Membangun Awarnes Pasar Modal di Kampus

Jakarta – Kesan investasi di pasar modal hanya bagi mereka yang berduit dan tidak bagi mereka yang bermodal pas-pasan, lambat laun mulai di kikis oleh otoritas pasar modal dan kini bisa di jangkau seluruh lapisan masyarakat. Dahulu pasar modal dinilai ekslusif karena diperlukan dana Rp 25 juta sampai Rp 30 juta untuk mulai berinvestasi di pasar modal. Sebagai gambaran, nilai tersebut cukup untuk membeli satu unit mobil MPV, seperti Avanza atau Xenia saat ini.

Jeffrey Hendrik, Presiden Direktur Phintraco Securities mengakui, investasi pasar modal dahulu memang ekslusif karena hanya bisa dilakukan orang-orang dari kalangan atas yang bermodalkan cukup besar.”Dahulu investasi di pasar modal butuh dana besar, karena komunikasi kala itu pun lebih sulit. Karena belum ada internet, untuk bertransaksi hanya bisa lewat telepon,”ujarnya.

Tak sampai di situ, investor harus memasang parabola untuk dapat memonitor pergerakan harga saham. Kala itu, biaya instalasi bisa mencapai Rp 10 juta dan masih ada biaya berlangganan Rp 1 juta per bulan. Namun kini dalam rentang dua dekade, industri pasar modal mengalami perubahan signifikan. Efisiensi dari berkembangnya akses informasi pun nyaris memangkas habis biaya untuk memantau harga saham, yang kini bisa via internet. Saat ini dengan uang Rp 100 ribu sudah bisa memiliki akun rekening saham di sekuritas.

Setidaknya sudah ada 39 anggota bursa (AB) yang menawarkan buka akun sebesar Rp 100 ribu dan selain itu, masyarakat juga sudah diringankan ketika ingin membeli saham karena jumlah minimal membeli saham yakni satu lot saham yang dulunya 500 lembar menjadi 100 lembar. Penunurunan ini, jelas memberikan kesempatan bagi masyarakat yang memiliki kocek tipis. Misalnya saham perusahaan A‎, satu lembar sahamnya seharga Rp 1.000. Maka calon investor hanya mengeluarkan uang Rp 100 ribu untuk membeli satu lot saham perusahaan A. Bila demikian, tentu murah dan sudah hilangkan kata mahal.

Kemudahan masyarakat untuk menjangkau industri pasar modal sebagai sarana investasi, merupakan agenda besar Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini juga seiring dengan upaya OJK melakukan pendalaman pasar modal guna mendongkrak jumlah investor lokal. Suka tidak suka, meski jauh lebih mudah tetapi pasar modal belum menjadi ladang investasi menarik di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari masalah klasik minimnya edukasi dan sosialisasi.

Besarnya pertumbuhan kapitalisasi di dalam negeri lebih banyak dinikmati investor asing. Kondisi ini berbalik dengan populasi penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa, ternyata hanya sekitar 400 ribu orang yang melakukan kegiatan di pasar modal. Masih rendahnya penetrasi pasar modal tetap menjadi tantangan sekaligus peluang. Apalagi, pihak BEI menargetkan di tahun 2017, porsi kepemilikan saham oleh investor lokal dapat mendominasi. Dimana persentase itu akan bergeser pelan-pelan dan mudah-mudahan dua atau tiga tahun ke depan porsi investor lokal lebih besar. Diakui Nicky Hogan, saat ini kepemilikan saham masih di dominasi investor asing.”Komposisi investor lokal di pasar modal khususnya saham hanya mencapai 36%, sedangkan sisanya sekitar 64% dikuasai oleh investor asing,”kata Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia, Nicky Hogan.

Basis Investor

Nicky menambahkan, kondisi ini membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) mudah melemah ketika asing melakukan aksi jual saham. Menurutnya, dengan tingkat kepemilikan saham yang didominasi lokal maka membuat pasar modal Indonesia dapat lebih terjaga pergerakannya dan mampu menahan sentimen negatif dari dalam maupun luar negeri.”‎Saya bandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Di Thailand ada bom di Malaysia ada gonjang-ganjing politik, tapi indeksnya mereka tidak lebih parah penurunannya dari kita. Kenapa kita begitu? Karena tingkat keterlibatan investor lokal yang cukup besar,” tutur Nicky.

Merespon tantangan tersebut, BEI akan terus memperkuat basis investor domestik dengan membidik investor potensial dari kalangan mahasiswa yang dinilai mulai aware dengan kebutuhan untuk investasi. Apalagi, saat ini investasi parser modal mudah didapat dan dijangkau. Ya, kemudahan berinvestasi menjadi kata kunci mendongkrak investor lokal di pasar modal. Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah menyampaikan harapannya agar OJK mempermudah pembelian reksa dana bagi nasabah biasa perorangan, seiring meningkatnya animo masyarakat berinvestasi di pasar modal dan reksa dana,”Pembelian reksa dana harus semakin dipermudah, khususnya bagi nasabah biasa perorangan. Saya yakin nasabah biasa perorangan akan meningkatkan investasinya dan membeli saham secara langsung di bursa,” kata Jokowi.

Bak gayung bersambut, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta kembali mencatatkan rekor dengan pembukaan rekening reksadana syariah terbanyak, yaitu 4.500 rekening investor. Rekor ini menjadi langkah awal bagi BEI untuk menuai benih setelah agresif memperluas penyebaran galeri investasi di berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Sampai dengan Agustus 2015, sudah terdapat 133 Galeri Investasi BEI yang tersebar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, memperkuat basis investor domestik dari kalangan mahasiswa menjadi kunci memacu daya saing industri pasar modal di tingkat global, disamping pengembagan infrastruktur guna mendukung agar investor dapat berinvestasi lebih efisien dan aman,”Sudah 38 tahun pasar modal diaktifkan kembali, tapi menurut saya kita masih harus bekerja keras. Kita juga belajar dari pasar modal negara tetangga, rasanya masih banyak perlu yang harus kita kerjakan, salah satu hal pokok adalah membangun infrastruktur,”ungkapnya. (bani)

Source : ilmu-investasi.com