Semakin Hari Semakin Hangat Untuk PTM di Kota Jakarta

Pembelajaran tatap muka nampaknya masih menjadi perbincangan hangat yang hingga saat ini menimbulkan respon pro dan kontra di tengah – tengah masyarakat, tak terkecuali para pemangku kekuasaan yang turut memiliki kewenangan dalam menentukan hal tersebut. Berbagai tanggapan baik itu berbentuk rekomendasi hingga kebijakan terus hadir.

Kali ini Nahdiana selaku Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI, mengaku terpaksa melanggar rekomendasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) agar tidak membuka pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas untuk murid SD. “Saya mohon izin melanggar sedikit rekomendasi KPAI. Seharusnya tidak buka SD, tetapi gelombang orang tua yang ingin membuka sekolah itu terutama dari SD. Kesiapan gurunya kebanyakan juga dari SD,” kata dia dalam webinar Alinea Forum tentang ‘Apa Kabar Uji Coba Masuk Sekolah di DKI?’, Kamis (22/4/2021).

Dalam uji coba pembelajaran tatap muka, surat izin orang tua menjadi persyaratan mutlak untuk Disdik DKI Jakarta untuk melakukan uji coba. “Jadi ketika sekolahnya sudah siap, gurunya sudah siap, tetapi orang tuanya tidak mengizinkan, kami tidak bisa memaksa untuk PTM ke sekolah dan kebetulan orang tua yang anaknya sekolah di SD paling banyak memberikan izin,” ujarnya. Hal itu juga terkonfirmasi ketika Nahdiana melakukan kunjungan ke sejumlah sekolah dasar. “Saya sempat tanya ketika kunjungan ke SD. Apakah mereka lebih suka belajar di rumah atau di sekolah. Mereka serempak jawab senang belajar di sekolah,” ucap dia.

Selain itu, selama dua minggu uji coba PTM, Dinas Pendidikan DKI juga menemukan fakta terus bertambahnya jumlah siswa yang masuk sekolah. “Pada awalnya kehadirannya kecil sekali dan umumnya di setiap sekolah yang melakukan uji coba begitu. Bahkan awalnya, saya sempat melihat ada kelas hanya 5 orang. Tetapi setiap harinya, ada kenaikan dari hari-kehari kehadirannya,” papar dia. Hal itu dianggapnya sebagai hal yang wajar. Pasalnya orang tua akan terlebih dahulu melihat, apakah sekolah bisa memberikan jaminan keamanan kepada anaknya, khususnya dalam menerapkan protokol kesehatan.

Terkait kasus terkonfirmasi Covid-19 saat uji coba PTM ini. Nahdiana menjelaskan belum ada laporan itu. Namun, Disdik DKI telah disediakan jalur darurat untuk penyelesaian jika ada kasus Covid-19. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga telah membuka kanal pengaduan dan berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 daerah. “Seminggu sekali kami evaluasi. Jadi, SK yang kami berikan untuk membuka sekolah bukan berarti paket terusan. Kami juga bakal menutup sekolah kalau sekolah tidak patuh pada protokol kesehatan,” tutur Nahdiana.

Untuk mobilitas murid, Disdik DKI masih mengandalkan orang tua berinisiatif menjemput anaknya dengan kendaraan sendiri. Namun, bagi orang tua tidak memiliki kendaraan Pemprov DKI Jakarta menyediakan bus antarjemput. Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta memberlakukan uji coba pembukaan sekolah secara terbatas dengan sistem pembelajaran campuran mulai Rabu (7/4). Untuk mengukur kesiapan satuan pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) pada bulan Juli 2021, Dinas Pendidikan Provinsi Jakarta membuka kanal siapbelajar.jakarta.go.id untuk asesmen mandiri guna mengukur kesiapan sarana protokol kesehatan dan pelaksanaan PTM.

Setiap butir penilaian akan merujuk pada kriteria dalam standar kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan pedoman yang dikeluarkan oleh UNESCO dan OECD. Pemprov DKI Jakarta juga berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dinas Kesehatan setempat, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hingga organisasi profesi psikologi klinis untuk memastikan standar asesmen tersebut

Sementara, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti menegaskan, PTM PAUD, TK, dan SD kelas 1-3 sangat tidak tepat. “Hak anak yang pertama, hak hidup. Kedua, hak sehat. Ketiga, hak pendidikan. Sepanjang belum aman, biarlah tetap sehat dan tetap hidup. Ketertinggalannya bisa dikejar, kalau kita penuhi hak pendidikannya, tidak lama kemudian ketularan dan meninggal, enggak ada gunanya,” tutur Retno.  Apalagi menurutnya, 14% kasus anak sekolah terpapar Covid-19 di Indonesia tergolong tinggi. Bahkan, ada yang menyebutkan angka kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Pasifik.

“Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) punya data itu (jumlah kasus kematian anak sedunia). Indonesia untuk kasus anak Asia-Pasifik di angka tertinggi. Italia itu meskipun banyak, tetapi tidak ada satu anak pun meninggal dunia karena Covid-19,” ucapnya.

Untuk anak PAUD, TK, dan SD kelas 1-3, peran aktif orang tua dalam pengasuhan diperlukan. Terlebih, rumah semestinya tempat pendidikan pertama dan utama dalam membangun karakter anak.

Diharapkan solusi yang menjadi jalan tengah di tengah polemik ini segera dapat hadir sebagai win – win solution. Dikarenakan banyaknya permintaan akan pembelajaran tatap muka dilakukan hal ini tentu harus secapatnya dicari solusi terbaiknya agar semua pihak bisa menerima dengan baik.