Budaya Rewang Dalam Perspektif Antropologi Ekonomi Pengkajian Budaya Rewang Menggunakan Konsep Resiprositas Pada Masyarakat Sidareja Kecamatan Kaligondang Purbalingga

aW1hZ2VzL3Nma19waG90b3Mvc2ZrX3Bob3Rvc18xMzM1NTA0NDk5X2F4ck1LOXhTLmpwZw==Antropologi merupakan salah satu bidang ilmu yang mengkaji kehidupan manusia beserta budaya dan tingkah lakunya. Dalam kehidupan manusian berkaitan dengan kebudayaannya tentunya manusia tidak terlepas dari yang namanya interaksi. Interaksi sendiri  merupakan proses sosial antar manusia. Interaksi ini kemudian membentuk kehidupan sosial yang nantinya menjadi dasar dalam sistem sosial di dalam struktur kehidupan manusia tersebut.

Adanya suatu sistem di dalam kehidupan antar manusia mengakibatkan antara individu dalam sistem tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dan membentuk suatu sisitem saling ketergantungan. Ketergantungan antara manusia itu memunculkan suatu sikap dan perasaan untuk saling membutuhkan dan saling memenuhi antara kebutuhan diantara mereka. Alasan inilah yang membuat manusia berpikir bahwa suatu kebutuhan diantara mereka tidak akan terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Dalam term tertentu, manusia diidentikan sebagai makhluk social dimana statemen ini secara langsung melanggengkan adanya hubungan saling membutuhkan antara satu individu dengan individu lainnya, satu kelompok dengan kelompok lainnya

Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia menciptakan suatu sistem yang dinamakan sebagai sistem ekonomi. Sistem ekonomi berkaitan erat dengan sistem mata pencaharian hidup.
Dalam kelanjutan sistem ekonomi ini manusia tidak terlepas dari saling memberi dan saling menerima satu dengan yang lainnya. Seorang petani yang mempunyai banyak hasil pertanian tidak akan dapat menikmati hasil pertaniannya jika tidak ada bantuan dari seorang pembuat cangkul, pembuat pakaian ( sandang) dan pembuat pupuk. Hasil pertaniannya dapat dijadikan sebagai alat tukar ( goods of change) dengan barang non pertanian tersebut. Sistem pertukaran seperti ini merupakan hal yang biasa pada zamannya. Pertukaran ini disebut sisitem pertukaran tanpa uang / barter ( goods change by goods). Sedangkan dalam bidang antropologi fenomena seperti ini disebut dengan resiprositas ( reciprocity).

Secara sederhana resiprositas dapat diartikan sebagai suatu cara atau mekanisme yang terjadi dalam sistem perdagangan yang terdapat di pedesaan ( dalam masyarakat tradisional) masyarakat peralihan dari tradisional ke modern ( peasent) dan dalam masyarakat industri sekalipun. Dalam sistem resiprositas alat tukar yang digunakan bukan berupa uang ( alat tukar yang sah dan diakui) melainkan dengan alat tukar berupa barang antar barang / barang dengan emas yang mana sistem pertukaran semacam ini sudah membudaya dan sudah merupakan tradisi yang diikat dengan suatu sistem adat dan perjanjian adat. Rsiprositas secara demikian adalah bentuk atau pola resiprositas yang bersifat kedaerahan. Penempatan bentuk resiprositas sendiri akan berbeda antara satu tempat dengan tempat lain, karena resiprositas dalam konteks ini sangat terkait dengan system kebudayaan pada derah tertentu. Bisa saja antara satu desa dengan desa lain yang bersebelahan berbeda, karena sekali lagi, bentuk resiprositas akan terkait erat dengan kebudayaan setempat.

Terjadinya resiprositas diakibatkan adanya suatu proses timbal balik antara individu , individu dengan kelompok dan kelompok kelompok antar kelompok yang ada di dalam lapisan masyarakat.menurut. Polanyi menambahkan bahwa dasarnya dalam melakukan proses timbal balik (resiprositas) mereka mempunyai beberapa dasar sebagai landasan mereka dalam melakukan proses resipositas.landasan yang dimadsud Polanyi yakni dengan menunjukkan karakteristik dan ciri-ciri dan hubungan dari pelaku resiprositas. Polanyi menyimpulkan bahwa tanpa adanya hubungan, baik hubungan simetris antar kelompok atau antar individu, maka resiprositas cenderung tidak akan berlangsung dan terjadi. Atau dalam bahasa praktis kita dapat menyebut dengan bentuk resiprositas negativ. Disebut negativ karena hanya berjalan satu arah, tidak ada respon balik atas pihak yang berlawanan.

Hubungan simetris yang dimaksud ini yakni adanya hubungan sosial, dalam hubungan sosial tersebut masing-masing pihak dan kelompok menempatkan diri dalam suatu kedudukan dan peranan yang sama saat proses pertukaran (resiprositas) berlangsung. Bentuk –bentuk resiprositas ini sangat nyata berlaku dalam kehidupan masyarakat yang masih tadisional. Tradisional yang dimadsud yakni bahwa masyarakat yang ada masih memegang teguh ajaran adat istiadat dan nilai serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakt tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip resiprositas menjadi ciri sistem ekonomi masyarakat sederhana dan petani tradisional. Resiprositas sudah menjadi bagian dan bahkan menjadi “kebudayaan” tersendiri dalam masyarakat. Masyarakat tradisonal cenderung memiliki tingkat resiprositas yang tinggi.

Kegiatan ekonomi non-pasar berupa resiprositas sampai saat ini masih dapat ditemukan dalam tipe masyarakat baik kota, desa, industri, tradisional atau kesukuan (tribal) dalam bentuk yang berbeda-beda. Pada masyarakat pedesaan khususnya di desa sidareja dikenal dengan istilah rewang yang dapat dijadikan contoh bentuk resiprositas.

Rewang adalah kegiatan membantu tetangga ketika tetangga tersebut sedang melaksanakan hajatan atau acara keluarga seperti selamatan, kenduri, khitanan (sunatan) atau pernikahan. Biasanya para tetangga mempunyai kesadaran sosial untuk membantu orang yang berhajat tadi. Biasanya beberapa orang yang rumahnya berdekatan dengan si empunya hajat akan berdatangan ke rumahnya untuk membantu memasak atau membuat kue beberapa hari sebelum hari H. Tetangga yang rewang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Untuk para laki-laki membantu menata perabotan (menata kursi, meja, menebangi pohon), untuk para wanitanya membantu memasak, membuat kue dan lain sebagainya. Jadi secara lebih spesifik, rewang yang dimaksud dalam tulisan ini adalah rewang dalam bentuk non materiil. Karena beberapa daerah ada yang mengkategorikan rewang sebagai bentuk kegiatan membantu dalam bentuk material maupun non material. Dalam bentuk material adalah pemberian sembako, bahan mentah yang diguakan sebagai bahan olahan untuk dijadikan jamuan bagi para tamu. Seangkan dalam bentuk non material adalah berupa bantuan dalam bentuk tenaga. Jadi, dalam konteks ini, rewang yang dijadikan focus adalah rewang yang berupa kegiatan membantu dalam bentuk tenaga.

Rewang lebih lanjut dapat digolongkan ke dalam resiprositas umum. Hal ini dikarenakan dalam rewang terdapat beberapa unsur yang masuk dalam karakteristik resiprositas umum

  1. Pertama, motif rewangbersifat moralis karena berdasar pada kewajiban, keterikatan jiwa dan menjaga solidaritas sosial. Jika ada salah satu tetangga yang tidak rewang maka akan merasa bersalah karena tidak bisa melaksanakan kewajiban sosialnya, selain itu akan timbul rasa sungkan pada tetangganya yang memiliki hajat. Secara tidak langsung dan bahkan sudah tersistem, ketika ada sanak famili atau tetangga yang memiliki hajat, mereka akan berbondong membantu (meskipun dalam beberapa kasus biasanya empu yang berhajat nembungi terlebih dahulu kepada saudara atau tetangga untuk ikut serta membantu hajat yang sedang dilaksanakan). Selain itu ketentuan membalas jasa hanya pada waktu tetangga memiliki hajat.
  2. Kedua, balas jasa rewangterjadi dalam periodisasi yang lama, tetangga yang pernah rewang akan menunggu balas jasa rewang tetangga yang dulu pernah dibantu, begitu pula sebaliknya. Sehingga rewang secara tidak langsung menumbuhkan pola ketergantungan atas yang pernah dibantu rewang dan si perewang itu sendiri. Akan terjadi sistem yang dalam jangka panjang antar satu dengan yang lainnya bukan lagi sebatas memberi dan menerima, namun menjadi sistem moril, menjadi tanggungan moril dalam tiap anggota masyarakat.
  3. Ketiga, hubungan antar tetangga di desa terjalin secara lebih personal meskipun biasanya tidak mempunyai hubungan darah. Pada masyarakat pedesaan pola hubungan yang terjadi adalah paguyuban, dimana solidaritas yang terjadi sangat erat, pola hubungan yang informal dan terjadi secara intens. Beberapa penyebab ini terjadi karena mereka sering berinteraksi langsung, bangunan rumah tidak terhalang pagar mati, sering bertukar makanan dan komunikasi verbal lain.

Resiprositas umum di sidareja menjadi kebenaran yang tidak boleh dilanggar. Hal ini berarti jika ada tetangga yang tidak bisa rewang atau membalas jasa rewang yang pernah diterima maka gunjingan atau omongan dari tetangga sekitar akan memainkan fungsi kontrol sosialnya dalam masyarakat tersebut. Namun, yang perlu dijadikan catatan tidak ada sanksi hukum jika seseorang tidak dapat melakukan timbal balik dengan baik dalam resiprositas umum ini. Karena secara struktur masyarakat, kekuatan sanksi yang berlaku masih bersifat tradisional. Namun bukan berarti sanksi yang tidak memiliki kekuatan hukum tersebut tidak memiliki dampak yang berarti, justru sanksi social (yang berasal dari masyarakat) akan memberi efek yang lebih besar karena secara kolektif, anggota yang melanggar tradisi akan mendapat sanksi berupa labelling, dimana masyarakat akan mamandang orang yang bersangkutan sebagai sosok pelanggar (deviant) yang wajib dijauhi atau bahkan terkadang terkena caci maki.

Fenomena seperti ini menggambarkan dengan jelas bahwa resiprositas umum mengalami transformasi pola. Jasa yang disumbangkan dalam rewang sudah dihargai tidak hanya dengan balas jasa tapi juga dengan materi berupa uang. Adanya transformasi pola itu tentu disebabkan masuknya pengaruh pasar (uang) dalam masyarakat pedesaan. Masyarakat sudah mengenal budaya materi berupa uang. Pengaruh uang menjadi tangan rahasia (invisible hand) yang tidak disadari pengaruhnya oleh masyarakat. Uang menjadi hal yang paling krusial dalam kehidupan saat ini. Sehingga rasa empati pembalas jasa seperti rewang juga dirupakan uang. Meskipun faktor uang tidak secara drastis mengubah pola tapi terdapat beberapa karakteristik resiprositas umum yang bergeser dari sebelumnya. Dengan kondisi yang sedemikian rupa, masyarakat lambat laun akan terpola bahwa segala sesuatu harus dibendakan, dalam artian yang menjadi tolak ukur atas pemberian dan penerimaan tadi berupa uang ataupun barang seharga sama atas apa yag teah diberikan.

Aktivitas tolong menolong, memang merupakan salah satu kegiatan sosial yang sangat penting di sidareja. Sepanjang upacara lingkaran hidup manusia seperti kelahiran, sunatan, perkawinan dan kematian, para tetangga, kerabat dan teman datang untuk membantu. Dengan demikian beban sosial, ekonomis dan psikologis yang mereka tanggung akan menjadi lebih ringan. Pada saat yang lain, mereka yang telah menerima sumbangan akan mengembalikannya kepada mereka yang pernah membantu. Bantuan yang diberikan dapat berupa tenaga, uang maupun barang-barang kebutuhan sehari-hari, terutama yang akan digunakan dalam acara tersebut. Kebiasaan untuk saling membantu diantara warga masyarakat telah memunculkan proses tukar menukar dalam bentuk uang, barang dan tenaga.

Melalui kegiatan tersebut selain beban dapat diringankan, juga hubungan sosial diantara warga komunitas terjalin dengan baik. Oleh karena itu, tolong menolong selain memiliki nilai ekonomis dan sosial, di dalamnya juga terdapat nilai simbolis, sebagai wujud solidaritas sosial masyarakat pedesaan Jawa (Koentjaraningrat, 1974). Melalui kegiatan semacam itulah penduduk pedesaan mengembangkan nilai-nilai guyub, rukun dan selaras. Rewang sendiri merupakan suatu symbol yang amat luhur bagi sebagian besar masyarakat jawa. Dengan rewang masyarakat dipertemukan dalam satu kondisi saling meengkapi, saling membutuhkan, saling membantu, dan yang lebih penting adalah mereka berkomunikasi secara langsung, bukan lewat via sms, telfon internet dan lainnya. Hal tersebut menjadi salah satu symbol nyata bahwa hubungan yag terjadi bersifat intim, bersifat kekeluargaan.

Beberapa tulisan klasik tentang kebudayaan Jawa, banyak mengemukakan bahwa masyarakat pedesaan Jawa hidup dalam keharmonisan dan penuh dengan kegiatan tolong menolong. Koentjaraningrat (1974) menjelaskan bahwa hubungan resiprositas sangat kuat di pedesaan Jawa. Di daerah pedesaan Jawa, suatu rumah tangga pertama-tama harus menjaga hubungan yang baik dengan tetangga sekitarnya, kemudian dengan keluarga-keluarga lain sedukuh dan baru kemudian dengan keluarga lain yang tinggal di dukuh-dukuh lain. Artinya adalah resiprositas diandasi oleh perasaan saling membutuhkan.

Penekanan hubungan baik dengan tetangga yang harus dipupuk pertama kali menandakan bahwa peran dan fungsi tetangga sangat penting bagi masyarakat pedesaan. Jalinan hubungan baik itu bahkan harus mengalahkan hubungan baik dengan kerabat yang berada di tempat yang lebih jauh. Sebagai wujud hubungan baik mereka nyatakan dengan berbagai cara bergotong royong dan tolong menolong misalnya mengundang dan mengirimkan makanan apabila mengadakan slametan, membawakan oleh-oleh kalau bepergian jauh, dan melakukan sambat sinambat untuk pekerjaan-pekerjaan di sekitar rumah dan pertanian.

KESIMPULAN

            Budaya rewang yang ada dalam masyarakat Sidareja merupakan salah satu bentuk resiprositas yang dilandasi oleh sistem dan pola kekerabatan yang bersifat kekeluargaan. Dalam artian bukan keluarga sedarah, namun keluarga yang dimaksudkan adalah mereka yang secara intens melakukan hubungan social yang berasa kekeluargaan. Jadi, bukan hanya yang memiliki hubungan darah saja yang dapat diakatakan sedulur, namun mereka yang secara intens melakukan sosialisasi satu dengan lain sudah dianggap layaknya keluarga atau saudara sendiri.

Resiprositas yang terjadi dalam masyarakat Sidareja merupakan bentuk resiprositas umum dimana setiap orang atau sekelomok oang yang memberi bantuan (berupa tenaga, waktu, dan lainnya yang bukan dalam kategori material) akan dibalas ketika yang bersangkutan memiliki hajat. Sistem ini sudah menjadi bagian tersediri bagi masyarakat karena hubungan masyarakat yang masih bersifat tradisional menjadikan rewang sebagai tanggung jawab moril dari tiap anggota mayarkat itu sendiri.

Dalam perkembangannya, rsiprositas yang demikian mengalami perubahan makna, dimana yang semula bantuan yang diberikan hanya berupa tenaga, waktu, dan sejenisnya yang bukan bersifat materil, naun berubah menjadi bantuan berupa uang maupun barang dengan harga sesui nominal uang tersebut.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: