GLOBALISASI, MCDONALISASI, DAN GLOKALISASI

glob

GAMBARAN UMUM

Isu-isu yang akan dibahas dalam tulisan ini antara lain pengaruh globalisasi, McDonalisasi, dan resistensi unsur budaya lokal yang kemudian melahirkan glokalisasi. Teoritisi utama yang banyak diobahas dalam bab ioni adalah George Ritzer.

  1. RELEVANSI

Apa yang dibahas dalam bab ini diharapkan bukan hanya memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang pengaruh globalisasi atau globalisasi dan dimensi-dimensi McDonalisasi, tetapi juga mengkaji munculnya konvergensi budaya dan hibridasai budaya yang melahirkan istilah glokalisasi.

Bagi mahasiswa yang kelak akan berkecimpung di bidang usaha dan industri, atau bekerja sebagai perencana pembanguan, pengetahuan tentang berbagai isu yang dibahas dalam bab ini diharapkan dapat menjadi bekal untuk lebih memahami latar belakang dan dampak sosial globalisasi dan dinamika resistensi unsur budaya lokal di tengah arus perubahan global yang makain masif.

  1. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Tujuan instruksional khusus bab ini, antara lain menjelaskan kepada mahasiswa pengertian dan dampak globalisasi, masalah yang dihadapi masyarakat di era post-modern, dan proses globalisai yang lebih heterogen dan spesifik.

 

 

 

 

 

 

PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN

  1. MATERI

Globalisasi sesungguhnya bukan hanya merupakan fenomena ekonomi dan politik, tetapi juga fenomena budaya. Globalisasi adalah penyebaran praktik, relasi, kesadaran dan organisasi ke berbagai pemjuru dunia, yang telah melahirkan tranasformasi dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dari segi ekonomi, kekuatan ekonomi negara maju dan pengaruhnya yang dominan acap kali menjadikan negara sedang berkembang tak ubahnya seperti pangasa pasar dan ladang persemaian bagi berbagai kepentingan perusahaan multinasional. Jika di masa lalu penjajahan dilakukan melalui invansi kolonial, maka di era post modern penjajahan dilakukan melalui  penguasaan dan monopoli pasar yang makin mengglobal oleh kekuatran kapitalisme.

Dari segi budaya, globalisasi umumnya dipahami sebagai proses penjajahan budaya, westernisasi, atau paling tidak proses percampuran berbagai unsur budaya global dan lokal yang menghasilkan glokalisai. Dalam pandangan beberapa teoritisi seperti Ulrich Beck (2000) misalnya, globalisasi tidak dipandang sebagai proses monokasual dan linier satu arah, melainkan dipahami sebagai proses interaksi yang multidimensional dan multidireksional. Globalisai budaya tejadi ketika penetrasi kekuatan dan superioritas budaya dari barat merambah ke berbagai sendi kehidupan masyarakat, memengaruhi pembentukan pola konsumsi masyarakat, gaya hidup, bahkan memengaruhi cara berfikir masyarakat.

Berbeda dengan paradigma diferensiasi kultural yang meyakini globalisasi hanya berpengaruh pada permukaan dan tidak berpengaruh hingga struktur budaya, paradigma konvergensi budaya meyakini bahwav akibat globalisasi maka kebudayaan dunia dipandang cenderung semakin serupa. Berbagai konsep seperti imperilalisme budaya, Amerikanisasi, pembaratan, termasuk McDonalisasi merupakan istilah yang acap kali digunakan untuk menunjukkan terjadinya proses globalisasi.

  1. MCDONALISASI

George Ritzer (2002) menyebut proses perubahan dan fenomena globalisasi yang merambah ke berbagai penjuru dunia sebagai proses McDonalisasi. Disebut sebagai McDonalisasi karena dalam pandangan Ritzer proses perubahan yang tengah melanda masyarakat di era post-industrial tak udahnya seperti proses perubahan yang terjadi karena merebaknya praktik bisnis fast food McDonald di berbagai belahan dunia. Kehadiran McDonald merupakan tonggak lahirnya sebuah “paradigma” yang dinamakan McDonalisasi, yaitu sebuah proses dimana berbagai prinsip restoran fast food hadir untuk mendominasi lebih banyak sektor kehidupan di berbagai negara manapun di dunia.

Dalam mengembangkan konsep dan penegertian McDonalisasi, Ritzer banyak dipengaruhi Max Weber, seorang teoritisi sosial yang terkenal dengan konsepnya tentang “ kerangkeng besi” rasionalitas birokrasi. Hanya saja berbeda dengan Weber yang melihat birokrasi sebagai institusi yang rasional, menurut Ritzer di era post modern, rasionalitas diwakili oleh restoran cepat saji McDonald yang seolah menggantikan birokrasi untuk menyebarluaskan cara kerja rasional, yang ujung-ujungnya sebetulnya irrasional.

Di berbagai negara, mnurut Ritzer apa yang disebut pelayanan cepat saji atau pelayanan instan telah meerambah ke berbagai sektor kehidupan dan diinfestasikan dalam beberapa cara. Model pengelolaan usaha sperti McDonald tidak saja diadopsi sebatas oleh usaha waralaba makanan, namun telah pula masuk dan berkembang dalam bisnis restoran-restoran cepat hidang di negara-negara maju maupun di negara sedang berkembang. Berbeda dengan restoran dengan layanan tradisonal, dalam banyak kasus yang namanya usaha makanan kini cenderung dilakukan serba cepat, seragam, dengan hitungan waktu yang ketat, dan massal sehingga konsumen tidak lagi bisa membedakan antara makanan atau masakan cepat saji di sebuah negara dengan makanan yangsama di negara yang lain. Sensasi makan ayam di McDonald , Kentucky Fried Chicken, Texas Chicken, California Fried Chicken, dan lain sebagainya,  kini nyaris tidak bisa dibedakan bagaimana perbedaan cita rasanya, karena semua menerapkan prinsip pengelolaan layanan cepat saji.

Diberbagai negara, dalam perkembangannya kemudian yang namanya usaha cepat saji atau McDonalisasi kini tidak lagi sebatas usaha makanan Instan. Dengan mengacu atau meniru institusi bisnis Waralaba McDonald, dalam beberapa tahun terakhir tidak sedikit negara mulai mengembangkan variasinya sendiri, mulai dari jenis makanan ringan sampai “body shop” dan aktivitas-aktivitas bisnis non-makanan lain. Semua jenis usaha ini dikembangkan dengan mengacu pola pengelolaan yang dilakukan McDonald. Di Surabaya, Jakarta, Singapura atau Paris, kini setiap orang bisa dengan mudah berbelanja dan memperoleh berbagai produk perawatan kuli, rambut, dan minyak wangi dari L’Occitane, membeli kaos merek Lacoste, GAP, Zara, dan lain sebagainya. Dengan konsep waralaba, maka yang namanya usaha yang berskala massal kini dengan mudah membuka gerai di berbagai mal, satu dengan yang lain kini tampak makin seragam.

  1. DIMENSI MCDONALISASI

Menjamurnya model McDonald atau proses McDonalisasi ke dalam aktivitas bisnis lain, menurut George Ritzer (2012: 993-995) adalah konsekuensi yang tidak terhindarkan dari pengaruh globalisasi yang merambah ke berbagai penjuru dunia. Cara kerja sebagaimana diterapkan restoran cepat saji McDonald yang menekankan pada efisiensi, kemudahan diperhitungkan, kemudian diprediksi, kontrol melalui teknologi, dan secara paradoksial ketidakrasionalan rasionalitas, bukan saja kemudian diterapkan dalam proses pengelolaan berbagai jenis usaha yang lain, tetapi juga memengaruhi aktivitas dan perilaku sosial masyarakat di era Post-industrial. Secara garis besar, prinsip-prinsip yang berlaku dalam McDonalisasi, antara lain :

Pertama, efisiensi yang memilih sarana optimal bagian tujuan akhir yang telah ditetapkan. Dalam definisi ini terkandung penjelasan : optimal dalam hal ini bermakna sebagai upaya mendapatkan dan memanfaatkan sarana sebaik mungkin. Pengertian ini sebenarnya bukan pengertian umum seperti yang biasa kita pahami, namun dalam masyarakat yang di-McDonalisasi lebih merupakan pengertian yang tidak pernah bisa dilacak sarana terbaik bagi tujuan akhirnya.

Mereka pada kenyataanya mnejadi cenderung menggantungkan pada sarana yang ditemukan dan dilembagakan. Dengan kata lain, mereka digiring memiliki “hasrat lebih efisien”. Efisiensi dalam kenyataannya bisaa kita temui meluas dalam hal proses, menyederhanakan produk, serta pada kegiatan-kegiatan teknis pelayanan dengan cara meminta konsumen melakukan sesuatu yang sbelumnya dikerjakan oleh karyawan. Dalam menyangkut proses, organisasi yang ter-McDonaliasasi akan menyiapkan alur kerja dan teknis produksi dengan prinsip efisiensi yang melibatkan sejumlah pekerja dengan tugas khusus serta didukung oleh teknologi modern.

Contoh lain penerapan efisiensi adalah menyangkut produk yang dihasilkan, yaitu dengan cara menyederhanakan produk. Upaya penyederhanaan produk ini merupakan landasan industrinya, yaitu sedikit bahan mentah, sederhana dalam pembuatan dan penyajiannya tetapi bisa cepat dikonsumsi (dimakan). Demi efisiensi, organisasi yang ter-McDonaliasasi bukan hanya “memaksa” para pekerja untuk mengikuti  semua aturan , norma dan regulasi yang ditetapkan dunia usaha, tetapi juga memaksa konsumen mengikuti prosedur yang telah ditetapkan agar tercapai efisiensi yang benar-benar maksimal.

Prinsip efisiensi McDonalisasi ini, selain di dunia usaha makanan, seperti McDonald, Kentucky Fried Chicken, dan California Fried Chicken, sebenarnya bisa kita jumpai dalam beberapa bidang kehidupan seperti penerapan sistem komputerisasi pada penilaian, hiburan dan olahraga, di mana semua telah dirancang dan dioperasionalkan secara efisien.

Kedua, dalam prinsip kemudahan diperhitungkan, McDonalisasi menekankan pada sesuatau yang bisa dikalkulasi, dihitung atau dibilang, serta menitikberatkan kuntitas menjadi pengganti kualitas. Penekankan pada kuantitas ini terutama  berkaitan dengan perhitungan waktu, menyangkut proses maupun hasil akhir. Pada proses, penekanannya lebih pada kecepatan. Adapun pada hasil akhir, fokusnya terletak pada jumlah produksi yang dihasi;lkan dan disajikan. Aplikasi dimensi ini pada akhirnya diharapkan membawa pengaruh pada efisiensi, karena sesuatu yang di desain mampu dihitungkan mendukung prinsip efisiensi.

Penekanan pada kuantifikasi dibanding kaualitas produk dalam prinsip kemudahan diperhitungkan tersebut juga diikuti dengan penciptaan ilusi kuantitas di benak konsumen serta bagaimana mengatur proses produksi dan layanan menjadi bilangan yang bisa dikontrol. Untuk kepentingan ilusi, penyajian produk biasanya diatur sedemikian rupa sehingga porsi dikesankan “tampak Berlebihan”. Adapun dalam proses produksi dan layanan, pengukuran setiap elemen input sebelum proses produksi dilakukan dengan cermat sehingga bisa dipaastikan kontrol kuantitas serta kualitasnya.

Dalam organisasi yang ter-McDonalisasi, kecepatan acap kali menjadi sesuatu yang penting dalam prinsip kemudahan diperhitungkan. Organisasi yang ter-McDonalisasi, dalam praktik keseharian mereka niscaya akan berusaha dan senantiasa dituntut membuat terobosan bagaimana menyelesaikan dan menyajikan suatu produk dalam jumlah maksimal dalam waktu yang relatif singkat, sehingga kan dapat diperoleh keuntungan yang benar-benar optimal bagi pemilik usaha.

Selain dalam bisnis restoran cepat saji, penerapan prinsip kemudahan diperhitungkan dan fenomena kuantifikasi organisasi yang ter-McDonalisasi juga bisa diamati dalam bidang pendidikan, publikasi, praktik medis, televisi, olahraga, dan politik. Di bidang pendidikan, misalnya untuk mempercepat kelulusan mahasiswa, namun tetap mengharuskan mereka membayar mahal, bukan hanya dihela melalui penerapan sistem SKS, tetapi juga melalui proses penerapan semester pendek, dan lain sebagainya, yang diikuti dengan penarikan biaya kuliah yang makin mahal. Efisiensi, kemudahan, dan komersialisasi dalam proses pendidikan merupakan bukti bagaimana McDonalisasi telah merambah ke berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan.

Ketiga, prinsip prediksi, yakni bagaimana cara kerja ala McDonalisasi memberikan suatu kepastian dalam berbagai hal yang menyangkut banyak aspek, mulai bagi karyawan, organisasi, maupun konsumen. Bagi karyawan prinsip ini memberikan “kepastian”  tentang hal-hal yang berkaitan dengan cakupan bidang kerja. Pada organisasi, daya prediksi produk dalam beberapa aspek (ukuran, rasa, warna, dan sebagainya ) akan mudah dilakukan dengan melalui penyeragaman bahan mentah, penerapan teknologi sejenis dalam proses produksi serta sistem pengepakan . McDonald menawarkan daya prediksi agar produk dan layanannya tetap konsisten sepanjang waktu dan di semua tempat. Aplikasi prinsip prediksi ini bisa dijumpai dalam praktik bisnis bidang hiburan, olahraga, mal belanja, wisata, dan perumahan.

Keempat, McDonalisasi menawrkan kontrol melalui subtitusi non mnusia. Penekanan dimensi kontrol ini terletak pada penggantian manusia dengan teknologi non manusia melalui pencarian cara-cara untuk meningkatkan kontrol atas proses produksi, pekerja, dan pelanggan. Pengertian teknologi dalam prinsip ini tidak hanya menyangkut mesin-mesin dan peralatan tetapi juga materiil, skills, pengetahuan, hukum, aturan, prosedur serta teknik. Dalam sistem kerja di industri makanan cepat saji seperti McDonald, apa yang dilakukan pekerja mulai dari apa yang mereka olah, sajikan dan bahkan apa yang mereka katakan, semua serba seragam dan seolah para pekerja tak ubahnya seperti mesin yang sudah diprogram oleh sistem komputer raksasa. Seorang pegawai McDonald di Jakarta, Surabaya, Singapura, Thailand, Australia dan Amerika semua tidak berbeda tentang apa yang mereka sampaikan kepada para pembeli yang datang. Ucapan selamat siang, cara menawarkan menu, dan lain sebagianya semua nyaris tidak berbeda karena semua telah diprogram dan dikontrol secara tersentralisasi melalui pelatihan dan kode etik bagi pekerjanya.

Kelima, dimensi yang terkahir ini sebenarnya lebih menekankan pada pengaruh negatid praktik McDonalisasi. Prinsip rasional yang mendasari bekerjanya organisasi modern dalam McDonalisasi pada kahirnya sering kali dianggap malah melahirkan irasionalitas dalam berbagai bentuk, diantaranya inefisiensi, ketidakmampuan prediksi, ketidakmampuan dihitung, serta hilangnya kontrol. Dan yang paling penting adalah irasionalitas yang mengarah pada pengingkaran prinsip kemanusiaan.

Meski McDonalisasi menggemabr-gemborkan efisiensi, namun yang menjadi pertanyaan adalah efisiensi ditujukan untuk siapa? Karena jika diamati dengan cermat, sebagian perolehan efisiensi tersebut hanya dirasakan oleh pencipta rasionalisasi. Adapun sebenarnya apa yang sedang dibangun adalah ilusi kesenangan bagi konsumen dengan menhadrikan berbagai macam fasilitas dan hiburan untuk menutupi irasionalitasnya. Bahkan, dalam beberapa kasus ditengarai, penerapan McDonalisasi tidak hanya menghasilkan irasional, tetapi juga melahirkan dehumanisasi yang antimanusia dan menghancurkan manusia. Pada kenyataannya, ada sejumlah irasionalitas yang terjadi akibat kehadiran McDonalisasi, diantaranya ancaman kesehatan dan lingkungan, dehumanisasi pegawai dan pelanggan, pengaruh negatif hubungan manusia dan proses homogenisasi.

  1. GLOBALISASI VERSUS GLOKALISASI

Sebagai sebuah realitas sosial, globalisasi harus diakui adalah proses perubahan yang tidak terhindarkan, yang dengan sangat cepat merambah ke berbagai sendi kehidupan masyarakat di berbagai nrgara. Globalisasin atau sering pula disebut grobalisasi ( tumbuh, growth) secara garis besar memiliki tiga kekuatan penegak utama, kapitaliusme, Amerikanisasi, dan Mc Donalisasi , yang  kesemuannya memiliki arti yang sangat penting dalam penyebaran kekosongan keseluruh dunia (Ritzer,2012: 998).

Berbeda dengan something (sesuatu) yang  memiliki muatan tertentu  yang kemungkinan ditolak atau berbenturan dengan muatan lokal, kosong (nothing) cenderung lebih mudah diekspor, lebih mudah untuk diproduksi berkali-kali karena mereka sangat minimalis, dan juga menawarkan hasil yang lebih murah karena hasil prduksi ulang. Kehadiran mal, misalnya merupakan contoh kekosongan di era  global yang tumbuh di berbagai penjuru dunia. Dikatakan kekosongan, karena mal ini diisi oleh berbagai toko jaringan global yang menawarkan homogenisasi global.  Yang dimaksud kekosongan disini sudah tentu bukan dalam artian fisik melainkan lebih dalam arti budaya, yaitu bagaimana perasaan orang ketika myang ditemui di berbagai nrgara ternyata hanyalah mal-mal atau pusat perbelanjaan yang serba seragam, yang homogen, sehingga tidak lagi ada bedanya apakah seseorang memtuskan berbelanja di Surabaya, Jakarta, Singapura, Hong Kong, Paris,  bahkan di Amerika sekalipun, karena apa yang ada di Amerika, ternyata juga dengan mudah ditemui di berbagai negara.

Menurut Ritzer (2012:9 99), secara garis besar terdapat empat bentuk kekosongan yang kini tengah mengglobal di berbagai negara. Pertama, nontempat atau pengaturan yang hampir sepenuhnya kosong dari muatan. Kedua, nonbenda, item seperti kartu kredit yang tidak bisa dibedakan dengan jutaan kartu kredit yang lain, dan semuanya berfungsi dengan cara yang persis bagi orang yang menggunakan di belahan dunia manapun. Ketiga, nonorang, yakni karyawan atau pekerja yang berkaitan dengan nontempat, misalnya telemarkerter yang bisa berinteraksi dengan semua pelanggan dengan cara yang tidak jauh berbeda. Keempat, nonjasa, yakni yang disediakan oleh ATM, yang berbeda dengan jasa yang ditawarkan pekerja bank. Muara atau akibat dari berbagai kekosongan sebagaimana dikatakan Ritzer diatas pada akhirnya akan makin meningkatkan homogenisassi.

Lahan dari globalisasi atau globalisasi adalah glokalisasi. Glokalisasi adalah konsep yang dilahirkan paradigma hibridasi budaya yang menekankan pada percampuran budaya sebagai akibat dari globalisasi dan produksi, semacam budaya hibridasi yang unik, yang tidak bisa direduksi secara hitam putih sebagi budaya lokal maupun global. Menurut paradigma hibridasi budaya ini, globalisasi atau McDonalisasi tidak diyakini hanya  melahirkan homogenisasi karena perubahan yang sekilas tampak beda sebetulnya terjadi hanya dipandang berlangsung di wilayah permukaan, sebab yang sesungguhnya terjadi adalah penyatuan proses global dan realitas lokal untuk memproduksi bentuk-bentuk hibrida baru yang khas dan heterogen.

Menurut Roland Robertson (2001), unsur-unsur penting dalam proses globalisasi, antara lain : pertama, dunia sedang bekembang menjadi lebih pluralistis. Kedua, para individu dan semua kelompok lokal memiliki kekuatan yang luar biasa untuk beradaptasi, berinovasi, dan bermanuver di dalam sebuah dunia yang mengalami glokalisasi. Teori glokalisasi memandang individu dan kelompok lokal sebagai agen sosial yang penting dan kreatif. Ketiga, semua proses sosial bersifat saling berhubungan dan bergantung satu dengan yang lain. Keempat, komoditas dan media tidak dipandang (sepenuhnya) koersif, tetapi tepatnya menyediakan materi untuk digunakan dalam cptaan indivdu atau kelompok di seluruh dunia yang mengalami glokalisasi (Ritzer,2013: 1000).

Mengkaji sejauh mana dan ke arah mana polemik tentang pengaruh globalisasi dan glokalisasi akan berakhir, harus diakui bukanlah hal yang mudah. Tetapi, yang jelas, seperti dikatakan Ritzer, bahwa globalisasi atau grobalisasi pada titik tertentu tidak selalu diikuti dengan tumbuhnya rasionalitas masyarakat, melainkan tidak jarang justru membuka ruang bagi perkembangan irasional masyarkat.

SIMPULAN

Globalisasi adalah penyebaran praktik,relasi, realasi, kesadaran dan oraganisasi ke berbagai penjuru dunia, yang telah melhirkan transformasi dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dari segi budaya, globalisasi umumnya dipahami sebagai proses penjajahan budaya, westernisasi, atau paling tidak proses percampuran berbagai unsur budaya global dan lokal yang menghasilkan glokalisasi.

George Ritzer (2002) menyebut proses perubahan dan fenomena globalisasi yang merambah ke berbagai penjuru dunia sebagai proses McDonalisasi. McDonalisasi adalah sebuah proses dimana berbagai prinsip restoran fastfood  hadir untuk mendominasi lebih banyak sektor kehidupan berbagai negara manapun di dunia. Cara kerja sebagaimana diterapkan restoran cepat saji McDonald yang menekankan pada efisiensi, kemudahan diperhitungkan, kemudahan diprediksi, kontrol melaui teknologi, dan secara paradoksial ketidak rasionalan rasionalitas, bukan saja kemudian diterapkan dalam proses pengelolaan berbagai jenis usaha yang lain, tetapi juga memengaruhi aktivitas dan perilaku sosial masyarakat di era post-industrial.

Globalisasi atau sering kali sebut dengan istilah grobalisasi (tumbuh, Growth) secara garis besar emiliki tiga kekuatan penggerak utama, yaitu kapitalisme, Amerikanisasi, dan McDonalisasi, yang kesemuanya memiliki arti yang sangat penting dalam penyebaran kekosongan e seluruh dunia. Menurut Ritzer (2012: 999), empat bentuk kekeosongan yang kini tengah mengglobal di berbagai negara adalah : n ontempat, nonbenda, nonorang, dan nonjasa.

Lawan dari globalisasi atau grobalisasi adalah glokalisasi. Glokalisasi adalah konsep yang dilahirkan paradigma hibridasi budaya yang menekankan pada percampuran budaya sebagai akibat dari globalisasi dan produksi, semacam budaya hibridasi yang unik, yang tidak bisa direduksi secara hitam putih sebagi budaya lokal maupun global.

REFERENSI

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik sampai

Perkembangan Terakhir Post-Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Dari Teori

Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial  Post-Modern. Yogyakarta: Kreasi Wacana

Suyanto,Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di

Era Masyarakat Post-Modernisme.Jakarta: Kencana Prenada Media Group

6 thoughts on “GLOBALISASI, MCDONALISASI, DAN GLOKALISASI”

Leave a Reply to zaidanfahmi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: