Keberagaman Budaya

Budaya Lokal

Adat pernikahan secara tradisional adalah salah satu bentuk budaya lokal pula. Oleh karena itu, jika ada sepasang pengantin yang berasal dari daerah yang berlainan, seringkali mengenakan busana tradisional pernikahan bergantian sesuai dengan busana daerah masing masing mempelai. Demikian pula acara tradisi upacara pernikahan diadakan dua kali, disesuaikan dengan upacara adat masing-masing mempelai. Bentuk lain dari budaya lokal adalah tarian tradisional. Tarian tradisional di Indonesia awalnya dipertunjukkan untuk peristiwa tertentu seperti panen, kelahiran, pemakaman, dan pernikahan. Saat ini tradisi tersebut ada yang mengalami pergeseran, tarian dipertunjukkan untuk acara komersial. Namun demikian, hal tersebut dapat menjadi salah satu sarana untuk melestarikan budaya lokal, bahkan untuk memperkenalkan budaya lokal ke tingkat yang lebih halus. Bahasa daerah juga salah satu bentuk budaya lokal.

Bentuk budaya lokal yang lain adalah mitos. Mitos adalah suatu cerita suci berupa simbol yang mengisahkan peristiwa nyata atau imajiner mengenai perubahan alam dan asal usul jagat raya, dewadewi, atau kepahlawanan seseorang. Beberapa bentuk budaya lokal lain di antaranya adalah pakaian tradisional, folklor, musik tradisional, olahraga tradisional, permainan anak tradisional, kerajinan tangan, dan lain-lain.

Kebudayaan Nasional

Sifat khas yang dimaksudkan di dalam kebudayaan nasional hanya dapat dimanifestasikan pada unsur budaya bahasa, kesenian, pakaian, dan upacara ritual. Unsur kebudayaan lain bersifat universal sehingga tidak dapat memunculkan sifat khas, seperti teknologi, ekonomi, sistem kemasyarakatan, dan agama. Karakteristik:

  1. Hasil budi daya masyarakat bangsa.
  2. Hasil budi daya masyarakat sejak zaman dahulu hingga kini.
  3. Hasil budi daya yang dibanggakan.
  4. Hasil budi daya yang memiliki kekhasan bangsa.
  5. Hasil budaya yang menciptakan jati diri bangsa.
  6. Hasil budaya yang memberikan identitas bangsa.

Dengan demikian, budaya nasional Indonesia adalah budaya yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu hingga kini sebagai suatu karya yang dibanggakan yang memiliki kekhasan bangsa Indonesia dan menciptakan jati diri dan identitas bangsa Indonesia yang kuat. Kebudayaan nasional sesungguhnya dapat berupa sumbangan dari kebudayaan lokal. Jadi, sumbangan beberapa kebudayaan lokal tergabung menjadi satu ciri khas yang kemudian menjadi kebudayaan nasional.

Salah satu contoh budaya nasional adalah pakaian batik. Batik adalah hasil dari budaya lokal. Beberapa daerah di Indonesia dapat menciptakan batik dengan corak khas yang berbeda-beda. Batik kemudian diangkat menjadi salah satu pakaian nasional. Dengan demikian budaya lokal menjadi budaya nasional.

Konsep Bahasa

Dikutip dari Tarigan, dikatakan oleh Anderson dan Douglas Brown bahwa bahasa memiliki ciri atau sifat bahasa. Ciri-ciri bahasa itu antara lain bahasa itu adalah sebuah sistem, berwujud lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, bermakna, bersifat konvensional, unik, universal, dan produktif, bervariasi, dinamis,digunakan sebagai alat komunikasi, dan merupakan identitas penuturnya. Bahasa adalah alat canggih yang mampu dipergunakan pada berbagai kesempatan dan kebutuhan. Melalui bahasa pula manusia mampu menyampaikan segala hal yang dimaksudkan kepada pihak lain.

Nama-nama bahasa daerah yang ada di berbagai pulau di Indonesia

No. Wilayah Bahasa Daerah
1. Bali Bahasa Bali, Bahasa Sasak
2. Jawa Bahasa Jawa, Madura, Sunda
3. Kalimantan Bahasa Bahau, Bajau, Banjar, Iban, Kayan, Kenya, Klemautan, Melayu, Milano, Ot-Danum
4. Maluku Bahasa Alor, Ambelan, Aru, Banda, Belu, Buru, Geloli, Goram, Helo, Kadang, Kai, Kaisar, Ko=roe, Lain, Leti, Pantar, Roma, Rote, Solor, Tanibar, Tetun, Timor, Wetar, Windesi, Ternate, Tidore, Bacan, Sula, Taliabo
5. Nusa Tenggara Sasak, Sumba, Sumbawa, Tetun, Timor
6. Sulawesi Bahasa Bungkumori, Laki, Landawe, Mapute, Buol, Gorontalo, Kaidipan, Bulanga, Balantak, Banggai, Babongko, Loinan, Bonerate, Butung, Kalaotoa, Karompa, Layolo, Walio, Bugis, Luwu, Makassar, Mandar, Pitu, Sa’dan, Salu, Seko, Uluna, Bantik, Mongondow, Sangir, Talaud, Tambalu, Tombatu, Tompakewa, Tondano, Tontembun, Tomini, Bada’Besona, Kail, Leboni, Napu, Pilpikoro, Toraja, Wotu
7. Sumatera bahasa Aceh, Alas, Angkola, Batak, Enggano, Gayo, Karo,

Kubu, Lampung, Lom, Mandailing, Melayu, Mentawai, Minangkabau, Nias, Orang Laut, Pak-Pak, Rejang Lebong, Riau, Sikule, Simulur

Sumber: organisasi.org/bahasa

Konsep Dialek

Dialek tidak hanya berkaitan dengan bahasa, namun juga berkaitan dengan fitur non-kebahasaan. Fitur non-kebahasaan tersebut adalah letak geografis, kelas sosial, usia, pekerjaan, dan gender. Pada dialek geografikal atau regional, terdapat beberapa dialek; yaitu dialek kelas, dialek usia, dan dialek gender. Sesungguhnya setiap penutur tidak hanya menggunakan satu dialek, melainkan banyak dialek. Dialek tersebut bergantung pada daerah penutur tinggal, usia penutur tersebut, dan jenis kelaminnya. Sebagai contoh, seorang perempuan berusia remaja berasal dari daerah Surabaya akan menggunakan dialek Jawa Timuran dan berbicara sesuai dengan tingkat usianya dengan menggunakan bahasa yang biasa digunakan remaja seusianya. Di samping itu juga menggunakan bahasa yang biasa dipakai para perempuan yang lebih feminin.

Hubungan Bahasa dan Dialek

Bahasa yang digunakan dalam kehidupan manusia mengandung beragam dialek. Dialek tersebut memiliki variasi yang beragam. Variasi tersebut di antaranya ada yang berkaitan dengan aktivitas. M. Ramlan dan kawan-kawan membagi ragam bahasa Indonesia menjadi sebagai berikut. Pertama, ragam berdasarkan tempat misalnya dialek Jakarta, dialek Menado, dialek Jawa, dan sebagainya. Kedua, ragam bahasa berdasarkan penutur terbagi menjadi ragam golongan cedekiawan dan ragam golongan bukan cendekiawan. Ketiga, ragam bahasa berdasarkan sarana terbagi menjadi ragam lisan dan ragam tulisan. Keempat, ragam bahasa berdasarkan bidang penggunaan terbagi menjadi ragam ilmu, ragam sastra, ragam surat kabar, ragam undang-undang, dan lain-lain. Kelima, ragam bahasa berdasarkan suasana penggunaan, terbagi menjadi ragam resmi dan ragam santai.

Daftar Pustaka

Dyastriningrum. 2009. Antropologi Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Tarigan, 1987, Pengajaran Wacana, Bandung, Angkasa.