Keluarga Berencana (KB) : Salah Satu Bentuk Ketidakadilan Gender Pada Perempuan di Bidang Kesehatan

kb

PENDAHULUAN

Dewasa ini, isu mengenai gender telah menjadi perdebatan bagi banyak kalangan di masyarakat. Banyak orang masih keliru dalam memahami konsep gender dan jenis kelamin. Karenanya, banyak yang menganggap bahwa gender sama dengan jenis kelamin. Padahal gender dan jenis kelamin memiliki perbedaan. Hal tersebut tentunya merugikan baik bagi pihak laki-laki maupun pihak perempuan,yang akhirnya mengakibatkan timbulnya ketidakdilan gender, diskriminasi, dan sebagainya.

Ketidakadilan gender dalam masyarakat dapat kita jumpai dengan mudah, dari masalah yang terkecil yaitu keluarga maupun ke masalah besar yang terdapat di berbagai bidang kehidupan. Bentuk ketidakadilan gender yang ada di masyarakat juga beragam dimulai dari kekerasan, subordinasi atau penomorduaan, marginalisasi atau pemiskinan, stereotype atau pelabelan terhadap suatu kelompok tertentu, dan terakhir beban ganda atau beban kerja. Bentuk ketidakadilan gender tersebut lebih banyak dialami oleh pihak perempuan dibandingkan dengan pihak laki-laki.
Salah satu bentuk ketidakadilan gender pada perempuan dalam masyarakat yang terjadi di bidang kesehatan, yaitu penggunaan alat kontrasepsi pada program Keluarga Berencana. Meskipun KB merupakan cara efektif untuk mengatur kehamilan pada perempuan dan sangat dianjurkan oleh pemerintah karena mendukung program pemerintah yaitu pengendalian jumlah penduduk Indonesia. Akan tetapi pemerintah dan beberapa pihak yang terkait kurang memperhatikan program KB tersebut terutama dalam penggunaan alat KB atau kontrasepsi. Penggunaan alat KB lebih banyak diperuntukan untuk istri (perempuan) dibandingkan seorang suami (laki-laki). Hal ini didukung dengan banyaknya macam alat KB bagi perempuan daripada laki-laki. Ketidakadilan tersebut juga disebabkan karena adanya budaya patriarki yang ada di masyarakat, dimana laki-laki dianggap lebih berkuasa dibandingkan dengan perempuan. Dengan adanya budaya patriarki tersebut seolah-olah melegalkan terjadinya ketidakadilan gender pada perempuan. Dari Penjelasan di atas, maka penulis mencoba menganalisis  bentuk ketidakadilan gender pada perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi (KB).

PEMBAHASAN

Seperti yang kita tahu bahwa KB merupakan program nasional yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehamilan pada perempuan. Mengatur kehamilan dalam hal ini bisa berupa menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kehamilan dalam hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Pelaksanaan program KB disertai dengan penggunaan alat-alat KB atau disebut dengan alat kontrasepsi baik diperuntukan bagi laki-laki maupun perempuan seperti yang dijelaskan di atas. Dalam hal ini program KB merupakan tanggung jawab bersama antara laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri. Suami dan istri harus saling mendukung satu sama lain dalam pemilihan dan penggunaan alat kontrasepsi karena kesehatan kontrasepsi khususnya KB merupakan urusan bersama bukan hanya urusan pihak perempuan tetapi juga urusan pihak laki-laki. Dengan adanya tanggung jawab bersama, alat kontrasepsi yang dipilih juga akan sesuai dengan kebutuhan serta keinginan kedua belah pihak.

Namun pada kenyataannya dalam pemilihan dan penggunaan alat kontrasepsi tersebut, terjadi ketidakadilan gender. Yang mana banyak terjadi pada perempuan. Hal ini didukung pula dengan adanya budaya patriarki yang ada di masyarakat. Budaya patriarki merupakan budaya   yang dibangun di atas dasar struktur dominasi dan sub ordinasi yang mengharuskan suatu hirarki dimana laki-laki dan pandangan laki-laki menjadi suatu norma. Masyarakat yang menganut sistem patriarki meletakkan laki-laki pada posisi dan kekuasaan yang dominan dibandingkan perempuan. Laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih dibandingkan perempuan. Di semua lini kehidupan, masyarakat memandang perempuan sebagai seorang yang lemah dan tidak berdaya. Budaya patriarki ini juga diajarkan secara turun-temurun dari orang tua ke generasi penerusnya. Sehingga sejak anak-anak muda, orang tua sudah memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda, bahkan tanpa mereka sadari.

Bentuk ketidakadilan gender seperti yang dicantumkan dalam (Fakih, 2013) yang dialami oleh perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi (KB) adalah sebagai berikut :

  1. Kekerasan

Kekerasan adalah serangan atau invansi terhadap fisik maupun integritas mental psikologi orang.  Kekerasan yang dimaksud dalam hal ini adalah ketika perempuan dipaksa melakukan sterilisasi dalam keluarga berencana. Sterilisasi ini termasuk salah satu alat yang disarankan dalam program KB. Sterilisasi adalah metode kontrasepsi permanen yang hanya diperuntukan bagi mereka yang tidak ingin atau tidak boleh memiliki anak (karena alasan kesehatan). Maksud dari permanen yaitu kontrasepsi tersebut hampir tidak bisa dibatalkan bila kemungkinan ingin memiliki anak. Sterilisasi diperuntukan bagi laki-laki maupun perempuan. Sterilisasi pada laki-laki dilakukan dengan vasektomi, sedangkan bagi perempuan dinamakan tubektomi.

Meskipun sterilisasi ini diperuntukan bagi laki-laki maupun perempuan. Namun, karena bias gender perempuan dipaksa melakukan sterelisasi yang sering kali membahayakan fisik ataupun jiwa perempuan. Hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi target dalam mengontrol pertumbuhan penduduk, perempuan dijadikan sebagai korban dalam pelaksanaan program tersebut meskipun semua orang tahu bahwa pesoalan tidak hanya terjadi pada perempuan, melainkan juga terjadi pada pihak laki-laki.

Dalam hal ini sterilisasi yang dipaksakan pada perempuan menyebabkan kekerasan baik fisik maupun psikologis pada perempuan. Kekerasan fisik berupa pada saat operasi ahli bedah bisa tanpa sengaja merusak ligmen peritoneal yang akibatnya produksi hormon pada ovarium menurun dan menopause dimulai dini. Selain itu juga perempuan mengalami gangguan menstruasi. Sedangkan kekerasan dalam bentuk psikis adalah akan menjadi beban pikiran dan merasa malu pada masyarakat karena tidak bisa mengandung atau menghasilkan keturunan bagi pasangannya. Padahal tujuan sepasang suami istri membina rumah tangga adalah menghasilkan keturunan.

  1. Stereotipe

Secara umum stereotype adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu.  Strereotipe ini selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilanLaki-laki dan perempuan sebenarnya memiliki akses yang sama dalam kehamilan. Karena kodrat laki-laki yang memiliki sperma, dan perempuan memiliki sel telur, ketika keduanya bertemu maka terjadi pembuahan yang menyebabkan kehamilan. Akan tetapi karena tempat untuk mengandung terdapat pada tubuh perempuan, dan yang akan mengandung adalah perempuan maka masyarakat menganggap penggunaan alat kontrasepsi untuk mengatur kehamilan nantinya adalah perempuan.

Anggapan masyarakat yang demikian menghasilkan suatu pelabelan atau penandaan bahwa perempuanlah yang harus memakai alat kontrasepsi. Padahal alat kontasepsi tidak hanya diperuntukan bagi perempuan saja, akan tetapi pemerintah juga menyediakan atau membuat alat kontrasepsi bagi laki-laki meskipun jumlahnya lebih sedikit diabandingkan dengan perempuan. Jika laki-laki menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom, maka dianggap mengganggu kenikmatan berhubungan, akan tetapi hal tersebut tidak bagi perempuan yang memakai alat kontrasepsi. Dalam hal ini perempuan selalu dijadikan sebagai objek dan target sasaran dalam keluarga berencana.

  1. Subordinasi

Subordinasi merupakan anggapan bahwa perempuan itu irasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Dengan adanya stereotipe bahwa penggunaan alat kontrasepsi adalah perempuan, juga menyebabkan adanya subordinasi pada perempuan. Ketika perempuan (istri) hendak menggunakan alat kontrasepsi maka dia harus berkonsultasi dengan pihak laki-laki yaitu suaminya dan apabila suami tidak menyetujuinya maka seorang istri harus mematuhi keputusannya. Hal ini menunjukan bahwa Perempuan tidak memiliki kekuatan untuk memutuskan metode kontrasepsi yang diinginkan, karena bergantung pada keputusan suami.

Keputusan perempuan dalam menentukan alat kontrasepsi bagi kesehatannya kurang dipedulikan atau dinomorduakan dalam keluarga, bahkan terkadang keputusan tersebut ditolak oleh laki-laki (suami). Penyebabnya karena adanya anggapan bahwa perempuan lemah, tidak berdaya, tidak bisa mengambil keputusan sendiri, tidak bisa tampil memimpin, dan sebagainya. Berbeda dengan laki-laki sebagai kepala keluarga dianggap bisa mempimpin, mengambil keputusan keluarga, mengatur kelurga, dan lain sebagainya. Akibatnya laki-laki menjadi superior dan lebih dominan dalam mengambil keputusan dan dalam kontrol terhadap perempuan termasuk dalam penggunaan alat kontrasepsi. Penyebab lain terjadi karena adanya budaya patriarki yang dianut oleh masyarakat Indonesia, sehingga menempatkan perempuan di posisi kedua. Selain itu, dengan adanya budaya patriarki juga seolah-olah melegalkan adanya ketidakadilan gender ini.

Meskipun control terhadap perempuan sangat dominan, akan tetapi partisipasi laki-laki dalam program KB rendah. Hal ini disebabkan karena beberapa factor yaitu: (1) pengetahuan laki-laki yang rendah terhadap alat kontrasepsi, penyebabnya ketika perempuan hendak mengusulkan alat kontrasepsi yang akan di gunakan maka si laki-laki menolaknya dengan alasan bahwa dia lebih bisa mengambil dan menentukan alat kontrasepsi yang sesuai; (2) keterbatasan atau sedikitnya jumlah alat kontrasepsi bagi laki-laki, yaitu hanya berupa kondom dan vesektomi; (3) sarana yang disediakan oleh pelayanan kesehatan untuk laki-laki lebih sedikit dibandingkan untuk perempuan, hal ini terjadi akibat adanya stereotipe bahwa sasaran KB adalah perempuan.

Oleh karena itu, peningkatan partisipasi laki-laki dalam program KB dan kesehatan reproduksi merupakan langkah yang tepat sebagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender antara laki-laki dengan perempuan. Dengan adanya partisipasi laki-laki ini, maka strereotipe tentang sasaran KB yaitu perempuan dapat dihilangkan, karena laki-laki juga menjadi sasaran KB. Selain itu, laki-laki juga berkesempatan sama dalam penggunaan alat kontrasepsi, mendukung meningkatkannya kesehatan ibu, serta dapat memerangi HIV/AIDS serta penyakit menular seksual yang dapat ditularkan pada perempuan.

PENUTUP

Keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan kebutuhan dan jumlah penduduk dengan mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut serta meningkatkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Dalam pelaksanaan program KB, dibutuhkan alat kontrasepsi, yaitu suatu alat untuk mencegah kehamilan setelah berhubungan intim. Alat kontrasepsi yang biasa digunakan oleh pasangan suami istri adalah Kondom, Pil, Suntukan KB, Implant (susuk), IUD, Tubektomi, vasektomi, dsb. Pada kenyataannya dalam pemilihan dan penggunaan alat kontrasepsi tersebut, terjadi ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki maupun kaum perempuan jadi korban sistem tersebut (Fakih, 2013: 12). Ketidakadilan gender ini banyak terjadi pada perempuan. Hal ini didukung pula dengan adanya budaya patriarki yang ada di masyarakat. Bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi (KB) yaitu (1)Kekerasan yang terjadi ketika perempuan dipaksa melakukan sterilisasi dalam keluarga berencana; (2) Stereotipe yaitu dalam bentuk pelabelan bahwa yang seharusnya memakai alat Kontrasepsi KB adalah perempuan, karena perempuanlah yang akan mengandung; (3) Subordinasi dalam bentuk Perempuan tidak memiliki kekuatan untuk memutuskan metode kontrasepsi yang diinginkan, karena bergantung pada keputusan suami.

SUMBER

Dewi, Purwanti. 2012. Konsep Dasar KB dan Jenis-Jenis. https://purwantiidewii.blogspot.com/2012/11/konsep-dasar-kb-dan-jenis-jenis.html (diakses pada hari Rabu tanggal 17 Juni 2015 pukul 13.30 WIB)

Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender & Transformasi Sosila. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

2 comments to Keluarga Berencana (KB) : Salah Satu Bentuk Ketidakadilan Gender Pada Perempuan di Bidang Kesehatan

Leave a Reply

You can use these HTML tags

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

  

  

  

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: