FENOMENA ANAK JALANAN DI DAERAH TUGU MUDA SEMARANG


20141121_163824

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai sebuah negara berkembang memiliki berbagai masalah yang kompleks dalam proses perjalanannya. Berbagai masalah tersebut merupakan hasil dari kondisi yang belum stabil antara golongan atas dan golongan bawah. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan sosial dimana masih banyak masyarakat yang serba kekurangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka hidup dalam kekurangan karena beberapa faktor internal dan eksternal. Tidak adanya kemampuan dan keterampilan, serta sikap malas untuk mencari pekerjaan merupakan faktor internal. Sedangkan dari faktor eksternal karena tidak adanya lapangan pekerjaan.

Kehidupan yang semakin kompleks memaksa mereka melakukan segala hal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya salah satunya dengan dengan cara mempekerjakan anaknya untuk turun ke jalanan mencari uang, seperti meminta-minta dan menjual koran. Seperti di daerah Tugu Muda Semarang seringkali kita temukan anak-anak yang berkeliaran di jalanan.
Anak merupakan generasi penerus bangsa memiliki peran penting dalam memajukan negara. Tugas utama anak yaitu belajar untuk menggapai cita-cita untuk masa depan yang lebih baik dan bukan bekerja. Potensi anak perlu dikembangkan semaksimal mungkin serta mereka perlu dilindungi dari berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi agar hak-hak anak dapat terjamin dan terpenuhi sehingga mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan kemampuannya, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Oleh karena itu, kami mengangkat masalah tentang anak jalanan. Kami memilih tempat observasi di Tugu Muda Semarang sebagai objek kajian.

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut definisi Depsos (1997), anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat umum lainnya. Anak jalanan dalam konteks ini adalah anak yang berusia antara enam sampai dengan 18 tahun (Rochatun 2012).
Menurut pasal 34 ayat 1 UUD 1945, “ Fa¬kir miskin dan anak-anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pem¬binaan anak-anak terlantar, termasuk anak jala¬nan. Hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak asasi anak-anak yang lain seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Ma¬nusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak).
Menurut Surbakti dkk dalam (Suyanto, 2010:186) bahwa berdasarkan hasil kajian di la¬pangan, secara garis besar anak jalanan dibeda¬kan dalam tiga kelompok.
Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan, namun masih mempuny¬ai hubungan kuat dengan orang tua mereka. Se¬bagian penghasilan mereka di jalanan diberikan kepada orang tuanya. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memper¬kuat penyangga ekonomi keluarganya karena be¬ban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditang¬gung tidak dapat di selesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.
Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa dianta¬ra mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab seperti: keke¬rasan, lari atau pergi dari rumah.
Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini mem¬punyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pe¬mampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan dari sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api, dan sebagainya.
Bentuk eksploitasi pada anak jalanan sangat beragam, diantaranya: bentuk eksploitasi terha¬dap anak jalanan yang dilakukan oleh orang tua, bentuk eksploitasi terhadap anak jalanan yang di¬lakukan oleh anak jalanan yang lain dan bentuk eksploitasi terhadap anak jalanan yang dilakukan oleh preman (Dewi 2008).
Ciri-ciri anak jalanan secara umum, antara lain: (a). berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat hiburan) selama 3-24 jam per¬hari; (a) berpendidikan rendah (kebanyakan pu¬tus sekolah, dan sedikit sekali yang lulus SD); (b) berasal dari keluarga yang tidak mampu (kebanya¬kan kaum urban, dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya); (c) melakukan aktivitas eko-nomi/melakukan pekerjaan pada sektor informal (Rosdalina, 2007:72).
Schmuck (1997) mengemukakan ada tujuh langkah dalam memikirkan pemecahan masalah, yaitu (1) membuat spesifikasi permasalahan, (2) menilai situasi dengan the Force-Field Analysis, (3) membuat spesifikasi berbagai solusi, (4) merencanakan tindakan, (5) mengantisipasi hambatan, (6) melaksanakan aksi, (7) dan mengevaluasi. Beberapa diantaranya dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Membuat spesifikasi permasalahan
Pertama, yang berhubungan dengan keberadaan anak jalanan itu sendiri.
Kedua, berkaitan dengan keefektifan program intervensi yang dilakukan selama ini.
Ketiga, adanya perdebatan paradigm mengenai anak (Shalahuddin 2000). Ada juga paradigm yang dikenal, yaitu yang memandang anak sebagai ‘korban’ dan yang kedua memandang anak sebagai ‘pembuat masalah’.
2. Menilai situasi dengan the Force-Field Analysis
Baizerman (dalam Roux & Smith, 1998) menyatakan bahwa ada faktor-faktor sosial dan institusional yang mendukung keberadaan anak jalanan. Faktor-faktor tersebut bisa menghambat pemberdayaan anak jalanan, yang oleh Schmuck (1997) disebut facilitating forces.
3. Merencanakan tindakan
Ada dua sasaran tindakan dalam hal ini, yaitu anak jalanan itu sendiri dan umum yang meliputi komunitas di luar anak jalanan seperti masyarakat umum, pemerintah, dan sebagainya. Memberdayakan anak jalanan bukan merupakan persoalan yang mudah, karena kenyataannya sangat sulit mengentaskan anak jalanan dari jalan dan tidak kembali ke jalan lagi. Oleh karena itu dibutuhkan tindakan yang lebih komprehensif dari apa yang telah dilakukan selama ini.
4. Mengantisipasi hambatan
Hambatan utama yang akan muncul adalah yang berkenaan dengan pendanaan, disamping sulitnya mencari orang-orang yang concern terhadap anak jalanan untuk ikut terlibat langsung dalam memberdayakan anak jalanan.
5. Mengevaluasi
Kegiatan ini akan dievaluasi dengan dua cara :
a. Kuantitatif : ada beberapa indicator untuk mengevaluasi keberhasilan, yaitu penelitian partisipan dan pelaksanaan aktivitas yang sesuai dengan yang dijadwalkan, serta tingkat ‘ketahanan’ partisipan. Penilaian partisipan dilakukan dengan selalu memberi lembar evaluasi kepada partisipan setiap kali kegiatan selesai dilakukan, apakah kegiatan sesuai yang diharapkan bagi partisipan, apakah kegiatan bermanfaat bagi partisipan. Tingkat ‘ketahanan’ partisipan dikatakan baik bila minimal 50 % partisipan dapat bertahan sampai lulus dari program.
b. Kualitatif : Kita bisa melihat keberhasilan setiap aktivitas, bila muncul dalam kegiatan sehari-hari, sebagai berikut :
1) Ada perubahan perilaku pada partisipan.
2) Ada opini publik yang berkembang ke arah positif menanggapi anak jalanan dan ada perubahan kebijakan dari pemerintah.

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada observasi ini adalah penelitian survey. Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun, 1998). Survei merupakan studi yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk meneliti gejala suatu kelompok atau perilaku individu. Dengan teknik penggalian data wawancara. Dengan cara mewawancari subyek dengan tanya jawab secara langsung.
B. Pedoman Wawancara
Dalam penelitian ini pedoman wawancara yang kami gunakan adalah sebagai berikut:
1. Kondisi anak jalanan
2. Asal anak jalanan
3. Kelompok anak jalanan terdiri dari satu daerah atau lain daerah
4. Untuk menuju Tugu Muda kendaraan apa yang digunakan
5. Macam-macam anak jalanan
6. Jumlah penghasilan
7. Latar belakang dan faktor menjadi anak jalanan
8. Apakah anak jalanan tersebut bersekolah
9. Apakah pernah terjaring razia satpol PP
10. Bagaimana suka duka, cita-cita, dan harapan yang dialami anak jalanan
11. Tanggapan dan harapan masyarakat terhadap fenomena anak jalanan

C. Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada:
Hari dan tanggal : Selasa, 12 November 2014
Tempat : Tugu Muda Semarang
Waktu penelitian : 15.00 – 18.00

PEMBAHASAN

A. Fenomena Anak Jalanan di Daerah Tugu Muda
Di daerah Tugu Muda Semarang, kita dapat menjumpai anak-anak yang berkeliaran di jalanan. Mereka saling berkelompok memenuhi setiap sudut rambu-rambu lalu lintas. Anak-anak jalanan ini diizinkan menjual korannya saat lampu merah. Saat lampu merah mereka berjalan menghampiri para pengedara motor dan mobil untuk menawarkan koran mereka dan meminta-minta. Kelompok-kelompok anak jalanan ini berasal dari berbagai daerah. Mereka berasal dari sekitar Semarang, seperti Tlogosari. Dari rumah menuju ke Tugu Muda biasanya mereka jalan kaki atau naik angkot.
Dari hasil observasi, anak-anak jalanan ini mencari uang dengan cara menjual koran atau hanya meminta-minta. Anak jalanan yang menjual koran, mengambil koran dari pusat dan biasanya mereka mendapatkan koran edisi terbaru dan juga edisi kemarin. Koran edisi-edisi yang kemarin tersebut dijual seharga Rp2.000,00 dengan mengambil untung Rp1.000,00. Penghasilan mereka sehari bisa mencapai kurang lebih Rp20.000,00. Kata Amel salah satu narasumber, penghasilan dari jual koran tersebut digunakan untuk jalan-jalan bersama orangtua.
Anak-anak jalanan pergi ke Tugu Muda tidak sendirian tapi bersama ibu mereka. Di tempat observasi, saat anak-anak mereka turun ke jalan meminta-minta dan menjual koran, ibu mereka hanya mengawasi anak-anaknya dari kejauhan. Icha salah satu narasumber kita, mengatakan bahwa dia meminta-minta karena disuruh oleh orangtua dan apabila tidak mendapatkan uang dia akan dimarahi. Di tempat observasi kami melihat salah satu ibu dari anak-anak jalanan tersebut tiduran di rumput kawasan Tugu Muda dan mengawasi anak mereka.
Selain mewawancarai anak-anak jalanan tersebut kami juga mewawancarai Ibu Tanti yaitu orangtua dari Icha salah satu anak jalanan. Ibu Tanti mengatakan bahwa anak beliau berjualan koran untuk membayar biaya sekolah Icha. Saat ditanya pekerjaannya beliau menjawab bahwa beliau hanya ibu rumah tangga sedangkan suaminya bekerja di luar kota. Beliau juga menjelaskan anaknya meminta-minta saat pulang sekolah sampai sore hari bahkan malam hari sampai koran yang dijualnya habis dan saat pagi hari anaknya yaitu Icha bersekolah.
Icha saat kami wawancarai, mengatakan dia jarang sekolah dengan alasan kelelahan. Hal ini menggambarkan bahwa kehidupan anak jalanan tidak mengutamakan pendidikan. Bagi mereka menjual koran merupakan prioritas utama daripada sekolah. Seharusnya dalam masa anak-anak mereka dapat bermain bersama teman-teman mereka dan belajar untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Namun karena keadaan ekonomi yang kurang dan paksaan dari orangtua, mereka harus bekerja mencari uang dengan meminta-minta dan menjual koran. Sedangkan ibu mereka hanya duduk santai dan mengawasi mereka. Peran orangtua sangat penting dalam perkembangan anak dari segala aspek seperti ekonomi yaitu orangtua berkewajiban mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dari aspek kasih sayang, seharusnya orangtua memberikan perhatian dan perlingungan kepada anaknya, bukan menyuruh mereka untuk bekerja mencari uang. Sampai-sampai mereka pernah terjaring satpol pp.
Dan hasil observasi kami anak-anak jalanan tersebut pernah terjaring satpol pp dan kata mereka disana mereka diberi penyuluhan agar tidak turun ke jalanan lagi. Namun kenyataannya, saat dibebaskan oleh satpol pp mereka tetap kembali ke jalanan. Polisi yang kami wawancarai mengatakan bahwa polisi tidak bisa memberanteas anak-anak jalanan tersebut, sehingga polisi hanya bisa memberitahu anak-anak jalanan tersebut agar hati-hati dan saat lampu hijau menyala anak-anak menepi agar tidak terjadi kecelakaan.
Faktor yang mempengaruhi mereka menjadi anak jalanan karena adanya faktor dari dalam yaitu dari keadaan ekonomi keluarganya yang kurang. Selain itu sifat malas orangtua untuk bekerja sehingga mempekerjakan anaknya untuk membantu kebutuhan hidupnya. Selain itu juga terdapat faktor dari luar seperti kurangnya lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia,sulitnya mencari pekerjaan menyebabkan orang hanya mencari pekerjaan yang instan,tanpa bekerja keras dan berusaha untuk mencari pekerjaan yang layak,Dari latar belakang pendidikan mereka juga mempengaruhi.
Saat selesai wawancara kami juga saling berbincang-bincang kepada ibu dan anak-anak jalanan tersebut. Kami berbicara mengenai cita-cita mereka kelak dan menghibur mereka. Dibalik sosok mereka sebagai anak jalanan yang sering diremehkan oleh masyarakat, ternyata mereka tidak buta aksara, mereka mengenal huruf dan bisa menulis, mengeja. Terbukti mereka dapat menulis dan mengeja nama mereka. Namun saat wawancara berlangsung mereka tidak bisa diajak berbicara bahasa Indonesia dengan baik, mereka lebih mengerti pertanyaan dengan menggunakan bahasa jawa.

B. Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Mengatasi fenomena Anak Jalanan di Daerah Tugu Muda
1. Melakukan razia bagi anak jalanan yang masih berkeliaran di jalan Ach. Nazaeri ( Polisi ) menuturkan,
“menghadapi persoalan anak jalanan yang terdapat di kota Semarang sudah berulang kali dilakukan razia dan penertiban dengan melibatkan polisi pamong praja (satpol-pp), namun sampai saat ini belum bisa dituntaskan. Setiap mereka tertangkap oleh Satpol-pp mereka dibawa ke kantor Dinas untuk dimintai keterangan mengapa mengemis dan masih mangkal disana, setelah mereka diberikan pengertian mereka diberikan penyuluhan dan pesangon untuk membuka usaha kecil-kecilan, akan tetapi mereka tetap masih beraktivitas seperti semula dan mereka menolak untuk diberikan pembinaan.”

Banyak sekali usaha yang telah dilakukan oleh pemerinta untuk menangani masalah anak jalanan.

2. Melakukan pembinaan dan pelatihan
Dalam melakukan pembinaan terhadap anak jalanan, pemerintah daerah kabupaten Semarang melalui Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi terus melakukan dengan maksimal, hanya saja pemerintah juga masih menemukan banyak kendala termasuk dari anak jalanan dan orang tua yang bersangkutan, seperti tidak mau diberikan pelatihan keterampilan, padahal pemerintah telah memberikan dana bantuan, akan tetapi mereka susah meningalkan kebiasaan mereka itu.
Penanggulangan Pemerintah yang meliputi usaha-usaha preventif, represif, rehabilitatif bertujuan agar tidak terjadi lagi anak jalanan dan peminta-minta, serta mencegah meluasnya pengaruh akibat anak jalanan dan peminta-minta di dalam masyarakat Semarang, dan memasyarakatkan kembali anak jalanan dan peminta-minta menjadi anggota masyarakat, serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak sesuai dengan harkat martabat manusia.

PENUTUP

Masalah sosial merupakan hubungan seseorang ( anak jalanan pengemis ) dengan masyarakat khususnya keluarga, karena keluargalah yang mempunyai peran penting dalam kehidupan anak. Lingkungan tempat tinggal, keluarga, dan lingkungan sekitar anak bergaul termasuk teman-teman anak, dapat menjadi alasan anak itu untuk turun ke jalan. Karena tuntutan orang tua, anak akan lebih merasa nyaman dengan temannya daripada dengan orang tuanya ketika orang tua melalaikan tanggungjawabnya. Anak Jalanan di Tugu Muda Semarang, kebanyakan dari mereka disuruh orang tuanya untuk bekerja sebagai pengemis atau penjual koran seperti yang dilakukan oleh Ica, Upi, dan Amel. Orang tua mereka menyuruh bekerja anaknya tanpa memperdulikan hak anak. Dalam fenomena tersebut, orangtua merampas hak anak karena seharusnya anak-anak jalanan tersebut sekolah dan menikati masa mudanya mereka seperti anak-anak yang lain seperti belajar, bermain seperti teman-teman lainnya.
B. Kritik dan Saran
Saran yang dapat penulis rekomendasikan adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah harus lebih memperhatikan fenomena anak jalanan yang semakin hari jumlahnya semakin bertambah. Perhatian tersebut dapat dilaksanakan melalui program pemberian ketrampilan terhadap orang tua anak jalanan yang menjadi pengangguran. Sehingga jumlah anak jalanan dapat di tekan, dan daoat menyelamatkan generasi penerus bangsa.
2. Sebagai akademika, mahasiswa tidak diperbolehkan menutup matanya mengenai fenomena nyata di sekitarnya ini. Mahasiswa dapat turun langsung dan memberikan penegrtian serta motivasi kepada para anak jalanan. Selain itu mahasiswa juga dapat melaksanakan penelitian mendalam mengenai fenomena anak jalanan ini yang selanjutnya dapat menjadi rujukan bagi pemerintah.
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, semoga dapat memberikan pengetahuan bagi mereka pembaca. Dengan menyingkirkan kesombongan dalam diri dan tiada gading yang tak retak, penulis tetap mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan karya penyusun di masa mendatang.

  1. #1 oleh Firdha Indriani pada 21 November 2015 - 1:43 pm

    dari pihak si anak apakah mereka senang berada di jalanan mbul?

  2. #2 oleh Vivin Asafirda pada 22 November 2015 - 3:17 am

    Nice 🙂

  3. #3 oleh ERINAARF pada 22 November 2015 - 7:40 am

    Artikelnya bermanfaat mbak Nad, semangat ngeblog :thumbup

  4. #4 oleh Rima A Riani pada 23 November 2015 - 5:46 am

    sebaiknya tulisannya rata kanan kiri nada biar lebih rapi dilihat 🙂 😀

  5. #5 oleh Arrum yuni pada 23 November 2015 - 6:32 am

    Tulisannya dirapiin ya kak 🙂

  6. #6 oleh Siti Farikhah pada 23 November 2015 - 2:22 pm

    Penulisannya di rata kanan kiri ya nad biar terlihat lebih rapi,semangat menulis 🙂

  7. #7 oleh Afnada Saffanata pada 29 November 2015 - 4:32 am

    oke terimakasih semua atas masukannya 🙂

  8. #8 oleh renny ayuningsih pada 30 November 2015 - 12:49 pm

    Tulisannya menarik, isinya juga menambah wawasan. lanjutkan dan tetap semangat.

(tidak akan di tunjuk-tunjukan)


Lewat ke baris perkakas