langsung yaitu  yang pertama  untuk membangun otonomi daerah; kedua menumbuhjkan kepemimpinan lokal; ketiga meningkatkan akuntabilitas publik dan transparansi pemerintah; dan keempat adalah proses legitimasi rakyat yang kuat.

Duit Setitik, Hancur Pengharapan Rakyat

            Apabila membahas lebih mendalam mengenai Politik Uang maka akan menjuru pada masalah yang berkemungkinan terjadi di hilir yaitu adanya Praktik Korupsi yang dilakukan oleh para petinggi daerah yang telah melalui sistem Pemilihan sebelumnya. Tidak dibenarkan apabila semua kasus korupsi yang terjadi diakibatkan karena praktik Politik Uang yang sebelumnya kemungkinan dilakukan oleh para pelaku. Karena maraknya kasus Korupsi yang terjadi menimpa para pejabat daerah mendorong Kemendagri melakukan riset , dalam Iza Rumesten (2014:351) hasil riset tersebut menyimpulkan bahwa faktor kepala daerah melakukan korupsi adalah tingginya biaya politik yang dikeluarkan ketika pemilihan langsung , dalam hal ini dapat dikaitkan apabila sebagian dari biaya politik tersebut adalah Politik Uang yang termasuk dalam biaya didalamnya. Dalam Hasil Riset sekitar 311 Kepala Daerah di seluruh tanah air yang tersangkut kasus korupsi.

Apabila semakin diteruskan mengenai Korupsi Politik ini akan berdampak serta berimbasnya pada berbagai bidang baik itu sosial, politik, maupun ekonomi. Dalam bidang ekonomi sendiri dampak yang terjadi dapat menghambat berbagai pembangunan yang dilakukan, kemiskinan yang tidak membaik dan masih banyak lagi. Dampak yang sangat kentara dilihat dari nilai kerugian akibat dari adanya korupsi ini, dilansir dalam laman www.republika.co.id menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut nilai kerugian negara yang timbul akibat kasus korupsi meningkat signifikan dari 2016 ke 2017. Staf Divisi Investigasi Wana Alamsyah mengatakan, sepanjang 2017 terdapat 576 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 6,5 triliun dan suap Rp 211 miliar. Selain itu, jumlah tersangka kasus korupsi pun juga tercatat mengalami peningkatan signifikan. Pada 2016, terdapat 1.101 tersangka dan meningkat hingga 1.298 tersangka pada 2017. Tak hanya itu, jumlah kepala daerah yang melakukan tindak korupsi pun juga meningkat dari tahun sebelumnya yang sebanyak 21 orang menjadi 30 orang pada 2017.

Wana mengatakan, modus korupsi yang paling banyak digunakan pada 2017 yakni penyalahgunaan anggaran yang mencapai 154 kasus dan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1,2 triliun. Kemudian diikuti modus penggelembungan harga atau mark up dan pungutan liar berturut-turut sebanyak 77 kasus dan 71 kasus.Sementara, modus suap tercatat mencapai 42 kasus dengan total nilai suap mencapai Rp 211 miliar.

Hal yang disebutkan diatas merupakan dampak dari segi ekonomi, sedangkan pada segi sosial dan politik salah satunya adalah akan mengakibatkan semakin menurunnya kepercayaan masyarakat akan Pemimpinnya yang pada akhirnya akan berimbas pada menurunnya angka partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum Kepala Daerah mereka.

Recehan Tak Menjamin Masa Depan.

            Dan pada akhirnya dari segala pembahasan diatas kita selaku masyarakat yang memegang masa depan akan bangsa ini ,yang menentukan bagaimana bangsa ini akan terbentuk seharusnya bijak dalam mengambil tindakan, bukan lagi masalah siapa yang salah dan siapa yang seharusnya dihukum. Tetapi bagaimana cara kita mencegah dan tidak mengulangi hal-hal yang kita sudah tahu salah.

Dari saya sendiri selaku penulis memberikan beberapa rekomendasi dalam hal pencegahan adanya tindakan-tindakan mengenai Politik Uang dan korupsi polittik tersebut, diantaranya adalah Penerapan Karakter anti KKN sejak dini. Pendidikan karakter sejak dini diperlukan sebagai dasar pembangunan jiwa dari generasi muda Indonesia. Selain Pendidikan karakter sejak dini , Penerapan Karakter Jujur juga perlu diterapkan baik di Lingkungan Rumah, Akademis dan juga Lingkungan Kerja. Dimana, dengan lingkungan yang tidak mendukung adanya tindakan KKN akan mempermudah dalam pencegahan terjadi dan terpancingnya tindakan KKN.

Penegakan akan hukum juga diperlukan , hendaknya hukum secara lebih adil dan tegas dalam menangani masalah KKN ini yang akan semakin berakar apabila dikesampingkan begitu saja dan dianggap sebagai budaya dan kebiasaan yang umum.Dua langkah diatas diharapkan mampu mengurangi kasus-kasus yang terjadi .

Sekian Terimakasih.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: