Pemetaan Awal Struktur Agraria Di Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten

haii sahabat blogger, kali ini saya akan kembali membagikan sedikit pengetahuan mengenai struktur agrarian atau kepemilikan tanah yang ada salah satu desa di Kabupaten Klaten yaitu Desa Glagah, Kecamatan Jatinom. Tulisan saya kali ini merupakan hasil observasi yang berkaitan dengan tugas mata kuliah Sosiologi Pedesaan yang saya tempuh disemester empat. Oke langsung saja berikut penjelasannya

              Desa Glagah merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten yang memiliki luas wilayah 246.0395 ha.

Batas wilayah Desa Glagah sebelah utara yaitu Desa Krajan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tibayan, sebelah barat berbatasan dengan Desa Socokangsi, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Gedaren. Kondisi geografis Desa Glagah berada pada ketinggian tanah 300 M di atas permukaan laut, dengan curah hujan 10 hr/1987 mm/th dan merupakan dataran tinggi dengan suhu udara rata-rata 29 C s.d 32 C. Desa Glagah merupakan desa yang memiliki jarak cukup jauh dari pusat kota yaitu sekitar 12,50 km, sedangkan jarak dari pusat kecamatan sekitar 3 km. Desa Glagah berbagi dalam 11 RW dan 38 RT dengan jumlah penduduk pada  akhir tahun 2016  yaitu 4831 jiwa, dengan jumlah penduduk laki – laki sebanyak 2161 orang dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 2670 orang yang semuanya merupakan warga Negara Indonesia. Masyarakat Desa Glagah mayoritas beragama Islam dengan jumlah sebanyak 4.816 orang, sedangkan agama lain seperti Kristen berjumlah sebanyak 14 orang dan agama Hindu yaitu sejumlah 1 orang. Dari jumlah penduduk Desa Glagah sebagian besar merupakan penduduk usia produktif dengan tingkat pendidikan rata-rata SMP dan SMA, dan sudah ada sebagian dari masyarakat yang telah mengenyam pendidikan tinggi terutama di kalangan muda. Desa Glagah merupakan desa yang masih banyak memiliki lahan pertanian yang luas baik sawah maupun pategalan yang masing – masing memiliki cara pengelolaan tanah berbeda. Sistem irigasi yang digunakan dalam pengairan yaitu saluran irigasi, gorong – gorong, dan pembagi air yang digunakan dalam pembagian air  ke sawah – sawah dan mayoritas masyarakat Desa Glagah merupakan petani dengan jumlah 1.755 orang. Selain masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani, masyarakat Desa Glagah juga terdapat masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pedagang (bakul), buruh, maupun pekerja di sektor publik seperti PNS, ABRI, maupun pekerja swasta. Dalam kegiatan pertanian, lahan di Desa Glagah rata – rata ditanami padi, tembakau, palawija dan sayur – sayuran. Selain pertanian, kegiatan peternakan di Desa Glagah juga banyak dilakukan oleh masyarakat dengan berbagai jenis hewan ternak seperti sapi, kambing dan ternak ungags lainnya. Di Desa Glagah terdapat berbagai sarana dan prasarana yang mendukung berbagai kebutuhan dan pendukung aktivitas masyarakat Desa Glagah seperti sarana peribadahan, pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan, olahraga, dan perhubungan. Pola hubungan masyarakatnya masih berbentuk paguyuban dengan gotong royong yang masih kuat yang terlihat dalam berbagai aktivitas dan kegiatan sosial di masyarakat. Selain itu tradisi dan kepercayaan masih menjadi bagian yang kental dalam kehidupan masyarakat Desa Glagah termasuk dalam kegiatan pertanian. Meskipun Desa Glagah merupakan desa yang jauh dari pusat kota, tetapi masyarakatnya sudah mengikuti perkembangan teknologi baik teknologi informasi dan komunikasi dibuktikan dengan banyaknya penduduk yang sudah memiliki alat informasi komunikasi dan transportasi teknologi canggih sesuai dengan perkembangan zaman.

  1. Struktur Penguasaan Tanah

                Lahan pertanian merupakan komponen utama bagi masyarakat petani untuk menggantungkan hidupnya di bidang pertanian. Lahan di Desa Glagah dibagi menjadi dua jenis yaitu lahan basah dan lahan kering. Lahan basah yaitu berupa lahan pertanian yang mengandalkan perairan dengan sistem irigasi seperti sawah. Menurut data monografi Desa Glagah tahun 2016, jumlah luas keseluruhan sawah di Desa Glagah yaitu 153.3065 ha. Sawah – sawah di Desa Glagah sebagian besar ditanami padi, jagung, tembakau, palawija, sayur dan buah jenis tertentu dengan menggunakan sistem irigasi menggunakan saluran irigasi dan gorong – gorong. Dalam irigasi sawah setiap sawah dibagi jatah air dengan tujuan agar setiap sawah mendapatkan air yang rata sesuai dengan kebutuhan. Sawah di Desa Glagah dalam pengelolaannya dibagi menjadi tiga yaitu digarap sendiri, digarap dengan sistem hasil dan disewakan kepada orang lain.

Sawah yang di kelola sendiri oleh pemilik tanah biasanya dikelola dengan ditanami padi, jagung, tembakau maupun palawija dan hasilnya sebagian dikonsumsi sendiri dan disimpan untuk cadangan kebutuhan sehari – hari seperti padi, dan sebagian dari hasil panen dijual secara keseluruhan seperti jagung, tembakau dan palawija. Selain itu adapula tanah yang digarap oleh orang lain dengan sistem bagi hasil. Cara ini banyak dilakukan oleh masyarakat desa Glagah yang memiliki tanah tetapi juga memiliki pekerjaan yang lain. Sistem bagi hasil juga dianggap memudahkan pengeloaan tanah bagi pemilik tanah yang tidak mempunyai waktu cukup banyak untuk mengurus dan mengelola tanahnya sendiri. Kemudian terdapat sawah milik perorangan di Desa Glagah yang sengaja disewakan dalam hitungan tahun. Tanah yang disewakan berupa sawah biasanya dihitung dengan satuan tahun dan dihitung per patok tanah. Sawah yang disewakan dapat sepenuhnya dikelola oleh penyewa mulai dari penanaman hingga pemanenan. Hal ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Desa Glagah yang  memiliki jumlah tanah yang luas dan masyarakat yang meninggalkan desa untuk merantau di luar daerah, sehingga memilih untuk menyewakan sawahnya kepada orang lain agar tidak menjadi lahan kosong.

Di Desa Glagah terdapat lahan kering di Desa Glagah berupa pekarangan dan perladangan, dengan luas masing – masing untuk pekarangan seluas 73.369 ha dan perladangan seluas 960.750 ha.  Lahan pekarangan dan perladangan yang hanya mengandalkan hujan dalam pengairan, dan biasanya dikelola sendiri oleh pemilik lahan. Lahan kering di Desa Glagah ditanami tanaman seperti pepaya, pohon pisang untuk pekarangan dan untuk perladangan biasanya ditanami ubi dan ketela. Hasilnya biasanya sebagian besar dijual dan hanya menyimpan sedikit untuk dikonsumsi sendiri. Lahan kering di Desa Glagah jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan lahan basah, karena sebagian lahan pertanian di Desa  Glagah berupa sawah dengan sistem pengairan irigasi.

  1. Status dan Bentuk Kepemilikan Tanah

Status kepemilikan tanah di Desa Glagah dibagi menjadi dua yaitu tanah milik perorangan dan tanah milik komunal. Tanah milik perorangan yaitu tanah menjadi milik seorang dan dibuktikan dengan bukti kepemilikan tanah berupa sertifikat tanah. Berdasarkan data monografi Desa Glagah tahun 2016 tanah yang bersertifikat hak milik yaitu sebanyak 2.220 buah yang masing – masing diperuntukkan untuk jalan, sawah, ladang, bangunan umum, pemukiman perumahan dan pekuburan.

Tanah milik perorangan masyarakat Desa Glagah dapat berupa sawah, pategalan maupun tanah bangunan yang memiliki sertifikat, dan tanah tersebut juga dapat disewakan kepada orang lain untuk digarap  seperti sawah, sedangkan tanah bangunan seperti rumah untuk tempat tinggal dan pertokoan untuk kegiatan ekonomi yang masing –  masing digunakan untuk pemenuhan kebutuhan. Selain tanah milik perorangan, juga terdapat tanah komunal yang biasanya disebut tanah kas desa yang menjadi milik komunal masyarakat. Menurut data monografi Desa Glagah, tanah kas Desa Glagah yaitu seluas 12,0861 ha, yang terdiri dari tanah pekarangan seluas 2,2250 ha, tanah tegal seluas 8,1585 ha  dan tanah sawah seluas 1,6026 ha. Tanah kas desa tersebut dibagi menjadi dua yaitu tanah produktif dan tanah tidak produktif. Tanah kas desa yang tergolong produktif yaitu tanah yang dapat ditanami atau menghasilkan panen setiap saat seperti sawah dan tegal, sedangkan tanah yang tergolong tidak produktif yaitu tanah yang tidak menghasilkan panen setiap dan beralih fungsi menjadi bangunan seperti Sekolah Dasar, Taman Kanak –Kanak, masjid, pasar, perkiosan, sarana olahraga dan Kantor Balai Desa. Salah satu contoh tanah komunal yang produktif yaitu tanah bengkok yang dikelola oleh kepala desa sebagai ganti dari gaji, dan dikelola selama masa menjabat sebagai kepala desa.

                          Tanah bengkok di Desa Glagah yang dikelola oleh Kepala Desa yaitu seluas 5 hektare atau dalam hitungan patok yaitu 8 patok sawah. Kemudian untuk  pengurus RT dan RW di Desa Glagah juga diberikan kesempatan untuk menggarap tanah komunal tersebut berupa sawah seluas 1/3 patok sawah, tetapi dengan menggunakan sistem sewa pertahun selama menduduki RT dan RW. Jika tanah komunal yang digarap oleh kepala desa sebagai ganti gaji maka tanah yang digarap oleh orang yang menduduki RT atau RW dikenakan sewa dalam satu tahun yaitu sekitar Rp 470.000, dan dapat ditanami sesuai dengan keinginan pengurus RT dan RW tersebut. Seperti tanah bengkok yang dikelola kepala desa, tanah tersebut digarap oleh orang yang menduduki RT dan RT juga akan berganti penggarap setelah masa jabatan selesai, sehingga tanah sawah tersebut selalu berpindah tangan dengan sistem sewa.

  1. Disribusi dan Kepemilikan Tanah

              Distribusi tanah di Desa Glagah saat ini dapat dikatakan belum merata khususnya dalam hal pertanian. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat Desa Glagah yang tidak semuanya memiliki tanah pertanian seperti sawah maupun tegalan. Sebagian masyarakat Desa Glagah saat ini masih ada yang tidak memiliki sawah dan tegal, tetapi untuk tanah yang digunakan untuk bangunan seperti rumah sebagian besar sudah memiliki dan biasanya merupakan tanah warisan. Selain itu terdapat tanah di Desa Glagah yang pemiliknya bukan merupakan bagian dari masyarakat Desa Glagah. Hal ini biasanya merupakan masyarakat luar desa yang sengaja membeli tanah baik berupa sawah, tegal untuk dikelola maupun tanah bangunan untuk kepentingan pemukiman. Distribusi tanah di Desa Glagah yang tidak merata khususnya dalam hal pertanian dapat disebabkan karena tanah-tanah di Desa Glagah yang menjadi milik pribadi kemudian dipecah dan dibagi-bagi secara turun temurun kepada anak cucunya yang kemudian luasnya semakin kecil dan ada sebagian yang kemudian dijual untuk kepentingan tertentu.

  1. Ketunakismaan (Landlesness)

               Masyarakat Desa Glagah yang tidak memiliki tanah pertanian biasanya bekerja sebagai buruh tani, buruh bangunan, pedagang, PNS, maupun karyawan swasta. Untuk buruh tani biasanya bekerja pada orang yang memiliki sawah dengan berbagai pekerjaan seperti membajak sawah, memupuk sawah, dan ketika pemanenan di sawah dengan upah per hari untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di Desa Glagah juga terdapat buruh tani yang biasanya disebut dengan wong tandur (menanam), wong ani – ani (pemanenan), wong mluku (membajak tanah), wong ngrabuk (memupuk). Buruh tani biasanya tidak memiliki tanah berupa sawah dan bekerja di sawah orang lain tetapi dalam hitungan hari. Contohnya yaitu sawah milik kepala desa dalam pengelolaanya membutuhkan tenaga buruh tani pada saat pemupukan, pembajakan, dan pemanenan. Sementara untuk pemilihan bibit tanaman dilakukan oleh pemilik dan hasil panen menjadi milik kepala desa. Sehingga tenaga buruh tani dibutuhkan ketika pengelolaan sawah, tetapi pada satu kali masa tanam tenaga buruh tani yang dibutuhkan tidak selalu pada orang yang sama dan upah buruh tani dihitung per hari dengan upah sebesar Rp 50.000 dan diberikan ketika selesai pekerjaannya. Sedangkan untuk buruh bangunan bekerja sebagai tukang kayu, tukang batu dan laden tukang baik pada proyek pembangunan maupun pada masyarakat desa ketika membutuhkan tenaganya. Upah buruh bangunan sekitar Rp 60.000 per hari dan biasanya diberikan setiap minggu.

Buruh bangunan biasanya bekerja ketika ada orang yang membutuhkan tenaganya, sementara ketika tidak ada mereka biasanya menganggur dan terkadang berusaha mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bagi pedagang yang tidak memiliki lahan pertanian, biasanya mengandalkan perdagangan baik berdagang buah dan sayur di pasar, warung kecil yang sengaja di dirikan di dekat rumah, maupun petokoan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari didapatkan dari hasil berdagang. Selain itu pedagang yang tidak memiliki tanah juga ada yang berdagang di pasar dan biasa disebut dengan bakul, yang membeli dagangan dari orang lain kemudian menjualnya kembali di pasar. Bagi masyarakat yang tidak memiliki tanah dan bekerja di sektor publik seperti PNS maupun karyawan swasta, pendapatan didapatkan dari gaji yang mereka peoleh setiap bulannya untuk berbagai kebutuhan hidupnya.

  1. Pendapatan dan Distribusinya

             Pendapatan masyarakat Desa Glagah yang memiliki tanah baik sawah maupun tegal sebagian besar berasal dari pertanian, karena mayoritas masyarakatnya adalah petani. Masyarakat Desa Glagah yang memiliki lahan pertanian dapat menanami lahannya dengan tanaman bahan pangan pokok seperti padi, jagung, maupun ketela.

Menurut salah satu masyarakat Desa Glagah yaitu Bapak Supardi, yang memberikan informasi mengenai pengelolaan tanah pertaniannya bahwa dengan luas sawah satu patok  tanah jika ditanami padi dengan pemupukan dua kali pada umur 10 hari dan 40 hari dapat menghasilkan hasil panen sekitar 4 juta dalam satu kali masa tanam. Tanah tersebut dapat ditanami 3 kali dalam setahun dengan tanaman yang berbeda misalnya jagung, tembakua, ketela, maupun sayuran. Selain itu adapula tanah yang digarap oleh orang lain dengan sistem bagi hasil. Cara ini banyak dilakukan oleh masyarakat desa Glagah yang memiliki tanah tetapi juga memiliki pekerjaan yang lain. Dalam hal ini pemilik tanah yang memilih bibit tanaman dan pemupukan, sedangkan pengelolaannya dilakukan oleh penggarap, kemudian setelah panen hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dengan penggarap. Biasanya pembagiannya yaitu 60% untuk penggarap dan 40 % untuk pemilik sawah. Hal ini dikarenakan pengelolaan sawah saat ini menurut masyarakat Desa Glagah lebih sulit karena membutuhkan banyak tenaga untuk mengerjakannya. Tetapi sistem bagi hasil juga dianggap memudahkan pengeloaan tanha bagi pemilik tanah yang tidak mempunyai waktu cukup banyak untuk mengurus dan mengelola tanahnya sendiri. Kemudian terdapat sawah milik perorangan di Desa Glagah yang sengaja disewakan dalam hitungan tahun.

               Tanah yang disewakan berupa sawah biasanya dihitung dengan satuan tahun dan dihitung per patok tanah. Satu patok tanah yaitu sekitar 2.000 m2, dengan biaya sewa pertahun saat ini perpatok Rp 1.500.000 dengan disertai surat perjanjian kedua belah pihak yang bersangkutan. Sawah yang disewakan dapat sepenuhnya dikelola oleh penyewa mulai dari penanaman hingga pemanenan. Hal ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Desa Glagah yang  memiliki jumlah tanah yang luas dan masyarakat yang meninggalkan desa untuk merantau di luar daerah, sehingga memilih untuk menyewakan sawahnya kepada orang lain agar tidak menjadi lahan kosong.

  1. Kemiskinan di Desa

              Kategori miskin di Desa Glagah berdasarkan tanya jawab saya dengan Rusdianto, salah satu karyawan yang bekerja di Kantor Kepala Desa indikator dalam pengkategorian miskin di Desa Glagah sudah ditentukan dari BPS pada saat pendataan, dan tahun ini belum terdapat data baru tentang masyaraakt miskin di Desa Glagah. Hal ini dikarenakan pendataan mengenai masyarakat yang termasuk miskin di Desa Glagah baru akan dilakukan, sehingga data yang ada adalah data tahun sebelumnya yaitu terdapat 238 KK di Desa Glagah  pada saat penyaluran KKS tahap satu. Menurut pengamatan saya masyarakat yang biasa dikategorikan miskin di Desa Glagah yaitu masyarakat yang tidak memiliki sawah dan bekerja sebagai buruh maupun yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Hal ini dikarenakan masyarakat yang bekerja sebagai buruh hanya mengandalkan pendapatan ketika ada yang yang membutuhkan tenaganya, sehingga jika pada saat tertentu tidak ada yang membutuhkan tenaganya maka sebagian besar akan menganggur. Hal ini akan menyebabkan masalah bagi masyarakat itu sendiri, karena mereka harus memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari dan mereka tidak memiliki sawah untuk ditanami. Selain itu indikator miskin di Desa Glagah juga dapat dilihat ketika orang tersebut hanya bekerja sebagai buruh dan memiliki banyak anak. Hal ini dikategorikan sebagai miskin karena mereka bekerja tidak secara tetap, tetapi memiliki tanggungan biaya untuk anak – anak mereka. Dari kondisi rumah yang biasa dikategorikan miskin di Desa Glagah yaitu bangunan rumah yang lantainya masih tanah atau semen, tidak memiliki barang – barang elektronik yang mewah seperti kulkas, mesin cuci, tetapi untuk televisi sudah menjadi barang yang umum dimasyarakat karena semua masyarakat Desa Glagah dapat dikatakan memiliki televisi. Selain itu di Desa Glagah kendaraan khususnya kendaraan bermotor juga seringkali menjadi indikator seseorang dikatakan miskin. Apabila tidak memiliki kendaraan bermotor aatu hanya satu dalam satu rumah dengan jumlah anggota keluarga lebih dari dua maka seringkali dikategorikan miskin di masyarakat. Masyarakat miskin di Desa Glagah biasanya mendapatkan bantuan setiap 3 bulan sekali, mendapatkan beras miskin (raskin), dan mendapat Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Sejahtera, dan bagi usia sekolah mendapat Kartu Indonesia Pintar.

 

Berdasarkan hasil pemetaan awal struktur agraria di Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten lahan di Desa Glagah dibagi menjadi dua yaitu lahan basah dan lahan kering, tetapi sebagian besar merupakan lahan basah. Lahan basah di Desa Glagah yaitu berupa sawah yang dikelola dengan bantuan sistem irigasi. Pengelolaan tanah basah dapat dibedakan menjadi tiga yaitu dikelola sendiri,  dengan sistem bagi hasil, dan disewakan. Sedangkan status dan bentuk kepemilikan tanah di Desa Glagah dibedakan menjadi dua yaitu tanah milik pribadi yang dibuktikan dengan setifikat dan tanah komunal. Tanah komunal menjadi milik bersama masyarakat Desa Glagah dan digolongkan menjadi dua tanah produktif untuk dikelola berupa sawah dan tegal, dan tanah tidak produktif untuk bangunan. Tanah bengkok merupakan tanah komunal yang dikelola oleh kepala desa sebagai ganti dari gaji ketika menduduki jabatan kepala desa. Distribusi tanah di Desa Glagah dapat dikatakan belum merata, karena masih terdapat masyarakat di Desa Glagah yang tidak memiliki tanah pertanian, sehingga ketika akan mengelola sawah, masyarakat yang tidak memiliki sawah kemudian menyewa kepada orang lain yang memiliki banyak sawah atau kurang memiliki waktu yang cukup untuk mengelola tanah. Hal tersebut dapat dilihat dari masyarakat Desa Glagah yang tidak memiliki tanah (landless) khususnya tanah pertanian, sehingga mereka memperoleh pendapatan dari hasil bekerja seperti buruh, pegawai swasta dan PNS. Pendapatan yang kurang dari masyarakat yang tidak memiliki tanah seperti pada buruh menjadi penyebab kemiskinan di Desa Glagah. Hal ini dikarenakan pendapatan dari buruh sebagian besar tidak menentu sehingga seringkali kekurangan dalam memenuhi kebutuhan. Dari hal tersebut telah ada upaya dari pemerintah untuk mengatasi kemiskinan di desa yaitu dengan beberapa cara seperti adanya raskin, kartu jaminan sosial, dan tiga kartu untuk kesehatan, kesejahteraan, dan pendidikan

Sumber :

Observasi lapangan di Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten

Data Monografi Desa Glagah tahun 2016

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: