Banjarnegara, Kepanduan, dan Syarikat Islam*

Tsabit Azinar Ahmad

Setiap daerah memiliki ceritanya masing-masing, tak terkecuali di Banjarnegara. Kota kecil yang terletak di tengah pegunungan Jawa Tengah ini memiliki kisah yang tidak kalah menarik dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Di antaranya adalah tentang eksistensi salah satu organisasi sosial politik tertua di Indonesia:Syarikat Islam (SI). SI di Banjarnegara telah lahir sejak tahun 1913. Di Banjarnegara, SI berkembang secara berkesinambungan, bahkan sampai saat ini.

Darul Maarif: Masterpiece Pendidikan Islam Banjarnegara

Sejarahpanjang SI di Banjarnegara telah meninggalkan serangkaian peristiwa yang menjadi tonggak penting peran kota ini dalam lintasan zaman. Peninggalan penting Syarikat Islam yang sangat penting bagi masyarakat Banjarnegara adalah Darul Maarif. Darul Maarif adalah lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh ulama dari Singapura bernama Muhammad Fadhlullah Suhaimi. Pada1918 ia mulai mengembangkan madrasah yang dinamakan Darul Maarif yang berada di bawah naungan SI Banjarnegara. Sampai saat ini, Darul Maarif menempati tanah yang diwakafkan oleh Mochammad Noor. Lokasinya berada di tengah pusat Kabupaten Banjarnegara.

Darul Maarif menjadi saksi bisu pergulatan SI Banjarnegaradalam dunia pergerakan. Di sinilah tempat berkumpul tokoh pergerakan nasional, seperti Agus Salim dan Tjokroaminoto ketika berkunjung di Banjarnegara. Palingtidak, ada dua peristiwa penting SI/PSI/PSII yang terjadi di Darul Maarif. Peristiwa tersebut adalah Kongres Pertama SIAP (SarekatIslam Avdeeling Pandoe) pada 2-5 Februari 1928 dan Kongres ke-20 PSII pada20-26 Mei 1934.

Padamasa pergerakan nasional, Darul Maarif tergolong sekolah yang maju dan modern. Banyak kalangan menyekolahkananak-anaknya di sekolah ini. Salah satu yang muncul sebagai tokoh pergerakan adalah Taufiqurrahman. Ia sempat menjadi kepala sekolah di sini pada 1937-1942. Setelah kemerdekaan, ia dipercaya menjadi sekretaris jenderal partai Masyumi. Dibidang pendidikan agama, alumni yang menonjol adalah K.H. Muntaha (1912-2004) pengasuh pondok pesantren Al-Asyariyah Kalibeber, Wonosobo. Ia adalah ulama yang banyak menghasilkan penghafal Al Quran.

Namundemikian, perjalanan panjang Darul Maarif sebagai lembaga pendidikan formal terhenti ketika Jepang menduduki Indonesia. Pada saat itu, sekolah tersebut ditutup seiring dengan pelarangan aktivitas politik dari Syarikat Islam. Setelah kemerdekaan, sekolah ini bertransformasi menjadi majelis taklim yang mengadakan kegiatan pengajian ke seluruh pelosok Banjarnegara. Saat ini, lokasi tempat sekolah Darul Maarif sudah ditempati oleh SMKdan SMA Cokroaminoto Banjarnegara.

Banjarnegara dan Kepanduan

Salahsatu organ pergerakan Syarikat Islam yang sangat lekat dengan Banjarnegaraadalah SIAP (Syarikat Islam Angkatan Pandu, dahulu bernama Sjarikat Islam Afdeeling Padvinderij). SIAP merupakan sayap pergerakan pemuda yang dimiliki oleh PSI. Organisasi ini didirikan pada 9 April 1928 pada saat PSImenyelenggarakan kongres di Yogyakarta. Selain SIAP, gerakan pemuda yangmenjadi bagian dari PSI adalah Pemuda Muslimin Indonesia (PMI). Keduanyamerupakan organisasi otonom yang saling menguatkan dan mendukung kaderisasidalam tubuh PSI.

Dalamperkembangannya, Banjarnegara sangatlah lekat dengan SIAP. Kedekatan emosionalantara keduanya bermula ketika pada kongres SIAP pertama pada 2-5 Februari1928, Banjarnegara dipilih sebagai tempatnya. Pada kongres yang pertama initerjadi peristiwa penting terkait penggantian istilah padvinders atau panvinderij. Dalam kongres yang terselenggara di DarulMaarif itu, Agus Salim mengusulkan agar istilah padvinders diubah menjadi ‘pandu’ dan istilah padvinderij menjadi ‘kepanduan.’ Hadirin yang mengikuti kongrestersebut setuju, sehingga sejak saat itu SIAP menjadi Sarekat Islam Afdeling Pandoe. Pergantian istilah ini menjadi penanda baru lahirnya semangat pergerakan kebangsaan.

Istilah ‘pandu’ yang berarti penunjuk jalan kemudian digunakan secara nasional sampaikemudian digantikan dengan istilah ‘pramuka’ pada tahun 1960-an. Munculnya istilah ‘pandu’ dan ‘kepanduan’ dilatarbelakangi larangan penggunaan istilah padvinders atau padvinderij oleh NIPV. Semula NIPV berkeinginan agar gerakan kepanduan di seluruh Hindia Belanda berada di bawah naungannya. Akan tetapi, hanya ada satu yang bersedia bergabung. Akibatnya, muncul ketidaksenangan kepada organisasi yang menolak bergabung.

Kedekatanantara SIAP dan Banjarnegara tampak pula dari keberadaan Kwartir Besar yang berada di kota ini pada tahun 1954. Lokasinya berada didaerah Clincing yang berdekatan dengan alun-alun Banjarnegara. Selain itu,salah satu kader PSII Banjarnegara pernah menjabat sebagai pimpinan SIAP. Ia adalah Imam Supardjan yang kelak juga menjadi wakil presiden Lajnah Tanfidziah (pimpinan eksekutif)PSII.

*) Naskah ini disarikan dari buku yang ditulis oleh penulis dengan judul Sejarah Syarikat Islam Banjarnegara danKontribusinya di Bidang Pendidikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: