Apakah Sejarah Kontroversial itu?

Sifat kontroversial hampir selalu ada dalam sejarah. Ini karena sejarah senantiasa berproses dan bukan sebagai suatu hal yang sudah selesai. Dengan demikian, kecenderungan munculnya fakta-fakta dan interpretasi-interpretasi baru terhadap suatu peristiwa sejarah selalu terbuka. Ini bermuara pada munculnya pendapat yang berbeda terhadap suatu peristiwa sejarah. Pada akhirnya muncullah beberapa versi dalam penulisan sejarah. Sejarah kontroversial senantiasa muncul akibat perbedaan pandangan tentang suatu peristiwa di kalangan sejarawan atau masyarakat yang dilandasi perbedaan perolehan sumber sampai dengan masalah interpretasi yang berbeda.

Kochhar (2008:450) menyatakan bahwa “hampir setiap hal yang kita ajarkan merupakan sesuatu yang kontroversial atau memiliki unsur kontroversi di dalamnya. Semakin banyak kita menginterpretasikan masa sekarang dengan bantuan masa lalu, semakin besar pula kemungkinan kita menemukan isu-isu kontroversial”.

Di satu sisi, percepatan perkembangan sejarah kontroversial semakin dinamis setelah reformasi. Dinamika yang terjadi setelah reformasi menyebabkan perubahan corak historiografi Indonesia. Perubahan corak historiografi Indonesia telah memunculkan pendapat-pendapat yang beranekaragam tentang satu peristiwa sejarah, seperti berkembangnya beberapa versi dari Gerakan 30 September tahun 1965. Perubahan corak dan dinamisasi dalam historiografi Indonesia pascareformasi dapat dilihat juga dengan bermunculannya trend yang disebut sebagai ”sejarah korban” (Adam, 2007b:9). Sejarah korban merupakan sejarah yang ditulis berdasarkan perspektif dari pihak yang merasa dirugikan atau yang menjadi korban dalam suatu peristiwa atau penulisan sejarah di kemudian hari. Secara positif, hal ini memberikan keseimbangan dalam historiografi dan memperkaya wacana terhadap suatu peristiwa sejarah.

Historiografi Indonesia yang berkembang setelah reformasi sebagian mencoba untuk mempertanyakan versi masa lampau sejarah Indonesia dan menguji kerangka yang sudah lama mapan (Curaming, 2006). Lebih lanjut lagi dinyatakan bahwa pada historiografi pascareformasi terjadi kecederungan berupa adanya keinginan untuk membersihkan upaya penulisan sejarah dari kedekatannya dengan Orde Baru dan adanya upaya mengubah paradigma yang telah lama berkembang bahwa sejarah identik dengan sejarah politik (Curaming, 2006). Dengan demikian, dapat diungkapkan bahwa telah terjadi dinamisasi dan perubahan corak historiografi Indonesia pascareformasi sehingga mengakibatkan munculnya beberapa versi tentang suatu peristiwa sejarah, yang berpengaruh terhadap perubahan pola pikir masyarakat dan perubahan dalam proses pendidikan sejarah.

Berbagai pandangan baru terhadap suatu peristiwa telah menyebabkan peristiwa menjadi kontroversial. Hal ini berpotensi menimbulkan beberapa kemungkinan dalam masyarakat. Kemungkinan tersebut berupa adanya kecenderungan perubahan pola pikir dari masyarakat itu menjadi lebih dewasa. Namun demikian di sisi lainnya, dengan adanya kontroversi sejarah justru menyebabkan sebagian masyarakat mengalami kebingungan. Hal ini karena selama ini masyarakat hanya diperkenalkan dengan satu realitas tunggal dan belum terbiasa dengan pemikiran-pemikiran alternatif. Hal ini sungguh menjadi satu hal yang dilematis, sehingga diperlukan suatu upaya untuk mengubahnya.

Kontroversi Sejarah: Suatu Keniscayaan

Kontoversi sejarah secara metodologis adalah permasalahan yang lumrah, terutama dalam proses penyusunan historiografi. Ini karena tidak pernah ada narasi yang benar-benar final dalam penulisan sejarah (Carr, 1987). Bahkan, Levi-Stauss (1966) menjelaskan bahwa sering kali sejarah bersifat bias, sehingga memungkinkan penafsiran yang berbeda. Kecenderungan kontroversi didukung pula dengan perkembangan pemikiran dekonstruksi sejarah yang senafas dengan semangat posmodernisme (Munslow, 2006). Dengan demikian, kemungkinan munculnya fakta dan interpretasi baru senantiasa terjadi. Apabila fakta dan interpretasi baru bertentangan dengan narasi yang telah ada, maka kontroversi tidak dapat dielakkan. Inilah yang menyebaban sejarah menjadi kontroversial.

Sejarah kontroversial dipahami sebagai narasi terhadap suatu peristiwa sejarah yang memiliki ragam penjelasan/versi (Ahmad, 2012). Hal ini karena penjelasan yang beraneka ragam terhadap suatu peristiwa sejarah menjadi akar dari kontroversi (Bracey et.al., 2011). Dalam arti luas, adanya perbedaan pendapat terhadap suatu peristiwa sejarah adalah akar dari sejarah kontroversial. Dalam pemahaman yang lain, perbedaan versi dari sebuah peristiwa pada akhirnya memunculkan kecenderungan pertentangan antarversi yang berujung pada konflik kepentingan.

Kemunculan sejarah kontroversial merupakan sebuah keniscayaan dalam pengertian sejarah sebagai cerita (histoire recite). Hal ini karena sejarah merupakan kajian interpretatif terhadap sebuah peristiwa. Dengan demikian, penafsiran-penafsiran terbaru terbuka untuk dilakukan.

Permasalahan kontroversi akan menjadi lebih pelik jika perkembangan historiografi masih belum mapan, seperti yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia, tradisi historiografi merupakan suatu hal yang masih baru, sehingga sampai saat ini belum berada pada tempat yang mapan, dan masih mencari formatnya untuk terus berkembang (Mc Gregor, 2008: 72). Oleh sebab itu, permasalahan kontroversi dalam sejarah menjadi hal yang tidak terelakkan.

Di Indonesia, kontroversi terjadi di seluruh periode sejarah. Namun, perkembangan sejarah kontroversial mengalami percepatan setelah reformasi tahun 1998. Semenjak bergulirnya reformasi, perubahan-perubahan terjadi dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Sejarah kontroversial muncul disebabkan keadaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas. Reformasi dengan demikian telah mengubah mind set atau pola pikir sebagian besar masyarakat menjadi lebih terbuka dan memiliki keluasan pandangan tentang kondisi diri dan lingkungannya (Bünte & Ufen [eds.], 2009).

Reformasi dan Perkembangan Kontroversi Sejarah

Perkembangan sejarah kontroversial pasca reformasi memunculkan satu tahapan baru dalam historiografi Indonesia. Kuntowijoyo menyebut perkembangan itu “gelombang ketiga” historiografi (Adam, 2007a:8-9). Gelombang pertama disebut sebagai dekolonisasi sejarah yang diawali dengan adanya Seminar Sejarah Nasional pertama pada tahun 1957 di Yogyakarta. Gelombang kedua ditandai dengan adanya pemanfaatan ilmu sosial dalam sejarah yang terlihat secara menonjol dalam Seminar Sejarah Nasional II di Yogyakarta pada 1970. Sementara itu gelombang ketiga dalam historiografi Indonesia ditandai dengan adanya upaya pelurusan terhadap hal-hal yang kontroversial dalam sejarah yang ditulis semasa Orde Baru.

Asvi Warman Adam (2007a:9-14) menjelaskan ciri gelombang ketiga historiografi Indonesia adalah (1) penulisan sejarah ”terlarang”, yang ditandai dengan munculnya beragam versi dan teori baru yang pada masa lalu hal ini sulit terjadi, (2) penerbitan sejarah akademis yang kritis, seperti penerbitan karya ilmiah yang selama ini hanya dinikmati oleh kalangan terbatas, serta (3) penerbitan biografi tokoh terbuang yang berisi kesaksian dari para tokoh yang pada masa lalu dianggap sebagai tokoh yang dianggap “berbahaya” dan “terbuang”. Pemahaman ini senada dengan pendapat Curaming (2006) bahwa reformasi telah berperan dalam memunculkan kajian yang mencoba untuk mempertanyakan versi masa lampau sejarah Indonesia dan menguji kerangka yang sudah lama mapan. Munculnya gelombang kontroversi dalam sejarah dengan demikian telah membuka peluang munculnya sejarah kontroversial.

Perkembangan sejarah kontroversial telah tertuang dalam beragam tulisan dan penelitian. Ada beberapa kecenderungan dalam penulisan sejarah kontroversial. Pertama, sebagian tulisan memberikan perspektif yang beragam terhadap suatu permasalahan. Kedua, kajian yang menghadirkan narasi alternatif untuk menggugat narasi yang telah mapan. Kategori kajian sejarah kontroversial model pertama biasanya ditemui pada tema-tema yang netral, tidak bersifat emotif, dan “low risk”. Kajian ini banyak dijumpai dalam buku teks, seperti Sejarah Nasional Indonesia. di dalam SNI kita dapat melihat perbedaan pendapat para ahli tentang asal-usul manusia purba, masuknya pengaruh India dan Islam, eksistensi suatu kerajaan, dan sebagainya.

Kajian perbandingan terhadap isu-isu yang “high risk” baru mendapatkan angin segar setelah reformasi. Kerstin Beise (2004) melakukan kajian komparatif terhadap berbagai pustaka tentang keterlibatan Sukarno dalam Gerakan 30 Setember. Selain itu, ada pula buku suntingan dari Robert Cribb (2005) berjudul The Indonesian Killings: Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966. Buku ini berisikan berbagai perspektif tentang pembantaian tahun 1965-1966 yang pertama kali diterbitkan Monash University dan diterjemahkan ke Bahasa Indonesia tahun 2000. Karya historiografis yang juga berisi tentang perdebatan versi adalah buku suntingan Abdullah, Abdurrahman, & Gunawan (2012) berjudul Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional. Buku ini terbagi menjadi tiga jilid: pertama membahas versi-versi tentang peristiwa tahun 1965 dari perspektif nasional. Kemudian jilid II melihat dari perspektif konflik lokal. Buku ini menyajikan beragam versi tentang peristiwa Gerakan 30 September. Jilid III berisi tentang antiklimaks dan dampak dari peristiwa Gerakan 30 September.

Model kedua historiografi sejarah kontroversial tampak pada upaya melakukan “gugatan” terhadap versi yang telah dianggap mapan. Upaya counter terhadap narasi yang telah mapan telah lama dilakukan. BM Diah pernah melakukan kritik terhadap penerbitan buku Sejarah Nasional Indonesia yang memuat fakta-fakta yang tidak tepat. Ia menulis kritikan yang dimuat secara bersambung pada Harian Merdeka 18-20 september 1985. Tulisan Diah kemudian dibukukan pada tahun 1987 dengan judul Meluruskan Sejarah.

Setelah reformasi banyak bermunculan tulisan-tulisan yang menggugat narasi yang telah mapan. Sebagian besar tulisan yang telah dibukukan diambil dari artikel-artikel ringkas yang diterbitkan di surat kabar, majalah, atau jurnal. Beberapa buku yang berisi gugatan terhadap sejarah antara lain ditulis/disunting oleh Syamdani (2001) berjudul Kontroversi Sejarah di Indonesia. Kemudian ada pula kumpulan tulisan dari Slamet Soetrisno (2006) dalam buku Kontroversi dan Rekonstruksi Sejarah.

Dari berbagai pemikiran di atas, tampak bahwa historiografi Indonesia masih membuka peluang munculnya beragam versi terhadap satu peristiwa sejarah. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba menelusuri anatomi sejarah kontroversial yang ada di Indonesia. Unit analisis yang digunakan adalah kontroversi-kontroversi yang terjadi tiap periode sejarah, meliputi masa prasejarah, Hindu-Budha, Islam, kolonial, pergerakan nasional, dan periode sejarah kontemporer Indonesia.

Sejarah Kontroversial Akademik dan Kontroversial Sosio-Politik

Ditinjau dari sifatnya, sejarah kontroversial dapat dikategorikan dalam dua karakteristik utama, yakni sejarah kontroversial akademik dan sejarah kontroversial sosial-politik (Ahmad, 2012). Kategorisasi ini mirip seperti yang diungkapkan oleh S. K. Kochhar (2008: 453) yang menjelaskan bahwa ada dua jenis isu kontroversial dalam sejarah, yakni (1) kontroversial mengenai fakta-fakta, dan (2) kontroversial mengenai signifikansi, relevansi, dan interpretasi sekumpulan fakta. Isu kontroversial jenis pertama, yakni kontroversi mengenai fakta-fakta terjadi karena kurangnya data atau tidak masuk akalnya suatu penemuan. Di dalam isu kontroversial jenis ini pertanyaan berkaitan dengan “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “di mana”. Di dalam sejarah Indonesia, permasalahan kontroversial yang termasuk dalam kategori ini misalnya tentang siapa yang pertama kali membawa pengaruh India ke Nusantara, kapan Islam pertama masuk di Nusantara.

Jenis isu kontroversial interpretasi karena pendekatan yang dilakukan oleh sejarawan tidak ilmiah, bias, dan dipengaruhi prasangka. Kontroversi yang disebabkan oleh interpretasi berada pada pertanyaan tentang “mengapa” dan “bagaimana” peristiwa tersebut terjadi. Terkadang peristiwa atau fenomena dipelajari secara tertutup, sehingga interpretasi sejarawan terhadap suatu peristiwa bisa salah dan mengakibatkan kontroversi (Kochhar, 2008: 453-454). Permasalahan kontroversi karena perbedaan interpretasi sejarawan terjadi seperti ketika sejarawan-sejarawan mengeluarkan versi yang berbeda tentang peristiwa Gerakan 30 September. Ada sebagian sejarawan yang menyatakan bahwa permasalahan tersebut terjadi karena konflik internal di tubuh Angkatan Darat, ada pula yang menyatakan bahwa Soeharto yang menjadi dalang. Sementara itu muncul pula teori tentang keterlibatan Sukarno atau CIA sebagai faktor yang utama. Kemudian yang tidak kalah penting adalah tentang berkembangnya “versi resmi” bahwa yang menjadi penggerak adalah Parai Komunis Indonesia.

Sejarah kontroversial akademik memberikan perhatian pada perbedaan interpretasi sejarawan terhadap sumber sejarah. Kontroversial akademik disebabkan oleh perbedaan secara metodologis dalam historiografi. Perdebatan dalam kategori ini lebih banyak terjadi di kalangan sejarawan daripada masyarakat, walaupun kadangkala masyarakat terkena imbas dari perdebatan ini. Secara khusus, masyarakat sebenarnya tidak memiliki keterlibatan dan kepentingan secara langsung terhadap isu tersebut.

Kontroversi akademik disebabkan oleh adanya pengungkapan beberapa fakta sejarah yang baru dalam penulisan sejarah. Pertentangan antara fakta lama dan baru bisa terjadi ketika di satu sisi masyarakat belum memiliki pemahaman terhadap sebuah peristiwa yang pada awalnya tidak diketahuinya. Kecenderungan kontroversial yang muncul adalah ketika dalam masyarakat terjadi cultural shock dengan adanya sesuatu yang baru. Masyarakat menjadi tahu apa yang semula tidak diketahuinya (Ahmad, 2010).

Kontroversi akademis lebih banyak terjadi pada periode yang jauh dari masa kini, seperti periode prasejarah, klasik, dan madya dalam sejarah Indonesia. Kontroversi tentang atlantis, teori masuknya pengaruh India dan Islam, serta perbedaan interpretasi sejarawan tentang masa lalu menjadi contoh sejarah kontroversial akademik. Dengan demikian, kontroversi akademik mempertentangkan antara temuan fakta-fakta baru dengan fakta yang lama.

Karakteristik sejarah kontroversial kategori kedua adalah kontroversial sosial-politik. Dalam kategori ini Ahmad (2012) menjelaskan bahwa terdapat kepentingan personal/komunal, sosial,  kultural, dan politik dalam sejarah. Kepentingan itu bisa datang dari pihak-pihak yang terlibat dalam satu peristiwa sejarah ataupun dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkan satu peristiwa sejarah untuk tujuan-tujuan tertentu.

Negara merupakan pihak yang memiliki kepentingan terhadap penulisan sejarah. Menutur Althusser, dalam negara terdapat Repressive State Apparatus (RSA) yang terdiri atas pemerintah, birokras, militer, pengadilan, dan penjara. Kemudian ada pula Ideological State Apparatus (ISA) yang terdiri atas agama, pendidikan, keluarga, hukum, politik, dan perdagangan (Subkhan, 2009: 3). Keduanya berpengaruh terhadap corak penulisan sejarah yang menjadi sejarah resmi. RSA dan ISA dalam konteks penulisan sejarah sangat berpengaruh terhadap kecenderungan ideologi dalam historiografi. Ketika RSA dan ISA cenderung mengakui satu versi yang benar, hal ini tidak memberikan peluang terhadap perkembangan sejarah yang menghadirkan versi-versi alternatif.

Kepentingan yang datang dari pihak pelaku sejarah ataupun keturunannya karena pelaku sejarah merasa dirugikan dengan adanya penulisan sejarah dari pihak tertentu. Kontroversi diduga sebagai kulminasi dan konsekuensi dari konflik kepentingan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya anggapan bahwa peristiwa di masa lalu masih memiliki keterkaitan yang kuat dengan kepentingan personal/komunal, masyarakat, budaya, dan politik pada masa kini.

*) Tulisan ini merupakan salah satu cuplikan dari buku yang pernah saya tulis berjudul Sejarah Kontroversial di Indonesia Perspektif Pendidikan. Diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia tahun 2016.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: