Kode Etik HIMPSI dan Al-Quran sebagai Kode Etik Kehidupan

Kode Etik HIMPSI dan Al-Quran sebagai Kode Etik Kehidupan

Kode etik Psikologi

           Menurut kode etik himpsi tahun 2010, kode etik Psikologi adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan   dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia.

           Dengan kata yang lebih sederhana, kode etik psikologi adalah pedoman, tuntunan, aturan bagi psikolog dan ilmuwan psikologi dalam menjalankan tugasnya.

Kasus – kasus pelanggaran oleh psikolog dan ilmuwan psikologi

            Kenyataan dalam dunia psikologi, baik di Indonesia maupun yang ada di luar negeri banyak sekali terjadi kasus pelanggaran terhadap kode etik.

            Banyak contoh kemudian muncul, mulai dari pelanggaran yang dilakukan oleh insan psikologi, maupun yang bukan memiliki latar belakang psikologi. Seperti pelecehan terhadap klien, diperjualbelikannya alat tes psikologi secara bebas, dibukanya layanan psikologi oleh orang yang bukan psikolog, hingga plagiarisme. Pelanggaran-pelanggaran seperti diatas tentu tidka bisa dianggap sepele, bisa dibayangkan jika seorang anak didiagnosa oleh seorang yang tidak berkualifikasi sebagai psikolog, menderita suatu gangguan. Maka anak tersebut akan diberikan penanganan sesuai gangguan tersebut. Tapi bagaimana jika ternyata anak itu hanya mengalami keterlambatan belajar saja ? bukankah pelayanan yang diberikan kepada sang anak selama ini justru akan mengganggu ?.

Al-Quran, agama, dan SQ

            Ditinjau dari ilmu saraf, IQ merupakan hasil dari pengorganisasian saraf yang memungkinkan kita untuk berpikir rasional, logis dan taat asas. EQ yang memungkinkan kita untuk bepikir asosiatif yang terbentuk oleh kebiasaan dan memampukan kita untuk dapat mengenali pola-pola emosi. Sedangkan SQ memungkinkan kita untuk berfikir secara kreatif, berwawasan jauh membuat dan bahkan mengubah aturan.

SQ dengan demikian merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif dan merupakan jenis pemikiran yang memungkinkan kita menata kembali dan mentransformasikan dua jenis pemikiran yang dihasilkan IQ dan EQ. (dikutip dari himpsi.or.id)

SQ atau kecerdasan spiritual memang tidak sama dengan beragama. Orang yang beragama cukup tinggi tidak menjamin memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi pula. Begitu juga sebaliknya, orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi belum tentu merupakan orang yang beragama. Namun, pada kenyataannya (seperti yang dikutip dari himpsi.or.id ) SQ tidak pernah berlawanan dengan agama, Justru agama sangat berperan dalam meningkatkan SQ.

Dalam tulisan ini, agama Islam memiliki Al-Quran sebagai petunjuk manusia ketika hidup di dunia agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan kata lain, ketika memahami Al-Quran sesungguhnya orang tersebut sedang memahami Islam. Dan ketika ia paham dan benar-benar paham akan Islam sebagai agama Rahmatan Lil Alamin, pemahaman tersebut akan menuntun manusia untuk meningkatkan keceerdasan spiritualnya.

  Al-Quran sebagai pendamping kode etik HIMPSI bagi psikolog dan/atau ilmuwan psikologi muslim

            Sebagai manusia, baik psikolog ataupun ilmuwan psikologi memiliki peluang yang sama untuk melakukan pelanggaran terhadap kode etik psikologi. Apalagi kode etik HIMPSI belum dibarengi dengan penguatan perundang-undangan Indonesia seputar keprofesian dibidang psikologi. Namun, ketika seseorang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, tentu kemungkinan melakukan pelanggaran juga semakin kecil. Dalam tulisan ini dibahas Al-Quran sebagai sumber kecerdasan spiritual.

            Seperti yang disampaikan oleh Cak Kus dalam stadium generale mata kuliah kode etik psikologi pada Kamis, 10 Oktober 2015 lalu, Jiwa manusia tergantung pada warna hatinya, sedangkan hati sendiri merupakan medan pertempuran antara ruh dan nafsu.

            Secara tidak langsung, ketika seseorang sedang belajar memahami Al-Quran ia sedang belajar memahami sebuah kebenaran, dan dalam hatinya ruh yang bersifat positif akan lebih dominan dan nafsu yang destruktif akan lebih bisa ditekan.

            Jadi, kesimpulannya adalah ketika seseorang memilki peluang untuk melakukan pelanggaran, mungkin ia sempat berfikir untuk mengmbil peluang tersebut. Tapi karena tahu ketika mempelajari Al-Quran bahwa yang ia lakukan itu tidak benar, (sebagai bentuk peningkatan kecerdasan spiritual) maka ia akan menata dan mentransformasikan kembali apa yang sempat terlintas dalam pikirnya bahwa itu adalah salah dan tidak etis jika dilakukan.

            Mungkin masih bisa ditemukan celah kekurangan dari sebuah kode etik keprofesian, profesi apapun. Untuk itulah tuhan menurunkan Al-Quran sebagai kode etik kehidupan yang sama sekali tanpa celah kekurangan.

Kepustakaan :

Rahmat Ismail (2015), Tinjauan Kecerdasan Spiritual (SQ) Terhadap Permasalahan Sosial di Indonesia

www.apa.org

Kode Etik Psikologi Indonesia tahun 2010

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas:

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.


Lewat ke baris perkakas