DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN BAGI KESEJAHTERAAN PETANI

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk sangat besar. Jumlah penduduk tersebut semakin bertambah setiap tahunnya. Sebagai gambaran, dapat kita lihat dari tingkat kepadatan penduduk Indonesia pada tahun 2000 adalah 108 jiwa per kilometer persegi, jumlah ini meningkat jadi 116 orang per kilometer persegi pada tahun 2005 (BPS  2005). Banyak sekali faktor yang menyebabkan adanya konversi lahan pertanian, salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Kustiawan (1997) dalam Massardy (2009) yaitu konversi lahan sawah banyak terjadi di Pulau Jawa yaitu di wilayah Pantura. Lahan pertanian yang subur tersebut kemudian dikonversi menjadi perumahan, industri, dan prasarana yang luasnya jauh lebih besar dibandingkan dengan luas sawah baru. Hal ini yang menyebabkan luas sawah mengalami penyusutan yang cukup besar.Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta intensitas pembangunan yang berkembang dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan. Permintaan akan lahan pertanian terus bertambah, sedangkan kita tahu bahwa lahan pertanian yang tersedia jumlahnya sangat terbatas. Hal inilah yang kemudian mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non-pertanian atau industri.

Kebijakan pemerintah menyangkut pertanian ternyata sebagian besarnya tidak berpihak pada sektor pertanian itu sendiri. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Lahan pertanian menjadi korban untuk memenuhi kebutuhan lahan penduduk Indonesia yang tidak bertanggungjawab. Konversi lahan merupakan konsekuensi dari akibat meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk serta pembangunan yang lainnya. Konversi lahan pada hakekatnya merupakan hal yang wajar terjadi pada era modern seperti sekarang ini, namun konversi lahan pada kenyataannya membawa banyak masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Lahan pertanian dapat memberikan banyak manfaat seperti dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun, akibat konversi lahan tersebut sehingga menjadikan semakin sempitnya lahan pertanian akan mempengaruhi segi ekonomi, sosial, dan lingkungan tersebut. Dan jika konversi lahan pertanian ke non-pertanian ini terus dilakukan dan tak terkendali, maka hal ini tidak hanya menjadi masalah bagi petani di pedesaan, tetapi hal ini bisa menjadi masalah nasional bangsa Indonesia.

  1. PEMBAHASAN
  2. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Konversi Lahan

Mendefinisikan alih fungsi lahan disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dan fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif  (masalah) terhadap lingkungan. Alih fungsi lahan berarti perubahan, yang disebabkan oleh faktor-faktor yang meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Menurut (Tjondronegoro 1999: 27):

“Bagi penduduk Indonesia, yang masih dominan berorientasi pertanian, tanah adalah sumber daya yang paling. Ketika tanah relatif berlimpah dibandingkan dengan jumlah penduduk, dan ketika kekayaan alam masih mungkin dimanfaatkan secara ekstensif, para pedagang berpindah mengubah hutan primer menjadi ladang-ladang tanaman pangan. Dalam kondisi langka penduduk, ketika tanah dapat dibiarkan tidur agar terjadi penghutanan kembali secara alami, lingkungan alam segera memulihkan dirinya dari kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh intervensi manusia”

Alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di pedesaan, sebagaimana dikemukakan oleh Kustiawan (1997) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan, yaitu : Pertama, Faktor Eksternal yang disebabkan oleh adanya perkembahan pertumbuhan perkotaan. Kedua, Faktor Internal merupakan faktor yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. Ketiga, Faktor Kebijakan merupakan aspek yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

Beberapa faktor yang menyebabkan cepatnya konversi tanah pertanian menjadi non-pertanian yaitu:

Faktor kependudukan: peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tambah untuk perumahan, jasa industri, dan fasilitas umum lainnya.Faktor ekonomi : tingginya tingkat keuntungan yang diperoleh sektor non-pertanian dan rendahnya sewa tanah dari sektor pertanian itu sendiri. Perilaku dimana mencari keuntungan jangka pendek namun kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan kepentingan secara keseluruhan.Ini karena lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari peraturan-peraturan yang ada.

  1. Dampak Konversi Lahan Pertanian

Konversi lahan pertanian pada umumnya berdampak sangat besar pada bidang sosial dan ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat salah satunya dari berubahnya fungsi lahan. Menurut Somaji (1994), konversi lahan juga berdampak pada menurunnya porsi dan pendapatan sektor pertanian petani pelaku konversi dan menaikkan pendapatan dari sektor non-pertanian.

Konversi lahan berimplikasi atau berdampak pada perubahan struktur. Adapun perubahan yang terjadi, yaitu:

1) Perubahan  pola penguasaan lahan. Pola penguasaan tanah dapat diketahui dari pemilikan tanah dan bagaimana tanah tersebut diakses oleh orang lain. Perubahan yang terjadi akibat adanya konversi yaitu terjadinya perubahan jumlah penguasaan tanah. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa petani pemilik berubah menjadi penggarap dan petani penggarap berubah menjadi buruh tani. Implikasi dari perubahan ini yaitu buruh tani sulit mendapatkan lahan.

2) Perubahan pola penggunaan tanah. Pola penggunaan tanah dapat dari bagaimana masyarakat dan pihak-pihak lain memanfaatkan sumber daya agraria tersebut. Konversi lahan menyebabkan pergeseran tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita. Konversi lahan mempengaruhi berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian. Selain itu, konversi lahan menyebabkan perubahan pada pemanfaatan tanah dengan pertanian yang makin tinggi. Implikasi dari berlangsungnya perubahan ini adalah dimanfaatkannya lahan, khususnya untuk tanah sawah.

3) Perubahan pola nafkah. Nafkah didapat berdasarkan sistem mata pencaharian masyarakat dari hasil-hasil produksi pertanian dibandingkan dengan hasil non pertanian. Keterbatasan lahan dan keterdesakan ekonomi rumah tangga menyebabkan pergeseran sumber mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

  1. Strategi Penanganan Alih Fungsi Lahan Pertanian

Dengan begitu banyak permasalahan yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan pertanian, untuk itu ada beberapa strategi penanganan atau pengendalian tanah secara menyeluruh. Seperti yang dikemukakan oleh Sunito(2005) strategi yang dapat ditempuh salah satunya adalah memperkecil peluang terjadinya konversi lahan pertanian. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperkecil terjadinya konversi lahan adalah dari sisi penawaran dan sisi permintaan.

Sunito (2005) juga menjelaskan bahwa dari sisi penawaran dapat berupa insentif kepada pemilik lahan. Sedangkan dari sisi permintaan dapat dilihat melalui :

Mengembangkan pajak tanah yang progresif, meningkatkan efisiensi kebutuhan lahan non-pertanian sehingga tidak ada tanah yang sia-sia, mengembangkan prinsip hemat lahan untuk kawasan industri, perumahan dan perdagangan.

Strategi untuk mengendalikan kegiatan konversi lahan pertanian yang berikutnya adalah dengan membatasi konversi tanah sawah yang memiliki produktivitas tinggi dan menyerap tenaga kerja pertanian dalam upaya mengurangi pengangguran. Kemudian mengarahkan kegiatan konversi tanah pertanian untuk pembangunan kawasan industri, perdagangan dan perumahan pada kawasan yang kurang produktif. Selanjutnya dengan membatasi luas tanah yang dapat dikonversi di setiap kabupaten/kota yang mengacu pada kemampuan pengadaan pangan mandiri. Serta dengan menetapkan Kawasan Pangan Abadi yang tidak boleh di konversi, dengan pemberian insentif bagi pemilik tanah (Sunito2005).

Selain strategi-strategi yang telah dikemukakan oleh Sunito (2005) di atas, Saya juga dapat memberikan beberapa saran atau penanganan untuk mengatasi adanya konversi lahan pertanian yang semakin meluas. Strategi yang utama yaitu mengenai kebijakan pemerintah yang ingin mengganti lahan pertanian menjadi lahan industi itu harus di ubah, selain itu juga konversi lahan sebaiknya dilakukan pada lahan yang memang sudah tidak produktif. Alternatif terakhir yang bisa diharapkan adalah walaupun tetap dilakukan konversi lahan, namun harus benar-benar memperhatikan kelestarian lingkungan yang ada di pedesaan.

III. KESIMPULAN

Konversi lahan pertanian atau alih fungsi lahan pada dasarnya merupakan akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan dan kepemilikan lahan antara sektor pertanian  maupun non-pertanian. Oleh karena itu, dengan adanya konversi lahan maka akan berdampak pada kondisi perumahan dan lingkungan fisik, kesehatan dan tingkat pendapatan, serta akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat petani itu sendiri. Selain itu konversi lahan pertanian juga akan menyebabkan keterbatasan sumberdaya alam, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: