Nilai Kearifan Lokal Sebagai Pedoman PemudaTuk Hadapi Manufer Tahun Politik

Nilai Kearifan Lokal Sebagai Pedoman PemudaTuk Hadapi Manufer Tahun Politik

Tahun politik akan segera dimulai pada tahun 2018. Berbagai manufer di media maupun di masyarakat pun akan segera digencarkan guna mendulang dukungan dan mengunggulkan jagoan yang diusung. Apalagi, sebelum melenggang ke pemilu pimpinan nasional dilaksanakan pada tahun 2019, kita akan menghadapi pilkada serentak pada 27 Juni 2018 terlebih dulu. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU RI) akan dilaksanakan di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Seperti dilansir kompas.com Wakil Ketua DPR Fadli Hamzah juga memprediksi tahun 2018 akan menjadi tahun politik yang panas. “Tahun 2018 besok, ada banyak orang yang turun ke gelangang melakukan kritik kepada pemerintah. Mungkin kemarin tiga tahun libur, karena sibuk atau menahan diri,” Minggu, (31/12/2017).
Berkaca dari situasi politik tahun sebelumnya, seperti di DKI Jakarta. Tentu situasi politik panas, akan mudah dimanfaatkan oleh pihak berkepentingan yang ingin jadi pemain dan ikut ambil bagian untuk sebuah kedudukan. Saling lempar ujaran kebencian, hoax, saling menjatuhkan lawan hingga bukan tidak mungkin memicu adanya sebuah tindakan deskriminasi, kekerasan, dan intoleransi. Agus dalam Deradikalisasi Nusantara (2015:118) juga menyatakan, pada saat yang bersamaan, aksi-aksi kekerasan dalam bentuk intimidasi, penyebaran kebencian, bahkan kekerasan fisik oleh kelompok-kelompok tertentu pun dilancarkan kepada mereka yang dianggap berbeda pandangan, budaya dan agama.
Sikap fanatik atau sikap keraslah yang nantinya akan lahir, hal ini tentu akan berbahaya. Karena, menurut Edwi dalam Menjadi Pribadi Religius Dan Humanis (2013:43), bahwa sikap fanatik bisa berujung pada sikap mendepak orang di luar keyakinan maupun agamannya sendiri yang tidak berada dipihaknya. Tidak memperdulikan itu saudara sendiri, kerabat, ataupun sebangsa setanah air hanya karena sebuah tujuan kedudukan mereka pun akhirnya melupakannya. Bahkan, hal terbesar yang disadari atau tidak kondisi itu juga, justru semakin memperlebarkan peluang propaganda kelompok radikalisme dan terorisme, baik di masyarakat ataupun dunia siber, untuk mengambil peran dan semakin memperkeruh persatuan bangsa Indonesia.
Melihat kondisi yang akan kita hadapi saat ini, apakah kita hanya akan menyimak atau malah terkoyak dalam situasi? Tentu Tidak! Kita sebagai generasi pembaharuan penerus bangsa tidak boleh lagi diam apalagi sampai terombang-ambing dalam situasi. Karena perlu kita sadari, semua tindakan itu bukanlah cerminan kepribadian dari bangsa Indonesian untuk mencapai sesuatu apalagi menggapai kemenangan. Saatnya kita generasi milenial yang tanggap, bangkit dengan meneguhkan kekuatan sejati yang dimiliki Indonesia untuk melawan dan mencegah tindakan intoleransi dan propaganda dari bola-bola panas yang akan segera digulirkan. Lalu, apa kekuatan sejati itu?
Jawabannya adalah, nilai-nilai luhur kearifan lokal bangsa. Kearifan yang sudah tersebar diseluruh penjuru negeri Indonesia, dari Sabang samapai Merouke. Kearifan nilai yang mencerminkan keragaman dari latar belakang masing-masing ia berasal. Menghargai perbedaan budaya, agama, ras, suku, dan pendapat sesama. Hal tersebut adalah gambaran real insan negeriku yang menjunjung Pancasila dan Bhinneka.
Ketika guliran bola panas pada situasi politik akan dilepaskan, melalui isu di masyarakat dan media sosial. Maka kita harus berusaha mengkounter dan mengimbangi setiap cuitan negatif yang dilontarkan dengan cuitan positif yang lebih membangun. Mengajak kawan sebaya untuk tidak terpancing dan memperkeruh arus, apalagi mempercayai berita-berita yang tak sepenuhnya benar (hoax).
Bahkan kita bisa membagikan ketelaan nilai yang dapat dicontoh dari kearifan lokal masing-masing daerah. Apabila berasal dari Jawa bisa membagikan makna keteladanan dari sebuah lagu tradisional “Gundul-Gundul Pacul’lagu yang ditulis Sunan Kalijaga pada 1400-an, yang juga merupakan salah satu kearifan lokal bangsa kepada para calon pemimpin dan teman jejaring. Tentu, lagu ini berkaitan dengan situasi pemilihan kepemimpinan saat ini, seperti tersirat dalam setiap larinya.Yakni, Gundul-gundul pacul gembelengan, Nyungi-nyungi wakul gembelengan, Wakul ngglimpang, segane dadi sak latar. Menyiratkan bahwa kepala tanpa rambut berarti kehormatan tanpa mahkota. Menjadi seorang pemimpin itu harus dapat memfungsikankan sesuai kegunaanya. Layaknya mata untuk melihat kesulitan rakyat atau masyarakat. Telinga digunakan untuk mendengar nasihat. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan. Mulut digunakan untuk berkata tentang kebenaran dan keadilan. Kekuasaan bukanlah segalanya, amanah adalah jantungnya apabila tidak bisa melaksanakan maka akan sia-sia.
Tentu akan sangat bukan, setidaknya sebagai pengingat dan pelajran mana memilih pemimpin yang tepat. Itulah mengapa, meneladani nilai kearifan lokal sangat penting karena nilai dapat memberikan arahan kepada individu atau masyarakat untuk berperilaku. Nilai sebagai kontrol sosial yang berfungsi untuk memberikan batasan-batasan kepada manusia untuk bertingkah laku. Nilai sebagai pelindung sosial yang memberikan perlindungan dan memberikan rasa aman kepada manusia.
Apabila kita tetap memegang teguh kembali nilai-nilai luhur dari kerifan lokal negeri ini, niscaya segala perbuatan antoleran tidak akan terjadi. Kita bersama akan bahu membahu menjaga ketentraman, perdamaian.dan bijak menghadapi segala situasi, perebutan kekuasaan politik sekalipun.
Para pelaku dalam dunia politik harusnya kembali berkaca pada nilai-nilai kearifan lokal. Jangan saling menjatuhkan hanya untuk politik musiman, bahkan dampak yang paling dikhawatirkan adalah membekas sakit yang menimbulakan perpecahan persatuan bangsa. Begitupun kita para pemuda, tetap pegang nilai luhur dan jangan sampai terjerembak dalam ombang-ambing kepentingan para calon penguasa. (R.T.J)
Raundoh Tul Jannah
Daftar Pustaka :
Agus, SB. 2015. Deradikali Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan Radikalisme dan Terorisme. Jakarta: Daulat Press.
Edwi, G. dkk. 2013. Menjadi Pribadi Religius Dan Humanis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

#semarangdamai #damaiituindonesia #tugumudadutadamai #nilaikearifanlokal #budayajawa #politik #luberjurdil #tag

Cerpen Bingkai Hidupku Bunda

Bingkai Hidupku Bunda

Ningsih adalah anak terakhir dari 3 bersaudara. Ningsih terlahir di keluarga yang sederhana, kesederhanaan itulah yang membuatnya menghargai segala arti hidup ini.Hidup yang jauh dari kata mewah, makan minum pun seadanya.

Sore ini suasana yang begitu tenang, cahaya matahari yang bersinar hangat menerpa wajah gadis cantik yang sedang duduk di taman belakang asrama. Entah apa yang sedang gadis cantik yang masih keturunan Jawa itu, renungkan saat ini, tiba-tiba angan pikirannya melayang jauh mengingat semua kenangan dan kejadian yang menjadikan pil pahit di hidupnya.

Ia mengingat benar kejadian beberapa tahun silam yang membuat mimpi hidupnya hampir seolah berhenti ditengah jalan. Ketika kakaknya yang pertama berpamitan untuk pergi bekerja ke luar daerah tetapi selang beberapa bulan tak ada kabar beritanya. Bapakaannya yang bekerja sebagai karyawan pabrik pun terkena PHK karena perusahaan mengalami kerugian dan harus mem-PHK para pegawainya. Saat kejadian itu bertepatan benar ketika Ningsih duduk di kelas XII Madrasah Aliyah Negeri(MAN), sungguh cobaan yang menguji keteguhan hatinya, bak durian runtuh yang tiba-tiba saja menimpa dirinya.

Betapa tidak, semua angan yang saat itu telah direncanakan untuk melanjutkan sekolah harus hilang begitu saja. Lalu ia duduk mendekati sang Bapak dan ketika ia bertanya pada beliau. ” Bapak lalu bagaimana dengan sekolah Ningsih Yak, klo Bapak berhenti bekerja?”tanya Ningsih dengan suara tertahan tahan. “Bapak tidak tau nak, Bapak bingung”, Jawab Bapak saat itu dengan menggeleng gelengkan kepalanya tanpa menatap wajahku. Aku hanya bisa berlari ke kamar dan menangis.

Tetapi sosok yang menyejukan hati mendatangiku dan memelukku dari belakang. “Ibuuu,,,,”kataku halus sambil menoleh kebelakang lalulku pegang erat tangannya. Ibu hanya tersenyum dengan menahan butiran air mata dikelopak matanya. “Ibu maafkan Ningsih yang membuat Ibu sedih,,,,”kataku pada Ibu. Dengan tangan lembut dan penuh kasih sayang, Ibu mengusap air mata ku dan berkata “Tidak nak,,,,Ibu malah yang membuat Ningsih sedih anak Ibu gak boleh cengeng, bagaimana pun juga kita harus bersyukur sayang,,,,ini cobaan yang diberikan oleh Allah untuk mengukur seberapa kekuatan keimanan kita, berarti Allah sayang kepada kita”, tutur Ibu yang tak kuasa lagi menahan butiran butiran air mata yang berlinang membasahi pipinya.

*****

Ketika pengumuman UJIAN tiba, Ibu dan Ningsih datang dengan hati yang penuh debar, dan saat yang dinantikan pun tiba, ketika surat telah diberikan oleh wali kelas kemudian dibukanya tertulis bahwa Anggita Nurningsih dinyatakan “LULUS” seketika itu pun Ningsih langsung memeluk sang Ibunda dengan menangis bahagia. “Terimakasih Ibu,,,,,Terimakasihhh,,,,Tanpamu aku tak akan pernah bisa bertahan dan berdiri disini saat ini”, kataku pada Ibu dengan menangis.

Tidak lama kemudian wali kelasku pun datang menghampiriku dan memberikan ucapan selamat kepadaku, beliau juga memberitahukan kepada Ibuku bahwa Aku diterima disalah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Palembang. Betapa bahagianya Aku dan Ibuku saat itu, dengan ekspresi wajah sumringah pipi yang tersenyum merona dengan ungkapan rasa syukur kepada Allah menunjukkan Ibu begitu bahagia saat itu. Tak hentinya Ibu mengucapkan kalimat-kalimat Thoyibah sambil mencium pipiku.

Akhirnya selang beberapa minggu Aku harus melanjutkan perjuangan perjalanan hidupku, yaitu aku pergi ke kota dan memanfaatkan beasiswa yang telahku dapatkan untuk menuntut Ilmu di jenjang yang lebih tinggi. Tetapi ada satu yang mengganjal hatiku sebenarnya, Aku tak tega dan tak kuasa untuk meninggalkan kedua orang tuaku sendiri, dengan kakak perempuanku yang menjadi tenaga kerja honorer yang jauh dari desa dan hanya sesekali pulang untuk menjenguk Bapak dan Ibu saja. Gajinya yang pas-pasan hanya cukup untuk kebutuhan hidupnya dan hanya lebihan sisa uang yang dsisihkannya yang dapat dibeikan kepada Ibu untuk sekedar tambahan uang belanja.

Beberapa hari sebelum keberangkatanku ke Kota tatapan sorot mata Bapak dan Ibu sangatlah berbeda, entah apa yang ingin beliau katakan tetapi seakan mengisyaratkan raut wajah yang menyimpan rasa kesedihan dan takut untuk kehilangan. Yang sering Bapak dan Ibu katakan, “Hati hati ya nak, jaga diri dan pergaulanmu baik-baik ya,Ibu sayang Ningsih,” kata Ibu lirih sambil mengelus elus kepalaku.”Iya Ibu Ningsih akan jaga diri kog Bu, Ibu dan Bapak tenang saja ya”, jawabku dengan tersenyum meyakinkan Ibu.

Hari yang ditunggu pun tiba, aku berangkat ke terminal bis bersama Bapak dan Ibu dengan menggunakan sepeda motor Astrea milik Bapak. Ketika samapai di terminal tak lama kemudian bis yang menuju tempat tujuanku pun tiba. aku yang sedari tadi menggenggam tangan Ibu seakan tak ingin aku lepaskan, tapi keadaan yang harus memaksaku tuk melepaskan genggaman tangan ini.

Air mata tak dapat ku bendung lagi ketika semua kenangan bersama mereka terlintas semua di benakku, ketika aku mulai bangun tidur, berangkat sekolah, mengaji, belajar sampai kembali tidur lagi pun. Aku tak pernah kekurangan perhatian mereka, yang aku pikirkan kapan aku pulang dan akan mendapatkan kasih sayang yang seperti itu lagi?Tangisku di dalam hati semakin menjadi setelah Bapak mencium keningku dan Ibu memelukku seraya berkata”Jangan pernah merasa kamu sendiri disana karena Allah dan doa Bapak, Ibu akan selalu bersamamu nak,,,,dan igatlah ‘Ojo Kepengen Sugih, ,……….”.”Iya Bu Ningsih akan ingat baik baik semua pesan Bapak dan Ibu, doakan Ningsih ya Bu, Yah semoga Ningsih bisa sukses dan membahagiakan Bapak dan Ibu.

Hari pertama di Kampus aku mengikuti OSPEK(Orientasi Siswa Pelajar Kampus) rasa berbeda sekali, di sini belum ada satupun orang yang aku kenal, tempat rungan yang begitu luas membuatku merasa asing karena hampir aku tak pernah terbiasa dengan suasana ruangan yang seperti ini. Baju-baju yang terlihat sangat mewah dan berkelas membuatku merasa tak percaya diri karena apa yang mereka kenakan berbeda sekali dengan apa yang aku miliki, baju yang sederhana tetapi pantas dan sopan.

Asrama yang memiliki kamar yang cukup lumayan untuk sekedar numpang tidur dan belajar menjadi tempat persinggahanku sekarang. Walau harus hidup seadanya dan penuh dengan keterbatasan harus aku lalui saat ini. Di kamar ini aku meiliki teman satu kamar, sebut saja Karin dia anak orang kaya dengan barang-barang mewah yang melengkapi dan menunjang hidupnya. Tiba tiba ia datang dan menghampiriku “ Hai sendirian aja, kalo kamu,,,,, kalo boleh tau siapa namamu? Persinggahanku”Tanyanya kepadaku. “Ech iya mbak, nama saya Anggitanur Ningsih biasa di panggil Ningsih, jawabku. Ngomong ngomong klo saya boleh tau nama mbak sendiri siapa? Tanyaku tak berapa lama kemudian. “Haaaa? Apa? Mbak apa gak salah denger nich telingaku?”Jhaha okelah gak papa ya, biasa anak baru kenali nama gue Karinita Bramantiya,panggil aja Karin”.Jawabnya dengan tersenyum kecil dipipi.

“Oh ya udah makan apa belum Ning?” Tanyanya lagi. “Oh,,,, kebetulan sudah mbak,,,ech maaf Karin…”, jawabku dengan tersenyum. “Kamu udah pernah jalan-jalan malem,,,?”Tanya Karin.

“Ya tergantung urusannya Rin keluar untuk apa, klo keluar ke pengajian bareng temen ya sering Rin, tapi klo jalan jalan malem untuk refresing jarang sekali”. Jawabku menjelaskan.

“Ohhhh gitu kapan kapan aku ajak kamu pergi jalan jalan malem ya Ning?mau gak?”Pintanya. “Pergi kemana Rin?”.

“Udah gak usah banyak tanya ikut aja, dijamin asyik dan seru kok, gak bakal nyesel dech”.Jawab Karin dengan menepuk pundak untuk menyakinkanku. “Iya InsyaAllah ya Rin nanti klo Aku ada waktu luang”.

Selang beberaa hari kemudian Karin, pulang dengan ekspresi wajah yang sebal ia masuk kamar sepertinya habis bertengkar degan seseorang. “Ning kita cabut ke Mol yuk, ayo temenin aku”. Kata Karin.”Tapi ,,,,,iiiii,,,,,,Rin,,,,,”. Belum selesai aku berbicara dia sudah memotong pembicaraanku keudian menarik tanganku keluar kamar. “Ayoookkkkk,,,,,,udah dech gak usah kebanyakan omong, cepet ambil tasmu”.

Dengan berat hatipun aku pergi meninggalkan kamarku dan menuruti tarikan tangan Karin yang sangat kuat. Malam itu pun aku terbuai dengan kehidupan mewah di luar sana, tanpa Aku pikir panjang lagi karena ajakan Karin. aku diajari untuk menjadi orang yang memiliki style fation yang modern dengan membeli barang-barang yang cuku mewah bagiku. Hal itu terjadi sampai beberapa bulan lamanya, uang saku yang dikirimkan oleh Bapak dan uang saku dari beasiswa pun habis dalam sekejap. aku bingung saat itu, dan sampai puncaknya ketika suatu malam setelah dari Coffe Break di salah satu pusat perbelanjaan aku diajak Karin ke suatu tempat dengan mengendarai mobil mewahnya. “Lho Rin kita kok arahnya gak ke jalan biasanya sich?”Tanyaku padanya.”Achhhhh,,,,,udah dech gak usah banyak tanya, ikut aja kenapa?”dijamin seru soalnya Aku dah lama gak ke tempat ini”.Jawabnya dengan menatap kearahku. “Kerumah saudara ya?”,Tanyaku lagi. “Bukan,,,,”, jawabnya singkat.

Tak selang beberapa lama kemudian mobil Karin tlah terparkir di depan suatu tempat yang tak pernah Aku tau dan kenali. ”Ayo turun”, Ajak Karin dengan membuka pintu mobilnya.

“Ech iya Rin, sebentar”,Jawabku sambil meraih tas pundakku. Betapa terkejutnya diriku ketika tempat yang dimaksud oleh Karin adalah tempat yang tak sepantasnya sebagai tempat main cewek saat malam hari. Aku sangat takut saat itu, ini adalah tempat yang dilarang oleh Bapak dan Ibu. “Jangan sekali-kali Ningsih pergi ketempat-tepat Club malam”, itu pesan Bapak dan Ibu padaku. aku kebingungan saat mencari keberadaan Karin, lampu disko yang kelap-kelip dan suara tawa terbahak-bahak orang-orang yang sedang asyik berjoget membuatku semakin pusing dan ingin mutah. Tanpa pikir panjang lagi aku memutuskan untuk pergi dan meninggalakan Karin di sana.

Aku menangis sepanjang jalan yang ku lalui, kakiku semakin cepat melangkah, meninggalkan tempat terlarang itu. Tanpaku sadari aku sampai gang di dekat kampusku. Dengan memercepat langkah kaki Aku pulang menuju ke kemar dan aku menangisi semua kesalahan yang telah Aku perbuat dan semua aturan yang ku langgar. “Bapak Ibu maafkan Ningsih Buuuu,,,,,Ya Allah ampunilah hambamu ini Ya Rob”. Kataku dalam isak tangisku, hanya itu yang aku dapat katakan berkali-kali dan memohon ampun pada Allah karena aku telah masuk ketempat yang dilarang oleh aturan agama.

“Kenapa,,,kenapa,,,aku percaya pada teman yang baru saja aku kenal dan dia hanya merusak kehidupan ku dengan mengajari ku hidup yang konsumerisme dan hidup yang keluar dari batas-batas aturan”.Kataku mengungkapkan rasa kecewaku hati pada diriku sendiri. Lalu aku mengambil wudlu dan melaksanakan sholat malam untuk mendapatkan ketenangan batin dan mohon ampunan pada-Nya. Seusai sholat aku menangis dan terselinap di benakku “aku harus pulang ke rumah untuk mohon maaf pada Ibu dan Bapak atas apalarangannya yang aku langgar”.

Tanpa pikir panjang lagi pada esok harinya, aku menemui pengurus kampus dan meminta izin untuk pulang beberapa hari ke desa karena ada urusan yang penting. Tanpa pikir panjang pengurus pun memberikan izin padaku, dan aku langsung kembali menuju ke kamarku untuk mengambil baju yang telah aku siapkan di dalamnya. Karin yang ternyata sudah bangun pun memandangku, meski tadi malam ia telah meminta maaf padaku tapi rasa kecewa di hatiku masih ada padanya. Ia menawarkan untuk menghantarkanku tetapi aku menolaknya dengan halus, sambil tersenyum meyakinkan. “Ning Aku hantarkan sampai ke terminal ya”. “Ahhh tidak usah repot-repot Rin aku rindu untuk naik kendaraan umum ke terminal, aku sedang ingin menikmati dulu ketika awal massa aku ke sini”. Jawabku. Yang aku pikirkan sekarang yang terpenting adalah aku pulang dan menceritakan semua yang terjadi dan meminta maaf pada Bapak dan Ibu, dengan Bismilah aku memulai langkahku meniggalan Asrama Kampusku.

Aku memiliki pesan yang ingin aku sampaikan kepada teman-teman yang sedang berjuang menuntut ilmu untuk mewujudkan sebuah angan sepertiku. “Kawan Jangan Sekali-kali Kalian tergoda Akan kehidupan yang baru saja kalian kenal, Sampul yang bagus belum tentu dalamnya uga bagus dan menjamin, Jangan mudah prcaya Akan teman yang baru saja di kenal karena belum tetu mereka sebaik yang kita kira. Seletif dalam memilih pergaulan dan teman itu harus, peganglah prinsip hidupmu kalo kamu igin berhasil, dan selalu ingatlah pesan dari orang tua tercinta kita,Oke”.

 

 

 

 

_R._T._J._

Al-Kisah

Al-Kisah
Syeh Jangkung Landoh Kayen

Hai ahabat Insani ketemu lagi nich dengan Tim Redaksi Insani V ,,,,,,Semoga Karya-karya kami dapat selalu menginspirasi agar Sahabat senang mengebangkan kreatifitasnya dalam menulis ,,,,,Nah pada Edisi kali ini di Rubrik Al-Kisah, akan diangkat cerita tentang salah satu tokoh pejuang Islam yang ada di Kota Pati. Beliau adalah Mbah Saridin atau orang awam lebih mengenalnya dengan nama Syeh Jangkung Landoh Kayen, melalui wawancara dengan Juru Kunci Makam kami akan menceritakan kisah singkat perjalannan hidup beliau
Mbah Syeh Jangkung Landoh atau Mbah Saridin adalah seorang Wali Yallah yang ada di tanah Jawa khususnya di daerah Kota Pati. Beliau lahir di desa Keringan Tayu Pati, dari pasangan Loro Sujinah Ya Dewi samaran dan ayahannya Sayid Abdul Yazid Ki Ageng Keringan. Beliau hidup di Dukuh Landoh Desa Kayen Kecamatan Kayen Kabupaten Pati Jawa Tengah. Beliau merupakan Dariyah atau keturunan dari Rosulullah SAW yang ke 13 yaitu Syeh Sayid Abdul Yazid bin Abdul Syukur bin Sultan Cempol bin Maulan Sultan Mahtubi bin Zainal Ibrahim bin Maulana Ibrahim Sayid Sahal bin Maulana Khubro bin Zainal Kubro bin Zainal Arifin bin Husen Fatimatus bin Rosulullah SAW.
Ketika masa kecilnya beliau Tinggal di Desa Keringan Tayu dengan Bapak dan Ibu beliau, tetapi saat beliau masih kecil Bapak dan Ibu beliau wafat hingga akhirnya beiau di asuh oleh Raden Umar Said atau Sunan Muria. Semenjak beliau diasuh oleh Raden Umar Said beliau sudah biasa diajari tentang Ilmu Agama dan Ilmu Ketatanegaraan dan Mbah Saridin diangkat menjadi putra Sunan Muria. Setelah Mbah Saridin dewasa beliau ikut dengan Sunan kalijaga atau Raden Sahid dan memerintahkan Mbah Saridin untuk bertapa di laut dengan menggunakan dua biji kelapa selama 8 tahun atau orang Jawa biasa menyebutnya dengan Grumbang Dalem Laut Biji Kelapo Sekanthi (dua biji) 8 taun.
Setelah selesai melakukan pertapaan di tengah laut selama 8 tahun, Mbah Saridin kembali ke Kadilangun Demak untuk menemui Raden Sahid yang memerintahkan beliau untuk berjalan ke arah selatan jika ingin bertemu dengan ibunya. Kemudian berjalanlah beliau ke arah selatan dan sampailah beliau di suatu tempat di dekaat Parang Tritis disana beliau bertemu dengan sang Ibu sampai-sampai beliau menangis. Kemudian sang Ibu memerintahakan kepada beliau dan berkata berkata, “Klo kamu kepengin muliya hidupnya bergurulah di Padepokan Kudus atau Sunan Kudus”.
Akhirnya dengan penuh rasa horman pada sang Ibunda, Mbah Saridin sowan ke Padepokan Kudus, dan ketika sampai di sana Sunan Kudus memberitahu kepada Mbah Saridin “ Beliau boleh belajar dengan Sunan Kudus dan beliau boleh menghadap dengan Sunan Kudus, apabila beliau sudah mendapat panggilan dari Sunan Kudus untuk menghadap. Tetapi selama selama berada di Padepokan Kudus Mbah Saridin tidak pernah dipanggil ataupun menghadap Sunan Kudus.
Ketika para santri Kudus sedang sholat berjamaah Mbah Saridin malah sibuk bermain air comberan. Karena mengetahui hal tersebut Sunan Muria pun datang dan bertanya kepada beliau. “Kamu itu bagaimana saat para santri yang lain sedang melaksanakan sholat berjamaah kamu malah asyik bermain air comberan, memangnya da apa di situ?”. Lalu beliau menjawab “Di dalam air ini ada ikannya, dimana ada air di situ pasti ada ikannya”. Kemudian Sunan bertanya lagi kepada beliau “Klo begitu di dalam kendi itu ada ikanny”. Lalu beliau menjawab “iya”, dan kendi kemudian dipecah dan di dalamnya terdapat ikan. Kemudian Sunan Kudus bertanya lagi “Apakah di dalam buah kelapa itu ada ikannya?”. Beliau menjawab “Iya”, lagi lalu manjatlah Mbah Saridin untuk mengambil buah kelapa setelah itu buah kelpa tersebut dipecah dan isinya ada ikannya lagi.
Pada saat santri Kudus disuruh untuk mengisi kulah (bak air), beliau tida mendapatkan tempat air atau ember. Akhirnya beliau menggunakan keranjang yang terbuat dari bambu untuk mengsi bak air, meskipun hanya menggunakan keranjang tetapi sama-sama bisa memenuhi bak air. Karena beliau percaya sepenuhnya kepada kekuasan Allah dengan apa yang telah beliay terima.
Mendengar hal tersebut Sunan Kudus pun marah kepada Mbah Mbah Saridin dan Sunan Kudus berkata kepada beliau “ Kamu tidak boleh berdiam diri di bawah langit Kudus dan di atas bumi Kudus” padahal beliau masih keponakan Sunan Kudus karena Ibu beliau Loro Sujinah adalah kakak Sunan Kudus. Karena beliau sendiko dawuh dengan sang guru beliau masuk ke dalam WC, berarti beliau tidak berdiri di atas tanah Kudus dan berlindung di bawah langit Kudus. Karena ketahuan oleh Sunan Kudus akhirnya beliau diusir dan disuruh berjalan ke arah barat.
Waktu beliau berjalan diantara Kadilangun Demak dan Kudus, beliau bertemu dengan pedagang legen atau air dari buah kelapa yang bernama Mbah Royo Guno sedangkan Istrinya bernama mbah Bakirah. Lalu beliau ditawari oleh bakul legen tersebut “Apakah Raden mau minum legen?”. Karena ditawari beliau akhirnya meminum legen yang berada di dalam bumbung tersebut, minum sdari 1, 2, 3 bumbung sampai 10 bumbung. Kemudian setelah menghabiskan 10 bumbung legen beliau ditanya oleh Mbah Royo Guno, “den mana uangnya?”. Karena mersa tidak pernah merasa membeli beliau tidak punya uang tetapi beliau percaya makanya ada kata-kata hidup Mbah Mbah Saridin itu tiudak bisa lepas dari DUET. DUET berasal dari singatan yang artinya Doa Usaha Ikhtiar dan Tawakal, duit tersebut nantinya untuk membeli KURMA atau Syukur dan Terima.
Ketika pulang ke rumah Mbah Troyo Guno dimarahi oleh istinya Mbah Bakirah karena legennya habis tetapi tidak dapat uang. Lalu mbah Troyo Guno menjelaskan bahwa yang meminum legennya tadi bukan orang sembarangan. Katika bumbung legen tadi dicuci oleh mbah Bakirah di sungai bumbung tadi penuh dengan uang, mengetahui hal tersebut Mbah Bakirah da suaminya percaya bahwa yang meminum legennya tadi bukan orang sembarangan.
Karena memiliki anak prawan yang sedang sakit dan tidak sembuh-sembuh pedagang legen tadi meminta tolong kepada Mbah Mbah Saridin untuk menyembuhkan. Pedagang legen pun berkata bahwa barang siapa lelaki yang bisa menyembuhkan putrinya maka akan dijadikan suaminya. Ternyata Mbah Mbah Saridin bisa menyembuhkannya, setelah menikahi putri pedagang legen tadi beliau kemudian berpamitan untuk pergi ke Sumatra dengan melintasi laut. Kemudian oleh Mbah Troyo Guno beliau di beri 2 biji kelapa untuk menyebrang.
Hingga beliau wafat beliau senang dengan untuk mengembara mensyiarkan agama Allah. Makam Wali Yallah Mbah Saridin Syeh Jangkung Landoh, berada di Dukuh Landoh Desa kayen Kecamatan Kayen pati, yang berdiri sejak beliau meninggal pada tahun 1650 Masehi. Khoul beliau diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Rajab, dengan juru kunci makam yang akan membantu kita saat berziarah yaitu bernama Raden Haryo Damhari Pranoto Jiwa dan pembatu atau juru kunci ke dua yaitu Bapak Darman.

Tempat pemkaman beliau atau orang biasa menyebutnya dengan Sarehan tidak pernah sepi dari peziarah. Pada setiap harinya penziarah yang datang kurang lebih sekitar 1000 orang, yang berasal dari berbagai daerah dari Pulau Jawa maupun dari Luar Pulau Jawa.Sedangkan hari yang pengunjungnya paling ramai adalah hari Kamis Legi Jum’at Pahing.
Yang paling berkesan disetiap perjalanan hidup beliau ketika melakukan pengembaraan adalah memberi nama tempat yang pernah beliau singgahi dengan menggunakan kata Landoh. Landoh bersal dari kata Lendah Andap Asor atau sopan santun.
Demikian Al-Kisah mengenai sejarah hidup salah satu Wali Yallah Mbah Saridin Syeh Jangkung Landoh Kayen Pati.

_R._T._J._

Persatuan Guna Wujudkan Rumah Ilmu Konservasi yang Bereputasi #1

Persatuan Guna Wujudkan Rumah Ilmu Konservasi yang Bereputasi

 

Di dalam sebuah lembaga yang besar utamanya Lembaga Pendidikan Tinggi, pasti memiliki berbagai macam masalah dan kendala dalam proses perjalanannya menuju suatu visi yang hendak dicapai. Karena semakin tinggi pohon tiupan anginnya akan semakin kencang. Begitu pula halnya yang tengah terjadi di Universitas kebanggaan kita ini, banyak permasalahan yang muncul dan harus dihadapi, salah satunya yaitu masalah Persatuan atau Kekompakan antar Fakultas. Sorotan  tentang rasa persatuan dan kebersamaan antar fakultas tersebut terjadi, karena sering terlihatnya dari sisi kekompakan,  rasa persatuan yang masih kurang dan  terkadang terjadi  perselisihan faham akibat kesalah fahaman. Utamanya pada even-even tertentu. Perselisihan pendapat memang wajar, apalagi pada tingkatan Mahasiswa yang didukung Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang membebaskan masyarakatnya untuk mengemukakan pendapat dan gagasannya, yang selama tidak melanggar hukum serta mengandung unsur sara.

Akan tetapi dalam mewujudkan kampus atau universitas sebagai rumah ilmu yang bereputasi konservasi. Rasa persatuan dan kesatuan harus dipupuk sejak dini untuk mewujudkan mimpi Unnes sebagai rumah ilmu yang cinta alam dan memiliki taste atau selera dan harga di masyarakat, yaitu berupa reputasi yang baik. Baik universitas dan mahasiswa yanga ada  di dalamnya. Rasa persatuan amat penting, ingatlah sejarah terjadinya Proklamasi Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang dapat dilihat kerjasama yang solit baik golongan muda yang mendesak, meyakinkan golongan tua  dan akhirnya memutuskan untuk menculik guna mengamankan Ir. Soekarno agar merumuskan teks proklamasi, dengan penuh tekad, rasa berjuang dan persatuan. Serta golongan tua yang kemudian membantu mempeerlancar proses persiapan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.Hingga pada akhirnya Indonesia dapat merdeka seperti saat ini.

Ibaratkanlah  kita menyusun rangka  rumah, yang  awalnya telah disusun secara indah dan penuh kehati-hatian. Akan ambruk dan berantakan karena kelalaian salah seorang  tukang tidak mengindahkan instruksi untuk memaku dan mengikatnya erat-erat. Apakah hanya karena tidak memperhatikan rasa persatuan, semuanya bisa saja hanya menjadi tiada guna dan hanya dapat menimbulkan kerugian moral serta waktu. Tentunya tidak ingin bukan?

Coba kita fikirkan tiada guna saling ribut hanya karena hal yang harusnya tidak begitu penting untuk diperebutkan. Karena setiap bidang memiliki keunggulan, keunikan, dan kualitas tertentu yang tentunya berbeda dengan yang lainnya. Guna mendukung kehidupan ini dan yang akan mendasari terwujudnya UNNES Konservasi lingkungan dan budaya  bertaraf Internasional pada nantinya.Kita dapat kembali merajut rasa kebersamaan dan persatuan antar mahasiswa di 8 fakultas di UNNES tercinta ini. Misalnya melalui Festival Budaya dan Pentas Kolaborasi antar fakultas, untuk menciptakan suatu maha karya . Dimana didalamnya kita dapat saling belajar, berbagi ilmu dan berkarya bersama. Hingga akan terpupuklah asa kompak, persaudaraan dan saling percaya. Tetapi hal ini tentunya membutuhkan dukungan, baik dari  pihak Universitas dan harus pula  dipelopori bersama,  utamanya oleh para pimpinan mahasiswa tiap fakultas dan jangan malah sebaliknya.

Apalagi beberapa saat lagi akan diadakan pemilihan pemimpin pada setiap sektor  mahasiswa, baik di tingkat jurusan, fakultas maupun universitas. Jangan lupa pertimbangkanlah calon yang sesuai kriteria yang dapat membawa amanah mewujudkan mahasiswa UNNES yang beretika konservasi dan bereputasi untuk negeri serta penggerak persatuan kerukunan, intelegensi dan prestasi untuk Rumah Ilmu Konservasi dan Bereputasi. Oleh karena mari kita bangun kembali rasa persatuan dan kesatuan untuk mahasiswa UNNES yang lebih baik.

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

 

 

 

 

 

Rumah Ilmu Beruputasi Konservasi Budaya Jawa # 2

Rumah Ilmu Beruputasi Konservasi Budaya Jawa
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa yang mengunggulkan atau mengagungkan tata krama dan solah bawa dalam kehidupannya. Sesuai dengan tataran tingkatan serta aspeknya masing-masing. Misalnya dalam berbicara atau yang biasa dikenal undha-usuking basa yang selalu ditanamkan tindakannya di dalam berkehidupan. Salah satu yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa terkenal dengan andhab ashor yang lebih meninggikan atau menghormati orang lain . Begitu pula halnya dalam mencari ilmu, juga ada tatanan yang membedakan dari yang lainnya, dimana masyarakat Jawa zaman dahulu sangat senang atau gandrung dengan urusan berguru ilmu yang rela berkorban melakukan apa saja agar berhasil. Baik ilmu umum, rohani maupun kanuragan dengan melakukan pertapaan yang penuh dengan tantangan. Pada era modern saat ini untuk mencari ilmu, sudah jarang sekali dijumpai kegiatan seperti bertapa, memang wajar. Karena dalam era saat ini jika kita ingin berguru ilmu maka kita akan mengeyam yang namanya bangku Pendidikan, baik formal maupun non formal. Dalam sistem dunia pendidikan masyarakat Jawa, dapat diingat dan di kenal tiga prinsip pendidikan, yang di kemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu yang pertama ING NGARSA SUNG TULADHA yang artinya “di depan, seseorang harus bisa memberi teladan atau contoh”. Lalu yang kedua adalah ING MADYA MANGUN KARSA yang artinya “ditengah -tengah atau diantara seseorang bisa menciptakan prakarsa dan ide”. Kemudian yang ketiga adalah TUT WURI HANDAYANI yang artinya “dari belakang seorang pendidik harus bisa memberikan dorongan dan arahan”.
Dimana ketiga prinsip tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan masyarakat Jawa pada umunya. Penerapan tersebut yang paling penting dalam penyampaian pertama prinsip pendidikan tersebut adalah dalam lingkungan, baik keluarga maupun di sekolah atau lembaga pendidikan. Rumah merupakan tempat pertama dan utama dimana kita di tanamkan karakter moral maupun spiritual, untuk mendukung kita dalam berkehidupan utamanya dalam proses pembelajaran mencari ilmu. Karena sekolah atau lembaga pendidikan merupakan rumah ke dua bagi siswa maupun mahasiswa. Akan tetapi seiring berjalannya waktu budaya dan pola tingkah laku masyarakat Jawa yang penuh keharmonisan, keselarasan dan toleransi saat ini mulai luntur dengan berbagai macam virus global yang menyerang generasi penerusnya termasuk pula dalam lembaga pendidikan. Bahkan ada yang sama sekali tidak mengenal apa itu tatanan Jawa, yang sangat memiliki semangat juang untuk mendapatkan dan meraih apa yang mereka inginkan, dengan usaha dan kerja keras. Maka alangkah baiknya apabila lembaga Pendidikan Tinggi di tingkat Universitas seperti Universitas kebanggan bersama UNNES, yang telah melestarikan arifnya budaya Jawa dapat pula menambah dan mengentalkannya dengan menciptakan suwasana nyaman, penuh dengan ajaran luhurnya budaya Jawa sebagai jati diri bangsa yang ditanamkan pada para mahasiwanya agar menjadi generasi yang berkualitas serta berakhlak tertata. Apalagi UNNES merupakan kampus konservasi yang tidak hanya mengkonservasi lingkungan tetapi juga budaya. Utamanya adalah budaya Jawa.
Hal yang dapat kita lakukan untuk memperkenalkan dan menanamkan budaya berpendidikan dan tatanan berkehidupan Jawa adalah dengan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari dimana saja dan kapan saja. Seperti memperkenalkan tulisan aksara Jawa pada nama-nama tempat dan papan pengumuman di lingkungan kampus, membiasakan bertutur kata yang sopan sesuai jenjang usia dan bertegur sapa sesuai aturan unggah –ungguh bahasa, dengan demikian akan terbiasa dan mengenallah mahasiswa dengan apa itu budaya tata krama berkehidupan sebagai orang Jawa yang baik. Ingatlah. Jangan hanya mengejar ilmu tanpa memperhatikan untuk melestarikan dan meninggalnya budaya sendiri untuk suatu kata modernisasi, tetapi kita juga harus modern dan tetap mencintai serta menjunjung tinggi budaya Jawa sebagai budaya tanah kelahiran sendiri. Dengan begitu kehidupan kita akan tertata secara otomatis,dapat hidup selaras dan berdampingan dengan alam seisinya termasuk manusia dan makhluk hidup lainnya. Menjadi manusia yang berbudaya dan manusia yang bermartabat. Sehingga dapat benar-benar mewujudkan Universitas Negeri Semarang sebagai Rumah Ilmu yang Bereputasi Konservasi Budaya.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.