Apakah Sejarah Lingkungan itu?

Perkembangan ilmu sejarah semakin merambah pada bidang-bidang yang lebih luas. Dahulu, sejarah selalu berkait erat dengan politik. Akan tetapi saat ini perkembangan penulisan sejarah sudah memiliki ragam tema. Salah satu tema yang mulai mendapat perhatian adalah tentang isu lingkungan dalam sejarah. Kajian ini memunculkan sejarah lingkungan (environmental history). Sejarah lingkungan merupakan kajian terhadap relasi antar manusia dan lingkungan secara diakronis (Hughes, 2012: 1). Dengan demikian, sejarah lingkungan mengkaji perkembangan hubungan timbal balik antara manusia dan alam (McNeill, 2003).

Sebagai sebuah kajian, sejarah lingkungan hakikatnya bukan satu hal yang baru. Ilmuwan barat sepakat bahwa sejarah lingkungan telah berakar sejak periode Plato dan Lao Tse (Krech III, McNeill, Merchant [ed], 2004). Pada masa Plato telah berkembang asumsi bahwa perkembangan lingkungan tidak dapat lepas dari peran serta manusia. Kemudian dalam perkembangannya banyak ilmuwan yang mengangkat tema-tema lingkungan sebagai kajian mereka.

Kemunculan sejarah lingkungan secara formal tidak lepas dari perkembangan yang terjadi di Amerika. Pada tahun 1977 di Amerika berdiri American Society of Environmental History. Momen ini menjadi acuan munculnya sejarah lingkungan secara formal. Kemunculan sejarah lingkungan sebagai disiplin merupakan akumulasi dari berbagai kajian yang telah dilakukan menyoal perkembangan hubungan resiprokal antara manusia dan lingkungan.

Dalam Encyclopedia of World Environmental History dijelaskan bahwa pada abad XIX ada karya dari George Perkins Marsh yang berjudul Man and Nature. Buku itu diterbitkan pada 1864 dan berisi tentang dokumentasi tentang beragam dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan sejak peradaban kuno Mediterania. Pada paruh kedua abad XX, seorang ahli geografi William L. Thomas menyunting buku berjudul Man’s Role in Changing the Face of Earth. Buku yang diterbitkan tahun 1956 ini secara komprehensif menjelaskan tentang perubahan lingkungan sejak masa prasejarah hingga periode kontemporer (Krech III, McNeill, Merchant [ed], 2004: x). Setahun kemudian, terbit jurnal Forest and Conservation History (Williams, 1994: 3).

Di luar Amerika, perkembangan sejarah lingkungan juga semarak. Di Eropa, sejarawan dari Annales School seperti Emmanuel LeRoy Ladurie, March Bloch, dan Fernand Braudel melakukan kajian tentang sejarah lingkungan, khususnya di Perancis dan kawasan Mediterania. Di Inggris, sejarawan telah mengkaji tentang perubahan fungsi-fungsi lahan. Di kawasan asia telah berkembang beberapa karya seperti Science and Civilization in China yang diterbitkan pada 1954-2000, The State of India’s Environment (1985), serta gambaran deforestasi di Asia Selatan dan Tenggara dalam Deforestation and the Nineteenth-Century World Economy (1983) (Krech III, McNeill, Merchant [ed], 2004).

Sejarah Lingkungan di Indonesia

Namun demikian, ironi terjadi dalam penulisan sejarah lingkungan Indonesia. Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbanyak di dunia, perkembangan sejarah lingkungan di Indonesia belum semarak. Masih minimnya kajian tentang sejarah lingkungan Indonesia diduga menjadi sebab belum dicantumkannya Indonesia sebagai bagian dari Encyclopedia of World Environmental History.

Karya-karya tentang sejarah lingkungan masih didominasi oleh peneliti asing. Bisa jadi, karya Clifford Geertz tahun 1963 berjudul Agricultural Involution: the Process of Ecological Change in Indonesia merupakan karya awal yang dikategorikan sebagai sejarah lingkungan. Salah satu tesis dalam buku ini adalah adanya kebijakan kolonial: cultuurstelsel dan liberalisasi ekonomi, yang mempengaruhi perubahan ekologi dan demografi (Geertz, 1976). Buku ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia tahun 1976.

Kajian tentang sejarah lingkungan di Indonesia mulai berkembang sejak akhir tahun 1980-an. Beberapa pakar yang berperan penting dalam perkembangan sejarah lingkungan Indonesia antara lain Peter Boomgaard, David Henley, Robert Cribb, serta Nancy Lee Peluso. Boomgaard dikenal sebagai pimpinan proyek EDEN (Ecology, Demography, and Economy in Nusantara). Proyek EDEN dibiayai oleh KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde), sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang budaya, termasuk sejarah lingkungan (Osseweijer, 2000). Tim peneliti tidak hanya terdiri atas sejarawan, tetapi pakar lintas disiplin, seperti geografi sosial, zoologi, serta antropologi. Proyek ini dimulai sejak tahun 1993 dan telah menghasilkan beberapa penelitian. Salah satu karya yang dihasilkan adalah Paper Landscapes: Explorations in the Environmental History of Indonesia (Boomgaard, Colmbijn, Henley [ed], 1997).

Buku ini berisi kapita selekta beberapa tema terkait dengan sejarah lingkungan di Indonesia. Ruang lingkup buku ini mencakup perkembangan kebijakan, penanganan dan perkembangan masalah lingkungan. Beberapa isu yang dikaji dalam buku ini adalah degradasi lahan, perkembangan demografi, epidemik, konservasi tanah, perburuan, biodiversitas, masalah kelautan, dan deforestasi.

Selain proyek yang dikerjakan oleh EDEN, terdapat pula karya Robert Cribb, sejarawan dari Australia National University. Cribb (1988) menulis kertas kerja berjudul The Politics of Environmental Protection in Indonesia. Cribb juga berperan menjadi kontributor dalam buku Paper Landscapes.

Kajian tentang sejarah lingkungan juga berkembang di Amerika. Nancy Lee Peluso pada tahun 1988 menulis disertasi di University of California. Disertasi inilah yang kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul Rich Forest, Poor People: Resource Control and Resistance in Java. Munculnya buku ini tidak lepas dari trend penulisan sejarah lingkungan. Sampai akhir tahun 1980-an, kajian sejarah lingkungan masih cenderung ke konservasi fisik, khususnya kehutanan. Buku ini menggambarkan tentang manajemen hutan yang dilakukan sejak prakolonial. Ia juga menggambarkan tentang hutan berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat, termasuk konflik yang terjadi akibat hutan (Boomgaard, 1994:214-216).

Memasuki tahun 2000-an dominasi sejarawan asing masih belum terpatahkan. Namun demikian, bukan berarti tidak ada karya sejarawan Indonesia yang terkait dengan sejarah lingkungan. Tema-tema terkait dengan hutan, perubahan lingkungan, pertanian secara ekologis, epidemi, perkembangan lingkungan kota sudah ditulis. Beberapa disertasi S3 terkait sejarah lingkungan juga telah dihasilkan. Salah satunya adalah karya Warto tahun 2007 berjudul Eksploitasi Kolonial Dan Perubahan Masyarakat Desa Hutan Di Karesidenan Rembang Tahun 1865-1940. Disertasi itu saat ini telah diterbitkan menjadi buku pada 2009 dengan judul Desa Hutan Dalam Perubahan: Eksploitasi Kolonial Terhdp Sumber daya Lokal di Keresidenan Rembang.  Selain itu, ada pula S. Nawiyanto (2007) yang menulis disertasi di Australia National University dengan judul Environmental Change in a Frontier Region of Java: Besuki, 1870-1970. Beberapa tulisan Nawiyanto di beberapa jurnal menunjukkan eksistensinya sebagai seorang sejarawan lingkungan. Walaupun masih belum melimpah, munculnya karya-karya sejarawan Indonesia ditambah kemajuan teknologi informasi menjadi titik terang perkembangan sejarah lingkungan di Indonesia.

Manfaat Memelajari Sejarah Lingkungan

Memelajari sejarah lingkungan memiliki beberapa manfaat. Hughes (2012) menjelaskan ada empat hal yang dapat diambil dari sejarah lingkungan. Pertama, sejarah lingkungan mengajarkan prinsip bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari lingkungan. Lingkungan tidak hanya menjadi tempat manusia tinggal, tetapi juga menjadi variabel yang mempengaruhi kemunculan, kehidupan, dan pekerkembangan suatu peradaban. Melalui sejarah lingkungan tumbuh satu pemahaman tentang pola interaksi antara manusia dan alam.

Kedua, sejarah lingkungan mengajarkan pemahaman tentang arti penting ilmu-ilmu bantu dalam menjelaskan fenomena kesejarahan. Hal ini karena sejarah lingkungan mengkaji masalah lingkungan, seperti perubahan iklim, ekosistem, dan sumber daya alam.

Ketiga, sejarah lingkungan mengajarkan tentang isu-isu lingkungan mutakhir dan bagaimana akarnya di masa lalu. Ini berkaitan dengan kajian tentang bagaimana aktivitas manusia di masa lalu memberikan dampak terhadap berbagai masalah di masa kini. Melalui kajian sejarah lingkungan, diketahui kronologi dan perkembangan masalah-masalah lingkungan dari awal hingga saat ini. Aspek ini menurut Hughes (2012) mengkaji tentang bagaimana masa lalu berpengaruh terhadap isu lingkungan mutakhir dan komunitas manusia, dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan, dan perkembangan gejala alam. Oleh karena itu, aspek ini menggambarkan adanya kontinuitas relasi antara manusia dan lingkungan dalam perkembangan waktu.

Keempat, sejarah lingkungan memberikan pelajaran tentang perspektif skala (perspective of scale). Hal ini menekankan pentingnya perubahan-perubahan lingkungan dalam ranah lokal. Dengan demikian, makna yang diambil adalah bahwa kerusakan lingkungan dalam skala kecil akan berakibat pada munculnya kerusakan lain yang dapat berdampak besar. Ini karena sebagai bumi merupakan satu kesatuan ekologis.

Keterangan: Tulisan ini merupakan salah satu bagian dari artikel penulis yang berjudul “Pembelajaran Sejarah berwawasan Lingkungan” yang terbit pada 2013 pada Indonesian Journal of Conservatoin. Naskah lengkap dapat diunduh di sini.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: