GELORA MOMENTUM SUMPAH PEMUDA DALAM MELAWAN RADIKALISME DAN TERORISME #1

GELORA MOMENTUM SUMPAH PEMUDA  DALAM

MENCEGAH RADIKALISME DAN TERORISME #1

 

 “Kita Satu Indonesia”, kalimat itu kini kembali digelorakan. Sebagai salah satu motif pembangitkan rasa persatuan diantara para barisan pemuda, yang tengah terombang-ambing masa. Gelora itu sebenarnya telah membara dan memuncak sejak 89 tahun yang lalu, tepatnya 28 Oktober 1928 ketika Sumpah Pemuda dikumandangkan.

Berbagai peristiwa kala itu menyulut rasa dan mencabik hati para barisan pemuda Indonesia, untuk melawan para penjajah dengan apapun taruhannya. Hingga menciptakan berbagai semboyan diantaranya “lebih baik mati berkalang tanah dari pada  kehilangan kemerdekaan tanah air.” Meski 17 tahun kemudian kemerdekaan Indonesia baru terproklamirkan, akan tetapi dari situlah kobaran semangat perjuangan pemuda dibawah pimpinan Budi Utomo beraksi.

Perjuangan serentak diberbagai kota di Indonesia yang diwarnai dengan pertumbahan darah dan tangisan, akhirnya menghasilkan kebangkitan dari gelora kemenangan pemuda. Hingga momen itu dimaknai sebagai bangkit dan rekatnya persatuan, kesatuan di antara masyarakat Indonesia. Semangat yang membumbung menjadi satu diwujudkan dalam ikrar “Sumpah Pemuda” yang menyatakan Kita Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Dan Bahasa Yakni Indonesia.

Sudah 89 tahun hasil pengorbanan pemuda dinikmati oleh masyarakat Indonesia diberbagai lini. Sebuah usia yang tak lagi muda dari perjalanan panjang sebuah bangsa yang selalu berusaha untuk terus menjadi sebuah negera yang benar- benar merdeka baik secara moral dan mental.

Namun, sayangnya realitas di lapangan jauh nan berbeda. Dimana menunjukkan merosotnya karakter dalam pengamalan nilai luhur persatuan Pancasila, di kalangan generasi mudanya. Di tengah arus globalisasi yang dipenuhi intrik dan propaganda, yang diantaranya penyebaran-penyebaran paham radikalisme dan terorisme. Dikhawatirkan dapat menyulut perpecahan atas kebhinekaan masyarakat Indonesia, jika generasi mudanya saja sebagai pilar utama malah kehilangan jati dirinya.

Karena Paul Ricoeur dalam Haryatmoko “Etika Politik dan Kekuasaan” (2014:24) menyatakan ideologi sangat berperan dalam strukturasi tindakan sosial. Kelompok tersebut menjadi provoktor untuk memecah belah bangsa ini, dengan berbagai tujuan polikti kekuasaan. Mereka berlomba-lomba untuk menebarkan benih-benih kebencian, di atas perbedaan masyarakat yang plural ini. Apabila disadari, bahwa kebencian itu penyebab utama kekerasan masal yang mewabah di Indonesia saat ini. Berbagai tindakan kriminal seperti perusakan dan pembakaran tempat ibadah, penjarahan, pemerkosaan, penganiayaan, dan pembantaian yang sering kali disayangkan pemuda terlibat di dalamnya. Orang boleh mengatakan bahwa, sebab utamanya adalah kesenjangan ekonomi atau sistem politik yang represif. Tetapi, tidak bisa dipungkiri dan diabaikan bahwa, peran kebencian sebagai “pisau sayat” untuk merobek jala persatuan diantara barisan kelompok agama, ras, dan golongan itu dilakukan oleh pihak yang berkepentingan melalui menyebaran faham radikalnya.

Oleh karena itu, mengingat berbagai pengorbanan, kecerdasan, dan ketangguhan para pemuda saat itu, dapat kita jadikan sebagai refleksi untuk membangkitkan semangat nasionalisme generasi muda dalam menghadapi gejolak zaman terutama terkait dengan radikalisme dan terorisme.

Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk menyongsong Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2017 nanti, yakni mewarnainya dan mengisiya dengan berbagai kegiatan yang mengandung nilai-nilai afektif serta edukatif yang dapat dijadikan teladan untuk generasi masa kini dan yang akan datang. Dapat menggali kembali kearifan lokal seperti mengangkat kisah tokoh lokal yang disajikan melalui kreasi kesenian daerah. Melaksanakan gotongroyong, bersih lingkungan, dan membenahi fasilatas desa. Tidak hanya itu, yang paling utama adalah membiasakan menghargai pendapat serta menjunjung tinggi toleransi beragama tanpa saling berlomba menjatuhkan sesama.

Selain itu, momentum peringatan ini dapat jadikanlah titik balik dalam membangun kesadaran untuk bergerak mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Lawan Radikalisme dan Terorisme dengan kebersamaan dalam perbedaan. Karena pemuda memiliki kedudukan utama dalam aksi mewarna Indonesia yang damai dari paham yang mengusik. Para perintis bangsa tak pernah mengharapkan dan mengikhlaskan, fondasi persatuan diatas perbedaan dirusak begitu saja oleh pengidealis meski ia telah tiada.

Perlu diingat kebangkitan yang telah diperjuangan dengan pertumpahan darah dan gelora kebangsaan itu, dapat kita apresisasi dengan semangat persatuan yang tertanam dalam jati diri setiap warga negara. Apabila hal itu dilakukan, akan semakin memperkukuh rasa persatuan, kesatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penjagaan dari segala bentuk ancaman dan tidak lupa perbaikan kehidupan bangsa yang lebih “berharmoni” ke depannya, terutama di Kota Semarang. Maka generasi muda harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional sebagai dasar kepribadiannya untuk menghadapi brbagai tantangan dan pengembangan kreativitas budaya globalisasi.

Di luar itu, dengan adanya momentum tersebut, gerekan pemuda Semarang patut terus mengapresiasi kesadaran masyarakat Semarang, yang telah berani mengambil keputusan dan tindakan atas penyebaran paham radikalisme. Diantaranya adalah penolakan terhadap rencana pembentukan  suatu organisasi masyarakat yakni Hizbut Tahrir Idonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).

Seperti yang dilontarkan Wakil Ketua Organisasi Pemuda Laskar Merah Putih, Iwan Cahyono yang dilansir oleh detik.com. “Sampai kapanpun kami menolak keberadaan FPI di Kota Semarang. Kami harap segera dibubarkan (acara pengukuhan),” kata Iwan di lokasi.  Maka banggalah menjadi generasi muda yang tangguh dan berani bangkit untuk melawan paha-paham yang bertentangan dengan Pancasila, serta merusak kebhinekaan negara ini.

Karena sejatinya Sumpah Pemuda adalah salah satu tonggak sejarah perjuangan pemuda Indonesia yang harus diingat, dipahami, dan diamalkan dalam mewujudkan cita-cita hidup berbangsa dan bernegara. Dibalik rasa nasionalisme yang tinggi tersimpan dorongan yang kuat untuk bangsa ini tetap eksis, mandiri,  dan berani membela keutuhan Pancasila dari berbagai hal yang dapat memecah persatuan karena kesetiaan yang mendalam terhadap bangsanya. Ayo bersatu pemuda, mari bahu-membahu gelorakan dan warnai hari ini dengan semangat “Kita Satu Indonesia, Maju Damaikan NegaraTercinta.” [RTJ]

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”