04
Oct 18

BPPT Sebut CBT Bisa ‘Endus’ Tsunami, Selain Buoy

BPPT Sebut CBT Bisa 'Endus' Tsunami, Selain Buoy

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mencanangkan teknologi Cable Based Tsunameter (CBT) untuk deteksi tsunami sebagai alternatif buoy.

Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam (TPSA) BPPT Hammam Riza menjelaskan konsep CBT adalah memasang sensor pendeteksi tsunami dipasang di kabel bawah laut untuk deteksi tsunami.

Data yang diperoleh dari sensor ini nantinya akan diantarkan melalui kabel ke pusat data. Hammam mengatakan jaringan kabel CBT lebih cepat mengantarkan data deteksi daripada buoy yang memakai satelit.

Hammam menyebut biaya pembangunan atau pengeluaran modal CBT bisa mencapai triliunan rupiah, sedangkan buoy hanya miliaran. Kendati demikian, CBT memiliki biaya perawatan yang lebih rendah dari buoy.

“Saat ini kami fokus CBT. Sudah banyak dibandingkan buoy, CBT itu mahal capital expenditure tapi operation expenditure lebih murah. Diharapkan biaya pemeliharaannya rendah. Menekan di operation expenditure“, kata Hammam di kantor BPPT, Jakarta Pusat, Kamis (4/10).

Hammam menyebut angka pengeluaran modal itu merupakan estimasi apabila pemerintah membangun jaringan khusus sensor. Untuk menekan pengeluaran modal, pemerintah bisa bekerja sama dengan jaringan broadband Palapa Ring. Sensor tinggal dipasang di kabel yang berada di titik-titik yang ditetapkan oleh ahli Geologi.

“Kami ingin CBT ini menjadi program nasional karena seperti diketahui kita punya sistem komunikasi bawah laut Palapa Ring. Kita ingin ada political will untuk manfaatkan broadband network dalam deteksi early warning tsunami”, tutur Hammam.

Teknologi ini sudah diterapkan di Jepang dan Amerika. Amerika memanfaatkan kabel optik komunikasi bawah laut untuk memasang sensor deteksi tsunami. Opsi yang paling cocok dalam penerapan CBT di Indonesia adalah opsi yang dilakukan Amerika.

BPPT Sebut CBT Bisa 'Endus' Tsunami, Selain Buoy

“Kalau sudah ada kabel ya tinggal pasang sensor di kabel. Kalau pasang kabel sendiri itu baru harganya triliunan. Makanya saya bilang penting agar Palapa Ring juga bisa terkoneksi dengan CBT. Jadi tidak hanya broadband tapi juga bisa CBT”, tutur Hammam.

CBT ini juga telah dikembangkan di beberapa negara dan dimanfaatkan antara lain oleh Kanada, dan Oman. Dalam forum komunikasi antar perekayasa CBT di seluruh dunia disepakati CBT menjadi pilihan sebagai alternatif terhadap permasalahan yang dihadapi oleh buoy, yakni vandalisme dan mahalnya biaya operasi buoy.

CBT ini di Indonesia masih merupakan konsep. Di Jepang saja kajian untuk menentukan peletakan sensor dibutuhkan waktu lima tahun.

Buoy nantinya akan tetap berjalan, Hammam mengatakan keberadaan CBT dan buoy bisa meningkatkan langkah mitigasi bencana di Indonesia.

Hammam berharap agar BPPT diberikan kesempatan untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam merekayasa teknologi untuk kesiapsiagaan dan mitigasi bencana.

“Sistem peringatan dini tsunami berbasis kabel laut ini nantinya akan lebih efisien dalam konteks biaya operasionalnya. Saya ingatkan, kita tidak bisa menghentikan bencana. Namun dengan pengetahuan dan teknologi, kita bisa membuat alat deteksi tsunami untuk mengurangi korban”, ujarnya.


Skip to toolbar