BIOGRAFI PANGERAN DIPONEGORO

 Beliau dilahirkan di Yogyakarta, 11 November 1785. Ia  meninggal pengasingannya di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun. Beliau adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia. Makamnya berada di Makassar. Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Bendoro Raden Mas Ontowiryo.

Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.

Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.

Riwayat perjuangan
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.

Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat “perang sabil” yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.

Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830.

Penangkapan dan pengasingan
16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.

28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.

Tanggal 11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch. 30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado. tanggal 3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam.

1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan. pada tanggal 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar. Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro dibantu oleh puteranya bernama Bagus Singlon atau Ki Sodewo. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon Progo dan Bagelen.

Bagus Singlon atau Ki Sodewo adalah Putera Pangeran Diponegoro dengan Raden Ayu Citrowati Puteri Bupati Madiun Raden Ronggo. Raden Ayu Citrowati adalah saudara satu ayah lain ibu dengan Sentot Prawiro Dirjo. Nama Raden Mas Singlon atau Bagus Singlon atau Ki Sodewo snediri telah masuk dalam daftar silsilah yang dikeluarkan oleh Tepas Darah Dalem Keraton Yogyakarta.

Perjuangan Ki Sodewo untuk mendampingi ayahnya dilandasi rasa dendam pada kematian eyangnya (Ronggo) dan ibundanya ketika Raden Ronggo dipaksa menyerah karena memberontak kepada Belanda. Melalui tangan-tangan pangeran Mataram yang sudah dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukkan. Ki Sodewo kecil dan Sentot bersama keluarga bupati Madiun lalu diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti suksesnya penyerbuan.

Ki Sodewo yang masih bayi lalu diambil oleh Pangeran Diponegoro lalu dititipkan pada sahabatnya bernama Ki Tembi. Ki Tembi lalu membawanya pergi dan selalu berpindah-pindah tempat agar keberadaannya tidak tercium oleh Belanda. Belanda sendiri pada saat itu sangat membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu terkenal sebagai penentang Belanda. Atas kehendak Pangeran Diponegoro, bayi tersebut diberi nama Singlon yang artinya penyamaran.

Keturunan Ki Sodewo saat ini banyak tinggal di bekas kantung-kantung perjuangan Ki Sodewo pada saat itu dengan bermacam macam profesi. Dengan restu para sesepuh dan dimotori oleh keturunan ke 7 Pangeran Diponegoro yang bernama Raden Roni Muryanto, Keturunan Ki Sodewo membentuk sebuah paguyuban dengan nama Paguyuban Trah Sodewo. Setidaknya Pangeran Diponegoro mempunyai 17 putra dan 5 orang putri, yang semuanya kini hidup tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Jawa, Sulawesi & Maluku.

Latar Belakang Perang Diponegoro
Perang Diponegoro (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog), adalah perang besar dan menyeluruh berlangsung selama lima tahun (1825-1830) yang terjadi di Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia), antara pasukan penjajah Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock[1] melawan penduduk pribumi yang dipimpin seorang pangeran Yogyakarta bernama Pangeran Diponegoro. Dalam perang ini telah berjatuhan korban yang tidak sedikit. Baik korban harta maupun jiwa. Dokumen-dokumen Belanda yang dikutip para ahli sejarah, disebutkan bahwa sekitar 200.000 jiwa rakyat yang terenggut. Sementara itu di pihak serdadu Belanda, korban tewas berjumlah 8.000.

Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama menjajah Nusantara. Peperangan ini melibatkan seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah perang ini sebagai Perang Jawa. Setelah kekalahannya dalam Perang Napoleon di Eropa, pemerintah Belanda yang berada dalam kesulitan ekonomi berusaha menutup kekosongan kas mereka dengan memberlakukan berbagai pajak di wilayah jajahannya, termasuk di Hindia Belanda. Selain itu, mereka juga melakukan monopoli usaha dan perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Pajak-pajak dan praktek monopoli tersebut amat mencekik rakyat Indonesia yang ketika itu sudah sangat menderita.

Untuk semakin memperkuat kekuasaan dan perekonomiannya, Belanda mulai berusaha menguasai kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, salah satu di antaranya adalah Kerajaan Yogyakarta. Ketika Sultan Hamengku Buwono IV wafat, kemenakannya, Sultan Hamengku Buwono V yang baru berusia 3 tahun, diangkat menjadi penguasa. Akan tetapi pada prakteknya, pemerintahan kerajaan dilaksanakan oleh Patih Danuredjo, seseorang yang mudah dipengaruhi dan tunduk kepada Belanda. Belanda dianggap mengangkat seseorang yang tidak sesuai dengan pilihan/adat keraton.

Pada pertengahan bulan Mei 1825, pemerintah Belanda yang awalnya memerintahkan pembangunan jalan dari Yogyakarta ke Magelang lewat Muntilan, mengubah rencananya dan membelokan jalan itu melewati Tegalrejo. Rupanya di salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran Diponegoro. Hal inilah yang membuat Pangeran Diponegoro tersinggung dan memutuskan untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Beliau kemudian memerintahkan bawahannya untuk mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut.

Belanda yang mempunyai alasan untuk menangkap Pangeran Diponegoro karena dinilai telah memberontak, pada 20 Juli 1825 mengepung kediaman beliau. Terdesak, Pangeran beserta keluarga dan pasukannya menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul. Sementara itu, Belanda —yang tidak berhasil menangkap Pangeran Diponegoro— membakar habis kediaman Pangeran.

Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah goa yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai basisnya. Pangeran menempati goa sebelah Barat yang disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaan beliau. Sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (selir yang paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah Timur.

Setelah penyerangan itu, dimulailah sebuah perang besar yang akan berlangsung 5 tahun lamanya. Di bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat pribumi bersatu dalam semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati“; sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati. Selama perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro. Perjuangan Diponegoro dibantu Kyai Maja yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan.

REAL NUMBER SYSTEM

 

THE REAL NUMBER SYSTEM

The real number system evolved over time by expanding the notion of what we mean by the word “number.” At first, “number” meant something you could count, like how many sheep a farmer owns. These are called the natural numbers, or sometimes the counting numbers.

Natural Numbers

or “Counting Numbers”

1, 2, 3, 4, 5, . . .

  • The use of three dots at the end of the list is a common mathematical notation to indicate that the list keeps going forever.

At some point, the idea of “zero” came to be considered as a number. If the farmer does not have any sheep, then the number of sheep that the farmer owns is zero. We call the set of natural numbers plus the number zero the whole numbers.

Whole Numbers

Natural Numbers together with “zero”

0, 1, 2, 3, 4, 5, . . .

 

About the Number Zero

What is zero? Is it a number? How can the number of nothing be a number? Is zero nothing, or is it something?

Well, before this starts to sound like a Zen koan, let’s look at how we use the numeral “0.” Arab and Indian scholars were the first to use zero to develop the place-value number system that we use today. When we write a number, we use only the ten numerals 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, and 9. These numerals can stand for ones, tens, hundreds, or whatever depending on their position in the number. In order for this to work, we have to have a way to mark an empty place in a number, or the place values won’t come out right. This is what the numeral “0” does. Think of it as an empty container, signifying that that place is empty. For example, the number 302 has 3 hundreds, no tens, and 2 ones.

So is zero a number? Well, that is a matter of definition, but in mathematics we tend to call it a duck if it acts like a duck, or at least if it’s behavior is mostly duck-like. The number zero obeys most of the same rules of arithmetic that ordinary numbers do, so we call it a number. It is a rather special number, though, because it doesn’t quite obey all the same laws as other numbers—you can’t divide by zero, for example.

Note for math purists: In the strict axiomatic field development of the real numbers, both 0 and 1 are singled out for special treatment. Zero is theadditive identity, because adding zero to a number does not change the number. Similarly, 1 is the multiplicative identity because multiplying a number by 1 does not change it.

 

 

Even more abstract than zero is the idea of negative numbers. If, in addition to not having any sheep, the farmer owes someone 3 sheep, you could say that the number of sheep that the farmer owns is negative 3. It took longer for the idea of negative numbers to be accepted, but eventually they came to be seen as something we could call “numbers.” The expanded set of numbers that we get by including negative versions of the counting numbers is called the integers.

Integers

Whole numbers plus negatives

. . . –4, –3, –2, –1, 0, 1, 2, 3, 4, . . .

 

About Negative Numbers

How can you have less than zero? Well, do you have a checking account? Having less than zero means that you have to add some to it just to get it up to zero. And if you take more out of it, it will be even further less than zero, meaning that you will have to add even more just to get it up to zero.

The strict mathematical definition goes something like this:

For every real number n, there exists its opposite, denoted – n, such that the sum of n and – n is zero, or

n + (– n) = 0

Note that the negative sign in front of a number is part of the symbol for that number: The symbol “–3” is one object—it stands for “negative three,” the name of the number that is three units less than zero.

The number zero is its own opposite, and zero is considered to be neither negative nor positive.

Read the discussion of subtraction for more about the meanings of the symbol “–.”

 

 

The next generalization that we can make is to include the idea of fractions. While it is unlikely that a farmer owns a fractional number of sheep, many other things in real life are measured in fractions, like a half-cup of sugar. If we add fractions to the set of integers, we get the set of rational numbers.

Rational Numbers

All numbers of the form , where a and b are integers (but b cannot be zero)

Rational numbers include what we usually call fractions

  • Notice that the word “rational” contains the word “ratio,” which should remind you of fractions.

 

The bottom of the fraction is called the denominator. Think of it as the denomination—it tells you what size fraction we are talking about: fourths, fifths, etc.

 

The top of the fraction is called the numerator. It tells you how many fourths, fifths, or whatever.

 

  • RESTRICTION: The denominator cannot be zero! (But the numerator can)

If the numerator is zero, then the whole fraction is just equal to zero. If I have zero thirds or zero fourths, than I don’t have anything. However, it makes no sense at all to talk about a fraction measured in “zeroths.”

  • Fractions can be numbers smaller than 1, like 1/2 or 3/4 (called proper fractions), or they can be numbers bigger than 1 (called improper fractions), like two-and-a-half, which we could also write as 5/2

All integers can also be thought of as rational numbers, with a denominator of 1:

This means that all the previous sets of numbers (natural numbers, whole numbers, and integers) are subsets of the rational numbers.

Now it might seem as though the set of rational numbers would cover every possible case, but that is not so. There are numbers that cannot be expressed as a fraction, and these numbers are called irrational because they are not rational.

Irrational Numbers

  • Cannot be expressed as a ratio of integers.
  • As decimals they never repeat or terminate (rationals always do one or the other)

Examples:

Rational (terminates)
Rational (repeats)
Rational (repeats)
Rational (repeats)
Irrational (never repeats or terminates)
Irrational (never repeats or terminates)

 

More on Irrational Numbers

It might seem that the rational numbers would cover any possible number. After all, if I measure a length with a ruler, it is going to come out to some fraction—maybe 2 and 3/4 inches. Suppose I then measure it with more precision. I will get something like 2 and 5/8 inches, or maybe 2 and 23/32 inches. It seems that however close I look it is going to be some fraction. However, this is not always the case.

Imagine a line segment exactly one unit long:

 

Now draw another line one unit long, perpendicular to the first one, like this:

 

Now draw the diagonal connecting the two ends:

Congratulations! You have just drawn a length that cannot be measured by any rational number. According to the Pythagorean Theorem, the length of this diagonal is the square root of 2; that is, the number which when multiplied by itself gives 2.

According to my calculator,

But my calculator only stops at eleven decimal places because it can hold no more. This number actually goes on forever past the decimal point, without the pattern ever terminating or repeating.

This is because if the pattern ever stopped or repeated, you could write the number as a fraction—and it can be proven that the square root of 2 can never be written as

for any choice of integers for a and b. The proof of this was considered quite shocking when it was first demonstrated by the followers of Pythagoras 26 centuries ago.

 

The Real Numbers

  • Rationals + Irrationals
  • All points on the number line
  • Or all possible distances on the number line

When we put the irrational numbers together with the rational numbers, we finally have the complete set of real numbers. Any number that represents an amount of something, such as a weight, a volume, or the distance between two points, will always be a real number. The following diagram illustrates the relationships of the sets that make up the real numbers.

An Ordered Set

The real numbers have the property that they are ordered, which means that given any two different numbers we can always say that one is greater or less than the other. A more formal way of saying this is:

For any two real numbers a and b, one and only one of the following three statements is true:

1.      a is less than b, (expressed as a < b)

2.      a is equal to b, (expressed as a = b)

3.      a is greater than b, (expressed as a > b)

The Number Line

The ordered nature of the real numbers lets us arrange them along a line (imagine that the line is made up of an infinite number of points all packed so closely together that they form a solid line). The points are ordered so that points to the right are greater than points to the left:

  • Every real number corresponds to a distance on the number line, starting at the center (zero).
  • Negative numbers represent distances to the left of zero, and positive numbers are distances to the right.
  • The arrows on the end indicate that it keeps going forever in both directions.

Absolute Value 

When we want to talk about how “large” a number is without regard as to whether it is positive or negative, we use the absolute value function. The absolute value of a number is the distance from that number to the origin (zero) on the number line. That distance is always given as a non-negative number.

In short:

  • If a number is positive (or zero), the absolute value function does nothing to it:
  • If a number is negative, the absolute value function makes it positive:

WARNING: If there is arithmetic to do inside the absolute value sign, you must do it before taking the absolute value—the absolute value function acts on the result of whatever is inside it. For example, a common error is

 

 

 

PEMIMPIN BESAR REVOLUSI

13 Kalimat Soekarno Yang Menggemparkan Dunia

images (4)images (5)

Ke-1
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa dan meneruskan perjuangan para pahlawannya. ” (Pidato Hari Pahlawan 10 November 1961).

Ke-2

“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” . (Bung Karno).

Ke-3

“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” (Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno).

Ke-4

“Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali“. (Pidato HUT Proklamasi, 1949 Soekarno).

Ke-5

“Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang.” (Pidato HUT Proklamasi 1966, Soekarno).

Ke-6

“Apakah Kelemahan kita: Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong” (Pidato HUT Proklamasi, 1966 Bung Karno).

Ke-7

“Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tinggi­nya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali.” ( Sarinah, hlm 17/18 Bung Karno).

Ke-8

“Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak­ keringat.” (Pidato HUT Proklamasi, 1950 Bung Karno).

Ke-9

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” (Bung Karno).

Ke-10

“Aku Lebih suka lukisan Samodra yang bergelombangnya­ memukul, mengebu-gebu, dari pada lukisan sawah yang adem ayem tentrem, “Kadyo siniram wayu sewindu lawase” (Pidato HUT Proklamasi 1964 Bung Karno).

Ke-11

“Apabila dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun” (Bung Karno)

Ke-12

Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke! (Bung Karno)

Ke-13

Kekeluargaan adalah suatu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. ( Bung Karno)

Sumber : https://yudysenjaya.blogspot.co.id/2012/12/13-kalimat-mutiara-bung-karno-yang.html

TIPS MENGHADAPI WARTEGG TES

Wartegg Test terdiri atas 8 kotak yang berisi bentukan-bentukan tertentu seperti titik, garis kurva, 3 garis sejajar, kotak, dua garis saling memotong, dua garis terpisah, tujuh buah titik tersusun melengkung dan garis melengkung. Anda akan diminta menggambar kemudian menuliskan urutan gambar yang telah anda buat, lalu menuliskan nomor gambar mana paling disukai, tidak disukai, sulit dan mudah menurut anda. Yang diukur dalam tes ini adalah emosi, imajinasi, intelektual dan aktifitas subjek.

Contoh Soal Wartegg Test:

gambar wartegg test

Tips mengerjakan Warteg Test:
Urutan menggambar sebaiknya anda buat kombinasi antara sesuai nomor dan acak. Misalnya 1,2,3,4 kemudian 8,7,6,5. Karena apabila anda menggambar berdasarkan urutan 1,2,3,4,5,6,7,8 anda dipandang HRD sebagai orang yang kaku/konservatif sedangkan apabila anda menggambar secara acak misalnya 5,7,6,8,3,2,4,1 anda akan dipandang HRD sebagai orang yang terlalu kreatif, inovatif dan cenderung suka akan ‘breaking the low‘
Kalau anda bergender lelaki jangan mulai dengan nomor 5, karena beberapa anggapan menyebutkan hal ini berpengaruh terhadap orientasi seks anda.

Tes menggambar ini Wartegg tidak memerlukan kemampuan menggambar, melainkan hal ini hanya suatu cara bagi seorang penguji/psikolog untuk mengetahui kepribadian anda dari cara menggambar dan apa yang anda gambar. Berikut Rahasianya :
Tes Wartegg mengharuskan peserta untuk melengkapi gambar yang terdiri dari 8 gambar, 4 diantaranya berupa garis lurus (Gambar III, IV, V, dan VI) dan empat lainnya berupa garis lengkung (Gambar I, II, VII, VIII). Yang perlu anda ingat adalah untuk garis lengkung sebaiknya anda menggambar benda hidup dan untuk garis lurus yang kaku sebaiknya anda menggambar benda mati. Jika anda menggambar terbalik, misal garis lurus digambar dengan bunga, hewan dan sebagainya atau garis lengkung digambar dengan mobil, mesin dan sebagainya, hal ini menandakan “ada yang salah” dengan jiwa atau kepribadian anda.
Selanjutnya dari cara menggambar pun bisa kelihatan kepribadian seseorang misal : jika saat mengambar anda terlalu sering menghapus atau kotor menandakan bahwa anda adalah orang yang peragu atau tidak terencana dan jika anda menggambar terlalu kuat untuk garis yang seharusnya lembut berarti anda termasuk orang yang keras kepala.

Apa yang anda gambarpun juga menunjukan kepribadian atau kemampuan IQ anda. Jika anda menggambar sesuatu yang “biasa saja dan umum” tentu penilaian tingkat kecerdasannya akan berbeda dibanding jika anda menggambar “sesuatu yang tidak terpikirkan oleh orang lain dan berwawasan”
Namun demikian, tes psiko hanyalah merupakan suatu alat buatan manusia untuk mengetahui kepribadian seseorang secara umum saja. Kesimpulan yang dihasilkannya boleh jadi berbeda dengan kepribadian yang sesungguhnya. Hal ini diakui oleh para psikolog sendiri bahwa tidak ada satu pun tes di jagad raya ini yang benar-benar akurat dapat menilai kemampuan dan kepribadian seseorang.

Isi dari masing2 gambar :
gbr 1. Berupa titik ditengah kotak : ini menyangkut hal yg berhubungan dengan penyesuaian diri yaitu bagaimana seseorang menempatkan diri dlm lingkungan
gbr 2. Berupa ~ tp berada di kotak sebelah kiri : menunjukkan fleksibilitas perasaan.
gbr 3. Berupa 3 garis horisontal dr pendek, sedang tinggi sejajar: mengukur hasrat untuk maju/ ambisi
gbr 4. Berupa kotak kecil di sebelah kanan : mengukur bagaimana seseorang mengatasi kesulitan
gbr 5. Seperti huruf T tp miring (susah gambarin nya) : mengukur bagaimana cara bertindak.
gbr 6. Berupa garis horisontal & vertikal : mengukur cara berpikir / analisa & sintesa
gbr 7. Berupa titik titik : menyangkut kehidupan dan perasaan ( apakah sudah stabil, kekanakan)
gbr 8. Berupa lengkungan : mengenai kehidupan sosial/ hubungan social.

Berikut Contoh Hasil pengerjaan Wartegg Test:

gambar wartegg test
gambar wartegg test
Cara Menyelesaikan Soal Warteg Test
Cara Menyelesaikan Soal Warteg Test
Cara Menyelesaikan Soal Warteg Test
Sumber : https://lulustes.blogspot.com/2013/12/cara-menyelesaikan-soal-warteg-test-2.html
               https://soalpembahasan.blogspot.com/2013/06/contoh-soal-wartegg-test.html

Membangun Rumah Ilmu untuk Mewujudkan Universitas Konservasi Bereputasi #2

download (1)

(source : konservasi.unnes.ac.id)

Seperti yang telah saya bahas sebelumnya, bahwa rumah ilmu dalam konteks ini bukan hanya suatu bangunan berisikan pembelajaran, namun juga suatu program untuk meningkatkan pengetahuan sekaligus kesadaran akan lingkungan.

 

images (1)

Jika pembangunan rumah ilmu terkait konservasi ini diartikan sebagai suatu bangunan fisik, itupun baik. Di sana kita akan belajar tentang segala macam aspek yang berkaitan dengan kesetimbangan alam dan ekosistem, sekaligus bagaimana cara kita menyikapinya.

 

Kita juga akan belajar mengenai sikap – sikap yang semestinya dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Dengan demikian kita dapat menganalisis setiap dampak yang kemungkinan timbul jika kita melakukan suatu kegiatan terutama terhadap lingkungan. Kita juga dapat berkesimpulan melalui diskusi bersama anggota yang lainnya untuk memperkaya pandangan dan pengetahuan.

images (2)download (4)

 

Namun tidak salah juga bila kita memandang rumah ilmu ini secara abstrak, di mana tak tampak bangunan fisik, namun memiliki dampak yang sangat baik terutama terhadap aspek kesadaran akan lingkungan. Dalam bentuk ini, kita bisa mengajak seluruh warga UNNES dan sekitarnya untuk belajar dan bergerak melakukan aksi nyata demi kelestarian lingkungan.

 

 

Dimulai dari hal yang sederhana, misalnya membersihkan lingkungan sekitar, setidaknya telah memberikan pembelajaran moral kepada anggota untuk menjaga kelestarian lingkungan. Kemudian kita dapat juga melakukan kegiatan menanam dan merawat pohon, pengelolaan limbah, pembuatan kompos, dan sebagainya. Dalam kasus ini, rumah ilmu berperan menciptakan kondisi nyata dan aplikatif.

images (3)

Jadi, sebagai salah satu manifestasi program dari universitas konservasi ini ada baiknya diadakan pembangunan rumah ilmu, yang tidak hanya melandaskan kegiatannya secara kognitif namun juga secara praktis dan aplikatif.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan. Sumber gambar dari konservasi.unnes.ac.id dan unnes.ac.id

 

Membangun Rumah Ilmu untuk Mewujudkan Universitas Konservasi Bereputasi #1

Konservasi merupakan usaha yang mulia dalam rangka melestarikan lingkungan. Dalam hal ini, manusia sebagai subjek utama dalam ekosistem memiliki peran yang paling dominan dalam menentukan kondisi lingkungan. Kehidupan masa kini dan generasi mendatang dipertaruhkan oleh semua tindakan kita sekarang. downloaddownload (1)

(source: pinturamariareis.blogspot.com)

Telah kita ketahui bersama keadaan lingkungan saat ini sudah demikian memprihatinkan, banyak kita jumpai kerusakan lingkungan seperti pencemaran, degradasi, erosi, abrasi, deforestasi dan segala macam bentuk bencana akibat ketidakseimbangan kondisi alam.

download (2)download (3)

Sudah menjadi tanggungjawab bagi manusia untuk menanggulangi sekaligus menyelesaikan permasalahan yang timbul terhadap lingkungan baik karena faktor alam maupun faktor manusia. Ironisnya, justru sebagian besar aktivitas manusialah yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan. Selain diakibatkan oleh kurangnya aspek kognitif dari faktor sumber daya manusia itu sendiri, juga adanya kelemahan pada tingkat kesadaran akan kelestarian lingkungan.

(source gambar : pkl.handmade.com)

 

 

 

Oleh karena itu, sangat dianjurkan dibentuk suatu badan khusus yang mengkaji aspek kognitif terhadap lingkungan sekaligus kesadaran akan kondisi lingkungan.

 

 

Universitas Negeri Semarang merupakan universitas yang mendeklarasikan diri sebagai universitas konservasi. Setiap kegiatan yang dilaksanakan di UNNES ini selalu mengedepankan prinsip – prinsip kognitif dan kesadaran akan lingkungan.

download (1)

(source : konservasi.unnes.ac.id)

Akan sangat baik sekiranya dibangun suatu badan yang berperan sebagai rumah ilmu yang tidak hanya menaungi mahasiswa, namun juga seluruh warga UNNES dan masyarakat di sekitarnya. Rumah ilmu tidaklah hanya berarti semacam bangunan berisikan proses pembelajaran kognitif yang menjemukan, namun juga suatu program kerja yang dikenakan kepada mahasiswa maupun warga UNNES dan sekitarnya dengan tujuan meningkatkan aspek kognitif dan kesadaran akan lingkungan juga dapat dikatakan sebagai rumah ilmu dengan sifat abstrak, aplikatif, dan praktis.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

Kala Ibadah Tak Lagi Berguna

download (3)download (4)

 

Kau semua pasti mengenalku, bukan? Hmm, aku paham kalian membenciku. Walaupun demikian adanya, aku tak peduli. Tak penting bagimu untuk mengasihaniku.  Wajahku terjerembab demikian keras, hingga tampak menghitam. Kau lihat hidungku, mataku, rupaku, tubuhku?

Dulu aku lebih mulia dari kalian semua, aku adalah makhluk paling agung yang pernah ada. Semua malaikat dan jin mengagungkan kedudukanku. Betapa dekat posisiku dengan Tuhan. Aku adalah makhluk yang selalu taat dalam menyembah Tuhan. Ribuan tahun aku ada untuk Nya. Setia terhadap Nya. Dulu, wajahku tampan rupawan, tubuhku kekar perkasa, suaraku merdu, kulitku halus dan bersinar. Betapa indahnya semua itu.

(source image : spiritualmuslim.mywapblog.com)                        (source image : imung.blogspot.com)

download (5)download (6)

(source : ariellucky.wordpress.com)

Hingga suatu hari, ayahmu datang. Dia merebut perhatian semua makhluk. Aku mulai tersingkir. Sungguh aku tidak sudi menghormati pendatang baru macam ayahmu, sementara aku telah ada ribuan tahun, telah kulalui semuanya untuk menyembah Tuhan. Dan kini siapa yang datang? Seonggok tanah yang gila hormat! Aku muak melihat muka ayahmu. Hatiku penuh dengan gejolak kemarahan, aku benci pada ayahmu, aku dendam padanya.

Seketika wajah tampanku lenyap, membusuk serupa babi hutan, bahkan lebih buruk darinya, tubuhku laksana seonggok daging yang menonjol, kulitku benar – benar menjijikkan. Kenapa ini? Bahkan kini aku menjadi makhluk paling buruk, paling rendah, paling hina, paling kotor. Kemana ibadahku selama ini? Ribuan tahun aku menyembah Tuhan, bahkan kalian tidak akan mampu menandingiku dalam beribadah.

Lalu, hal paling menyakitkan harus kuterima. Tuhan mengusirku. Aku merasa hancur. Perasaanku remuk redam bercampur benci dan amarah. Aku dendam, aku tidak rela menerima kehancuranku setelah usaha besar yang telah kulakukan. Aku harus menghancurkan ayahmu, akan kubuat dia merasakan lebih dari yang kurasakan.

Hahahahaha. Betapa bahagianya aku begitu tahu ayahmu terusir. Akan lebih mudah bagiku untuk menghancurkannya. Telah kurenggut kebahagiaan darinya. Aku masih belum puas. Telah kubuat anaknya membunuh saudaranya sendiri. Hancurlah keluargamu, Adam. Hahaha. Tunggu dulu, aku masih belum puas. Telah kubuat pendahulu kalian mendustakan rasul – rasul, membunuh rasul – rasul, telah kulepas bola api yang terus bergulir antar generasi. Dari Namrud, kuturunkan pada Fir’aun, jangan pernah lupa Adolf Hitler juga memperoleh percikan bola itu, kemudian Musollini, terus kuturunkan pada generasi kalian semua, jangan harap kalian bisa lepas dariku. Telah kuarahkan kalian untuk merusak semuanya. Hahaha, kalian menjadi demikian rakus, aku suka itu.

Aku suka melihat darah kalian, aku suka melihat kalian hancur, saling membunuh, saling merusak. Aku menikmati kerakusan kalian, ketamakan kalian. Hahaha, aku tak sabar melihat kalian dihajar oleh Tuhan, aku ingin kalian jadi makhluk terkutuk jauh melampauiku. Sekali lagi, jangan harap kalian bisa lepas dariku. Aku akan terus menyeret kalian, dengarkan ancamanku ini. Jika aku tak mampu menjerumuskan kalian, akan kutarik keluarga kalian, sahabat kalian, dan seluruh orang yang kalian cintai kepada kehancuran.

download (7)download (8)

(source : https://www.google.co.id/url?sa=i&source=imgres&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0CAgQjB0wAGoVChMI9qPAp_uJyQIVAcqUCh10Agfv&url=http%3A%2F%2Fwww.dw.com%2Fid%2Fkisah-saksi-bom-atom-hiroshima%2Fa-5872851&psig=AFQjCNEqJykhQiqkvfX8JvF49I1d029p1Q&ust=1447386040283862)

Namun, aku sama sekali tak kuasa menghindarkan kemurkaan Tuhan atasku. Seberapapun banyak kalian bisa kujerumuskan, aku tetap tak akan selamat. Aku akan tetap membusuk di neraka. Aku sadar, aku hanya membohongi diriku sendiri. Aku terlalu sombong untuk menyesali perbuatanku. Aku merasa kedudukanku sangat mulia. Entah mengapa Tuhanku begitu membenci kesombongan. Aku sama sekali tidak berharap kalian mempelajari kisahku. Aku tidak butuh belas kasihan kalian. Walaupun kini kalian rasa aku menangis dan menjerit keras, yaa, memang demikian. Tiada makhluk yang kuasa membangkang kepada Tuhan sepenuhnya.

Inilah aku. Kau telah paham kisahku, atau Rasul mu telah menyampaikannya padamu. Dia pasti melarangmu untuk mengikuti jejakku, namun akan kutawarkan jalan yang indah namun semu, hingga kau tak menyadari bahwa kau telah tersesat.

Perintah Melestarikan Alam dalam Al Qur’an

imagesimages (2)

Allah swt telah memerintahkan kita sebagai khalifah di muka bumi. Tugas kita adalah menjaga dan membudidayakan sumber daya yang telah diciptakan Nya dengan sebaik – baiknya. Allah sendiri telah menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi untuk kepentingan kita, yang tertuang dalam al qur’an, yaitu :

 Al Quran Surat Lukman [31], ayat 20, Allah SWT berfirman :

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُنِيرٍ

Artinya : Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.

Dalam Al Quran Surat Al Baqarah [2], ayat 29, Allah SWT juga berfirman :

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Artinya : Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.

Dalam Al Quran Surat Al Baqarah [2], ayat 164, Allah SWT berfirman :

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

images (3)images (4)images (5)images (6)

Dalam Al Quran Surat Al-An’am [6], ayat 38, Allah berfirman :

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ وَلا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

Artinya : Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

Dari berbagai referensi di atas, kita harus memahami posisi kita sebagai manusia, yaitu sebagai khalifah yang memiliki tanggungjawab besar terhadap kemaslahatan dan kesejahteraan bumi. Kita memegang peran sebagai subjek yang mengatur sekaligus menggunakan apa yang tersedia di alam ini dengan arif dan bijaksana

Source gambar : google.com