macam-macam tembang macapat dan penjelasannya

Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu. Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, karena pada prakteknya tidak semua tembang macapat bisa dinyanyikan empat-empat suku kata. Kapan munculnya pertama kali macapat, sampai saat ini belum ada penemuan yang meyakinkan. Ada yang menyampaikan bahwa Macapat diperkirakan muncul pada akhir Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga, namun hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di Jawa Tengah. Sebab di Jawa Timur dan Bali macapat telah dikenal sebelum datangnya Islam

Ada 11 macam tembang macapat. Beberapa “tutur” dari orang tua menjelaskan bahwa, kesebelas tembang macapat tersebut sebenarnya menggambarkan tahap-tahap kehidupan manusia dari mulai alam ruh sampai dengan meninggalnya. Adapun penjelasan makna kesebelas tembang macapat tersebut adalah:

 1.  Maskumambang

Maskumambang berasal dari kata mas dan kumambang. Mas atau emas berarti sesuatu yg sangat berharga, yang bermakna bahwa Anak meskipun masih dalam kandungan merupakan harta yang tak ternilai harganya. Mambang atau kemambang artinya mengambang. Maskumambang menggambarkan Bayi yang hidup mengambang dalam rahim ibunya. Selama 9 bulan tumbuh dan hidup dalam dunianya yaitu rahim ibunda

2.  Mijil

Mijil artinya keluar. Merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil/mbrojol/mencolot dan keluarlah jabang bayi bernama manusia. Ada yang mbrojol di India, ada yang di China, di Afrika, di Eropa, di Amerika dst. Maka beruntunglah kita lahir di bumi pertiwi yang konon katanya Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharjo Lir Saka Sambikala. Dan bukan terlahir di Somalia, Etiopia atau negara-negara bergizi buruk lainnya.

3.  Kinanthi

Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun. Seorang anak yang tumbuh dan berkembang membutuhkan tuntunan dari orang dewasa. Mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ketidakmampuannya dalam segala hal perlu bantuan orang tua.

Pendapat John Locke tentang teori Tabula rasa (dari bahasa Latin kertas kosong) berpandangan  bahwa seorang manusia lahir seperti kertas “putih” kosong tanpa isi mental bawaan. Pembentuk kepribadian, perilaku sosial dan emosional, serta kecerdasan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar dirinya.

Merujuk dari teori tersebut (meskipun tidak semuanya benar), maka seorang anak yang sedang tumbuh membutuhkan bimbingan agar kelak menjadi manusia dewasa yang bisa dibanggakan. Anak-anak harus mendapatkan pendidikan agar memiliki kecerdasan dan pengetahuan. Anak-anak harus diberi latihan agar kelak memiliki ketrampilan sehingga menjadi kreatif dan mandiri. Dan sangat penting, anak-anak harus diajarkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semua itu harus melalui bimbingan dari (kinanthi) orang dewasa.

4.  Sinom

Sinom berarti anak muda. Sinom mengisahkan tahapan manusia pada masa pubertas. Masa ini adalah masa ketika seorang anak akan mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan dari fungsi-fungsi seksual. Masa pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat berumur delapan hingga sepuluh tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun. Itulah yang dimaksud dengan pengertian puber atau pun pengertian pubertas.

Dari segi perubahan psikologis anak pada masa puber berusaha mencari identitas diri dan rasa ingin tahu yang sangat besar. Dalam usaha mencari identitas diri, remaja sering menentang kemapanan karena dirasa membelenggu kebebasannya. Mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak lagi.

Hal lainnya yang umum ditemui tatkala memasuki masa pubertas adalah ketertarikan terhadap lawan jenis. Hubungan dengan lawan jenis pada masa ini biasa disebut dengan “cinta monyet”, yaitu hubungan asmara yang tidak bisa bertahan lama, bersifat sementara dan akan cepat hilang.

5.  Asmarandana

Menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan kasih. Asmara artinya cinta, dan Cinta adalah ketulusan hati, meminjam istilahnya kang Ebiet G.Ade dalam lagunya:”Cinta Yang Kuberi Setulus Hatiku Entah Apa Yang Kuterima Aku Tak Peduli”.
Cinta adalah anugerah terindah dari Gusti Allah dan bagian dari tanda-tanda keAgungan-Nya.”…..Waja’alna Bainakum Mawwaddah Wa Rahmah, Inna Fi Dzaalika La’aayatil Liqoumi Yatafakkaruun”.”…Dan Kujadikan diantara kalian Cinta dan Kasih Sayang, sesungguhnya didalamnya merupakan tanda-tanda(Ke-Agungan-Ku) bagi kaum yang berfikir”.

6.  Gambuh

Awal kata gambuh adalah jumbuh / bersatu yang artinya komitmen untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga. Dan inti dari kehidupan berumah tangga itu yaitu:”Hunna Li Baasulakum, Wa Antum Libaasu Lahun”,”Istri-istrimu itu merupakan pakaian bagimu, dan kamu adalah merupakan pakaian baginya”.
Lumrahnya fungsi pakaian adalah untuk menutupi aurat, untuk melindungi dari panas dan dingin. Dalam berumah tangga seharusnya saling menjaga, melindungi dan mengayomi satu sama lain, agar biduk rumah tangga menjadi harmonis dan sakinah dalam naungan Ridlo-Nya.

7.  Dhandhanggula

Gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah tercapai, cukup sandang, papan dan pangan (serta tentunya terbebas dari hutang piutang). Kurangi Keinginan Agar Terjauh Dari Hutang, sebab kata Iwan Fals:”Keinginan adalah sumber penderitaan”.Hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas rezeki yang di anugerahkan Allah SWT kepada kita.

8.  Durma

Sebagai wujud dari rasa syukur kita kepada Allah maka kita harus sering berderma, durma berasal dari kata darma / sedekah berbagi kepada sesama. Dengan berderma kita tingkatkan empati sosial kita kepada saudara-saudara kita yang kekurangan, mengulurkan tangan berbagi kebahagiaan, dan meningkatkan kepekaan jiwa dan kepedulian kita terhadap kondisi-kondisi masyarakat disekitar kita.
“Barangsiapa mau meringankan beban penderitaan saudaranya sewaktu didunia, maka Allah akan meringankan bebannya sewaktu di Akirat kelak”.

9.  Pangkur

Pangkur atau mungkur artinya menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwa kita. Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah / upaya yang sungguh-sungguh, dan khususnya di bulan Ramadhan ini mari kita gembleng hati kita agar bisa meminimalisasi serta mereduksi nafsu-nafsu angkara yang telah mengotori dinding-dinding kalbu kita.

10.        Megatruh

Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya Ruh / Nyawa menuju keabadian (entah itu keabadian yang Indah di Surga, atau keabadian yang Celaka yaitu di Neraka).
Kullu Nafsin Dzaaiqotul Maut”,”Setiap Jiwa Pasti Akan Mati”.
Kullu Man Alaiha Faan”,”Setiap Manusia Pasti Binasa”.
Akankah kita akan menjumpai Kematian Yang Indah (Husnul Qootimah) ataukah sebaliknya ?
Seperti kematian Pujangga kita WS Rendra, disaat bulan sedang bundar-bundarnya (bulan Purnama) ditengah malam bulan Sya’ban tepat pada tanggal 6 Agustus atau tanggal 15 Sya’ban (Nisfu Sya’ban).
Diatas ranjang kematiannya, menjelang saat-saat Sakratul Mautnya dia bersyair:
“Aku ingin kembali pada jalan alam,
“Aku ingin meningkatkan pengabdian pada Allah,
“Tuhan aku cinta pada-Mu”

11.        Pocung (Pocong / dibungkus kain mori putih)

Manakala yang tertinggal hanyalah jasad belaka, dibungkus dalam balutan kain kafan / mori putih, diusung dipanggul laksana raja-raja, itulah prosesi penguburan jasad kita menuju liang lahat, rumah terakhir kita didunia.
Innaka Mayyitun Wainnahum Mayyituuna”, ”Sesungguhnya kamu itu akan mati dan mereka juga akan mati”.

sumber : https://senibudayapacitan.wordpress.com/2013/05/09/filsafat-dibalik-tembang-macapat/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: