Haloo…

Kali saya akan menampilkan materi tentang tema yang sama dengan postingan sebelumnya. Berhubungan dengan karya etnografi. Berikut ini saya akan menceritakan pengalaman berkunjung ke kampung laut yang posisinya jauh dari peradaban kota. Tulisan ini relevan dengan materi kelas X mengenai metode penelitian. Cara kepenulisan yang ringan dan bersahabat akan membuat pembaca mudah memahami isi dari cerita.

Matahari bersinar cerah ketika kami sampai di desa Ujung Gagak, Kampong Laut, Cilacap dengan sebelumnya menempuh 9 jam perjalanan darat dan 3 jam perjalanan laut. Ketika sampai disana banyanganku tentang desa terisolir yang khas akan ketertinggalan hilang. Seperti yang ku bayangkan terdapat konstruksi rumah dengan bambu serta daun kelapa menjadi atap rumahnya. Namun ternyata sudah banyak tembok-tembok tertanam kokoh.

Hal pertama yang kami lakukan ketika sampai adalah mengunjungi homestay kami untuk beristirahat sejenak kemudian dilanjutkan dengan observasi. Tim kami terdiri dari delapan kelompok yang dibagi menjadi dua. Saya dan tiga teman saya berjalan menyusuri desa sambil melilhat aktivitas mayarakat. Bapak-bapak sedang sibuk dengan jaring untuk menangkap ikan yang akan dipakai untuk melaut dan ibu-ibu sedang asyik bermain volley. Akhirnya kami bertemu dengan seorang pengurus kecamatan yang merupakan penduduk asli kampong Gagak, bapak Paryono. Kami bertanya seputar pendidikan di kampong laut ini. Beliau bercerita bahwa sekarang masyarakat kampong laut sudah mempunyai semangat untuk pendidikan. Orang tua menyekolahkan anak-anaknya dan percaya penuh kepada sekolah. Terbukti sekarang sudah dapat di jumpai anak-anak yang melanjutkan sekolahnya di perguruan tinggi. Hal ini diawali oleh sebuah momentum dibangunya SMP dan SMA di kampong laut. Bukan hanya omong kosong, sekolah ini mempunyai pengaruh besar terhadap prestasi siswa. Anak-anak kampong laut mempunyai banyak prestasi di bidang olahraga.

Di kampong laut terdapat tiga sekolah dasar, satu SMP, satu SMA dan SMK. SMA berada di Kleces sedangkan SMK berada di Panikel, SD dan SMP berada di desa ujung gagak. Bapak Paryono menceritakan bahwa pemerintah berperan dalam pembangunan sekolah di kampong laut ini. Sekitar tahun 2000 pemerintah secara bertahap membantu kondisi pendidikan di kampong laut ini. Kontruksi bangunan sekolah sudah berdiri kokoh dilengkapai dengan meja, kursi, papantulis yang standar, bahkan sudah ada perpustakaan dan wifi. Namun jika dibandingkan dengan dengan bangunan sekolah yang ada di kota masih jauh berbeda. Atap di SMP N 1 Kampung Laut masih ada yang hampir rubuh.

Disisi lain jumlah guru mengajar disini sudah mencukupi. Hampir separuh dari jumlah guru adalah lulusan sarjana dan PNS. Sedangkan yang lainya adalah tenaga pendidik lokal. Namun pak Paryono menyataka bahwa jumlah guru yang banyak atau mencukupi bukan berarti tujuan dari pendidikan itu terwujud, menghasilkan lulusan yang pintar dan berbudi luhur. Kualitas dari guru juga perlu disoroti dalam hal ini, di kampong laut ini sebagian besar guru masih sekedar mengajar, mentranfer ilmu tanpa mendidik siswanya.

Setelah cukup lama berbincang-bincang, beliau menginformasikan bahwa ayah mertuanya adalah seorang kepala Sekolah Dasar. Beliau pernah mendapatkan penghargaan sebagai guru teladan dalam mengabdikan dirinya untuk pendidikan. Penghargaan itu diberikan secara langsung oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudoyono pada tahun 2006. Akhirnya kami mengadakan perjanjian untuk menemui beliau malam itu. Sebenarnya malam itu adalah pertemuan dengan tokoh adat namun karena kesempatan langka ini, kami izin kepada dosen dan panitia untuk terlambat dalam mengikuti diskusi tersebut.

Akhirnya selepas shalat isya saya dan dua teman saya berkunjung ketempat bapak Herman, mertua dari bapak Paryono. Baliau dan istrinya menyambut kami dengan terbuka. Pak Herman ternyata bukan lah asli orang kampong gagak namun beliau adalah asli orang Salatiga. Beliau sudah 32 tahun menetap dikampung laut ini. Beliau menceritakan bahwa ketika ia datang pertama kali, kondisi pendidikan di kampong laut sangat memprihatikan. Masyarakat sama sekali tidak mengenal sekolah. Perlu kerja keras dan ketekunan untuk meyakinkan warga akan pentingnya pendidikan.

Kondisi georafis merupakan penghalang terbesar. Jumlah guru masih sangat minim terlebih lagi banyak guru yang tidak bertahan lama di kampong laut ini. Alasanya adalah minimnya jumlah air bersih.
Beliau menceritakan bahwa untuk menolong orang lain diperlukan keikhlasan. Banyak rintangan dan hambatan yang menghadaong didepan mata. Namun kebahagiaan yang menjadi alasan beliau tetap berada di kampong laut ini dan menyerahkan dirinya untuk pendidikan. Beliau harus memutar otak bagaimana caranya agar masyarakat tertarik terhadap pendidikan. Model pembelajaran merupakan kuncinya. Beliau menyematkan motivasi pada awal sebelum pelajaran dimulai atau mengajak muridnya bersenang-senang, sehingga anak-anak akan merasa bahagian tanpa tekanan untuk mendapat ilmu baru yang cukup rumit serta anak-anak mempunyai harapan dengan cita-cita yang tinggi. Kerja kerasnya membuahkan hasil, ia dan timnya membangun sebuah sekolah menengah pertama di desa ujung gagak. Inilah awal mulanya pendidikan di kampong laut mempunyai nyawa. Orang tua perlahan menyekolahkan anaknya karena mereka percaya bahwa anaknya akan mempunyai wawasan lebih ketika bersekolah. Selain itu unggah-ungguh dari anak-anak semakin membaik.

Ada sesuatu yang unik dengan jam masuk sekolah disini. Proses pembelajaran berjalan tidak berpatokan pada waktu namun melihat dari siswa yang berangkat sekolah. Ketika muridnya telah datang maka proses pembelajaran dimulai. Selama ia menjadi kepala sekolah SD di Klaces proses seperti itu selalu berulang dengan waktu yang sama. Untuk sampai di klaces, siswa dan guru mengunakan transportasi umum kapal degan perjalan sekitar 30 menit. Sama halnya dengan bus, tarif untuk pelajar mempunyai tarif khusus. Walaupun begitu para siswa tetap semangat untuk besekolah. Bahkan ketika ada perayaan adat seperti kemarin, sekolah sudah tidak meliburkan dan siswanya tetap berangkat ke sekolah. Satu hal yang menyentuh dihati saya adalah keikhlasan dari bapak Herman dalam pendidikan. Ia tidak pernah mengeluh akan rintangan dan hambatan yang dialami. Sehingga ia menjadi sososk yang dihormati oleh masyarakat karena ketulusan untuk membantu anak-anak, kebahagianya adalah ketika melihat orang lain bahagia. Walaupun ia hanya lulusan Universitas Terbuka pada tahun 2006 namun jabatan tidak menjadi masalah ketika ia harus melangkahkan kakinya jauh dari temapat asal dan mengabdi untuk negeri ini.

Sekitar satu jam kami mengobrol dengan bapak Herman, kami kembali menuju aula balai desa untuk beremu dengan tokoh adat. Disan terlihat bapak kepala desa sedang menjelaskan hal mengenai kondisi perekonomian masyarakat kampong laut.kemudian disamping kanannya ada bapak ustad dan para pemuda kampong yang ikut berdiskusi. Disebelah kirinya telihat ada gunungan seperti rumah panggung kecil yang berisis sesajen untuk acara sedekah laut. Dibagian paling depan terdapat kepala kambing kemudian ditengan berisis semua keperluan manusia dari rambut hingga ujung kaki, baju, sandal perempuan, pakaian dalam, perhiasan dan makanan-makanan pelengkapnya. Kemudian dibagian belakang terdapt buntut dan kaki. Konon katanya sesaji ini dipersembahkan untuk ibu ratu kidul penguasa pantai selatan. Kumpulan dari sesaji ini akan dilarungkan besok pagi namun sore hari sebelumnya masyarakat juga melakukan sedekah bumi dengan memendam kepala kambing dan makanan-makanan di depan pintu gerbang balai desa. Kemudian para tokoh adat meletakan sesajen yang sama di setiap jembatan di desa ujung gagak. Hanya saja tidak ada kepala kambingnya.
Setelah acara diskusi selesai kami kembali ke homestay untuk beristirahat karena besok kami harus presentasi dengan bapak ibu dosen dan melakukan observasi lanjutan. Setelah kami selesai mempresentasikan data kami, ternyata masih ada data yang kurang. Akhirnya kami membagi kelompok menjadi tiga, ada yang ke SD, SMP, dan tetap di tempat untuk mengikuti prosesi adat sedekah laut. Saya dan Prima menadaptkan bagian untuk ke SMP dan mencari data statistic. Ketika diperjalan saya membayangkan bahwa sekolah tersebut ramai oleh para siswa dan guru seperti yang diceritakan pak Herman, namun ketika sampai disana sekolah itu sepi. Ada beberapa siswa berada di luar ruangan dan membawa tas ranselnya. Kemudian kami menjumpai hanya ada tiga guru yang ada di dalam kantor. Ada sesuatu yang aneh disini, hal ini disebabkan karena ada perayaan sedekah laut yang menjadi acara sacral di desa ini. Berbeda dengan kondisi di SMP, di SD anak-anak masih antusian bersekolah.

Secara bersamaan prosesi larungan sedekah laut sedang dimulai. Para pemangku adat atau dukun memandu acara larungan ini. Sebelumya dukun membacakan mantra-mantra melalui kepala kambing yang dianggap sebagai media komunikasi. Setelah itu barulah sesaji itu dibawa ke lautan lepas dengan menggunakan kapal. Hanya ada beberapa tim dari kami yang mengikuti larungan tersebut. Karena itu kami tidak tau pasti ritual apa saja yang dilakukan saat pelarungan.

Sembari menunggu saya mengobrol dengan ibu-ibu warung di depan balai desa. Tidak sulit dalam menjalin komunikasi disini, karena bahasanya sama dengan bahasa di kampungku. Di desa ini sudah banyak para pendatang, rata-rata mereka bercocok tanam disini atau mengajar di sekolah. Beliau menceritakan bahwa setiap tahun ada mahasiswa dari IPB yang melakukan KKP (kuliah kerja profesi). Sehingga masyarakat dikampung ini tidak asing dengan mahasiswa seperti kami, bahkan ada dari salah satu keluarganya yang sedang merantau kuliah di UNY.

Setelah cukup lama menunggu akhirnya kami harus meninggalkan kampong laut ini. Sebenarnya masih banyak yang ingin diketahui dari kampung ini. Seperti banyak menyimpan hal-hal yang unik dan tidak disangka-sangka. Ternyata dikampung ini terdapat sosok pahlawan seperti pak Herman dan terdapat tradisi adat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat. Setiap tempat mempunyai cerita sendiri entah bagaimana orang melukiskanya. Tradisi dikampung laut ini bukan menjadi persoalan konflik pertikaian kepercayaan. Masing-masing individu dengan menjaga toerasi yang tinggi adalah kuncinya.