• Monday, April 30th, 2018

Puasa Lisan

Oleh Agung Kuswantoro

 

Beberapa hari ini, kami (saya dan jamaah masjid Nurul Iman) mengkaji bab sunah puasa. Rujukan utama, KItab Taqrib. Di dalamnya ada penjelasan sunah puasa, salah satunya menjaga lisan.  Selain itu, ada sunah puasa yang lain seperti saur diakhir waktu dan berbuka puasa di awal waktu.

 

Justru saya penasaran, mengapa menjaga lisan termasuk sunah puasa? Melihat kedua perbuatan sunah lainnya, tidak ada dengan pekerjaan puasa. Tetapi, mengapa menjaga lisan termasuk sunah?

 

Di hari kemudian, saya membawa kitab Fathul Mu’in. Saya membuka bab sunah puasa. Salah satunya menemukan sunah puasa itu menjaga lisan. Didalamnya dijelaskan, bahwa pahala berpuasa menjadi rusak karena tidak menjaga lisan. Perbuatan dikategorikan tidak menjaga lisan yaitu berbohong, ngrasani dan memaki orang lain. Perbuatan tersebut merusak ibadah puasa. Bahkan, ada ulama yang mengatakan bahwa jika ada orang yang melakukan perbuatan di atas, maka batal puasanya.

 

Itulah pentingnya menjaga lisan. Disitulah, tidak ada kaitan antara perut dan lisan. Perut itu berkaitan dengan lapar. Lisan itu berkaitan dengan ketenangan. Obat “lapar” itu makan. Obat ‘ngrasani’ itu puasa. Jadi, itulah alasan mengapa menjaga lisan termasuk sunah (muakad). Jadi, ‘puasa’ lisan iu sangat penting. Jangan sampai puasa kita, hanya dapat haus dan lapar. Mari kita ‘puasa’ lisan saat puasa Ramadhan nanti. Janga sampai “rusak” ibadah puasa Ramadhan kita.

 

Semarang 29 April 2018

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply