Archive for ◊ June, 2018 ◊

• Sunday, June 03rd, 2018

Pancasila dan Alqur’an

Oleh Agung Kuswantoro

 

Hari Pancasila telah kita peringati kemarin (1/6/2018). Momentum lahir Pancasila sangat tepat kita renungkan, terlebih di bulan Ramadhan. Dimana Pancasila juga lahir di bulan Ramadhan. 17 Agustus 1945 bertepatan jatuh pada tanggal 9 Ramadhan. Kemudian, Pancasila disusun.

 

Sudah tidak tepat lagi kita merubah ideologi negara kita (Pancasila) dengan ideologi lainnya. Founding Father kita sudah melakukan pemikiran, penajaman, istikharah, dan meyakini bahwa Pancasila adalah ideologi yang tepat untuk negara Indonesia.

 

Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Alqur’an mengatakan “Qul huallahu ahad” (QS. Al Ikhlas : 1). Artinya, “Katakanlah, bahwa Allah itu Esa”. Tuhan yang satu. Negara Indonesia mengakui Tuhan. Siapa yang tidak bertuhan, bukanlah warga Indonesia.

 

Sila Kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Alqur’an mengatakan “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri, ibu, bapak, dan kerabatmu” (QS. Annisa: 135). Adil itu untuk diri sendiri. Tidak hanya untuk hakim. Tetapi, semua manusia. Adil harus ada dalam setiap diri manusia.

 

Sila Ketiga, Persatuan Indonesia. Alqur’an mengatakan “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (QS. Alhujurat: 13). Tujuan dari ayat di atas adalah persatuan, melupakan kpentingan individu, kepentingan negara harus diutamakan di atas kepentingan golongan.

 

Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Alqur’an mengatakan “Dan (bagi) orang-orang yang menerima/mematuhi seruan Rob-nya, dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah (QS. Assyuro: 38). Musyawarah mufakat adalah ajaran Alqur’an. Bukan dengan cara vooting atau pengambilan suara terbanyak. Bangsa Indonesia lebih mengutamakan musyawarah mufakat.

 

Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Alqur’an mengatakan “Sesungguhnya Allah menyuruh manusia berlaku adil dan berbuat baikan, memberi sedekah kepada kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan” (QS. An Nahl: 90). Bangsa Indonesia mengharapkan rakyat dan pimpinannya untuk berbuat baik kepada sesama (sosial). Itu juga anjuran Allah dalam Alqur’an.

 

Itulah nilai-nilai Alqur’an yang termaktub dalam Pancasila. Tidak diragukan lagi untuk kita mengamalkan. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila juga mengamalkan nilai-nilai Alqur’an.

 

 

Founding Father kita sudah memikirkannya dengan penuh khusyuk dan sholat istikharah mengharap ridho Allah dalam memikirkan bangsa Indonesia.

 

Itulah pesan khotib, Dr. Ali Mahsyar, MH yang saya tangkap. Saya beruntung sekali bisa belajar dengannya. Setelah saya selesai sholat, saya menemuinya diskusi kecil terkait pekerjaan saya di UPT Kearsipan berupa Peraturan Rektor Kearsipan. Dan, saya menyampaikan ucapan terima kasih atas masukannya dan ilmu-ilmunya yang telah disampaikan kepada saya. Semoga Bapak sehat selalu. Amin.

 

 

Semarang, 2 Juni 2018

 

 

 

• Saturday, June 02nd, 2018

Catatan Kultum Ramadhan (2)

Oleh Agung Kuswantoro

 

  1. Zakat Fitrah

 

Zakat fitrah hukumnya wajib bagi orang dewasa, anak-anak, tua, dan muda. Kalimat dalam kitab yang saya gunakan disebutkan makhluk. Maknanya, manusia itu wajib zakat fitrah termasuk janin yang dalam kandungan.

 

Lalu, dia (janin/anak) bagaimana ia mengeluarkan zakat fitrah, padahal ia belum kerja? Jawabnya adalah ia menjadi tanggungjawab orang tuanya. Berarti orang tuanya akan mengeluarkan zakat fitrah juga ke anaknya.

 

Kapan dimulai zakat fitrah? Berdasarkan sumber yang saya baca, banyak perbedaan pendapat. Biasanya zakat fitrah dikeluarkan pada malam idul fitri/takbiran.

 

Batas pengeluaran zakat fitrah hingga sholat Id selesai. Jika ada orang mengeluarkan zakat setelah sholat Id dinamakan sedekah. Namun, jika dikeluarkan sebelum sholat id dinamakan zakat fitrah.

 

Zakat fitrah, orang yang memberikan wajib niat. Adapun niatnya yaitu Nawaitu an uhrija zakatal fitri linafsi (Agung) fardolillahi ta’ala. Artinya, saya berniat akan mengeluarkan zakat fitrah untuk diri saya Agung fardu karena Allah ta’ala.

 

 

Etika

 

Setiap orang wajib zakat fitrah, maka apabila ia telah menerima zakat fitrah. Kemudian, ia belum membayar zakat fitrah, maka alangkah baiknya ia “mengolah” beras/zakatnya yang telah diterima.

 

Misal, mengganti bungkus/plastik zakat yang telah diterima. Atau, mencampurkan beras dengan beras lainnya.

 

Bagusnya lagi, zakat fitrah dengan uang sendiri. Jadi, hasil kerjanya dibelanjakan uang untuk zakat.

 

Jangan beras yang telah diterima, kemudian dizakatkan lagi ke orang lain. Hal ini (menurut saya) kurang beretika. Walaupun itu, haknya. Jadi, etika perlu ditegakkan dalam penyaluran zakat.

 

Siapa yang menerima zakat fitrah? Utamakan saudara kita yang fakir dan miskin. Itu dulu diutamakan. Zakat dalam bentuk makanan pokok di daerah setempat.

 

Mulailah dari sekarang, untuk menabung zakat fitrah. Utamakan zakat dari rizki kita. Jika tidak punya, gunakan “sesuatu” yang Anda punya untuk zakat. Terpaksa, kita tidak memiliki olahlah beras yang kita peroleh dengan mencampur atau mengganti plastik sebagai bentuk penghormatan atas orang yang telah memberikan kepadanya.

 

Bayarlah zakat agar rukun Islam kita lebih sempurna, karena zakat termasuk rukun Islam yang ke-4. Rukun islamnya belum sempurna. Dan, sempurnakanlah rukun Islam kita. Semoga Allah menerima amal baik kita. Amin.

 

 

  1. Itikaf

Oleh Agung Kuswantoro

 

Itikaf adalah berdiam diri di masjid. Ada banyak perbedaan terkait lamanya Itikaf. Seperti, Itikaf itu sehari semalam. Ada juga yang mengatakan tidak harus sehari, tetapi cukup bacaan tertentu. Sehingga, Itikaf perlu niat.

 

Adapun niatnya, nawaitul ‘itikafi hadal masjid sunnatalillahi ta’ala. Artinya, saya berniat ‘itikaf di masjid ini, sunatulillahi ta’ala.

 

Diriwayatkan beberapa hadist bahwa, Nabi Muhammad SAW sangat antusias melakukan Itikaf, terutama pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Sampai-sampai, Nabi Muhammad SAW rambutnya, yang menyisirkan/jungkati adalah Siti Aisyah/istrinya. Mengapa, sedemikian begitunya? Karena, Nabi Muhammad SAW sangat konsen terhadap ibadah Itikaf.

 

Semakin Ramadhan akan habis, ibadah yang bersifat individual seperti Itikaf diperkuat. Bukan sebaliknya, saat Ramadhan akan habis, justru masjid yang sepi. Mall yang ramai. Nah, disinilah tantangannya.

 

Yuk, perkuat ibadah bersifat individual ini (Itikaf) karena Nabi Muhammad SAW melakukan hal itu. mumpung Ramadhan belum habis. Bukan, sibuk di pusat perbelanjaan. Tirulah Nabi Muhammad SAW. Ingat takwa sebagai tujuan akhir puasa. Itikaf itu sebagai jalan menuju takwa. Banyak merenung, dzikir, dan berpikir agar lebih dekat dengan Allah.

 

 

Semarang, 1 Juni 2018

 

 

• Friday, June 01st, 2018

Catatan Kultum Ramadhan (1)

Oleh Agung Kuswantoro

 

Selama Ramadhan ini, kultum yang saya sampaikan ke masjid seputar Ramadhan. Berikut catatan saya:

 

  1. Lailatul Qodar

Lail itu malam. Qodar itu mulia. Menurut Kamus, Qodar memiliki tiga arti yaitu (1) mulia, (2) sempit, (3) ketentuan/ketetapan.

 

Mulia karena pada malam itu yang turun malaikat untuk mencatat amal manusia.

 

Sempit karena bumi diisi oleh Malaikat, sehingga bumi menjadi sempit.

 

Ketetapan/ketentuan karena malam itu pasti terjadi.

 

Banyak perbedaan pendapat terkait turunnya Lailatul Qodar. Ada yang mengatakan diturunkan Alqur’an yaitu malam 17 Ramadhan. Ada yang mengatakan pula malam ganjil (21, 23, 25, 27, dan 29). Bahkan di daerah tertentu (Timur Tengah) Lailatul Qodar dipercayai turun pada tanggal 27 Ramadhan. Sehingga, peristiwa Nuzulul Qur’an di daerah tersebut diperingati tanggal 27 Ramadhan. Berbeda di Indonesia diperingati 17 Ramadhan. Dari penjelasan di atas lengkap ada dalilnya.

 

Namun, guru saya mengajari saya bahwa Lailatul Qodar, jangan dinanti. Mengapa? Karena itu pasti terjadi. Tugas kita adalah memantaskan apakah kita layak mendapatkan Lailatul Qodar?

 

Layak/pantas menjadi kata kunci untuk memasuki Lailatul Qodar. Mengapa? Malaikat yang akan mencatat amal manusia. Berarti, Malaikat akan mencatat orang yang melakukan kebajikan pada hari/malam itu.

 

Malaikat tidak akan mencatat amal manusia yang buruk. Berarti kita harus memperbanyak amalan sholih/kebajikan. Itu yang perlu diperhatikan. Kuncinya Malaikat itu dengan  kebajikan.

 

Jika Lailatul Qodar tidak usah dinanti, berarti kita harus berbuat baik selama Ramadhan, mulai tanggal 1 hingga 30 Ramadhan. Insya Allah dengan cara ini Lailatul Qodar akan diperoleh.

 

Contoh Malaikat turun ke bumi, bahwa Alqur’an mengatakan dengan tegas pada saat perang Badar, Malaikat membantu pasukan muslim. Jumlah sedikit pasukan muslim, namun bisa mengalahkan pasukan Kafir/Quraisy yang berjumlah lebih banyak.

 

Ternyata, Malaikat membantu pasukan muslim. Salah satu faktor dibantunya pasukan muslim karena telah melakukan amal baik/kebajikan. Sehingga, Malaikat turun ke bumi.

 

Sebaliknya, pada perang Uhud, pasukan muslim tidak dibantu oleh Malaikat dikarenakan pasukan muslim tidak sabar terhadap godaan dunia, berupa harta rampasan milik pasukan Kafir/Quraisy. Padahal, perintah Nabi sangat jelas, bahwa apa pun keadaannya, pasukan muslim harus tetap di atas bukit. Jangan turun bukit, walaupun sudah selesai perang. Namun, karena meraka tergoda dengan “harta” yang berada dibawah bukit, menjadikan pasukan muslim mengalami kekalahan. Baca QS. Ali Imron ayat 124.

 

Itulah sebabnya, Malaikat akan turun, jika kita berbuat kebajikan, sebagaimana kondisi dalam perang Badar.

 

Ada benarnya juga hadist yang mengatakan Lailatul Qodar akan turun dengan pertanda seperti matahari tidak terlalu panas, suasana tenang, angin sepoi-sepoi dan tanda alam  lainnya yang mendamaikan.

 

Menurut saya, hal itu tidak menjadi patokan. Saya lebih sepakat dengan cara Lailatul Qodar itu pasti terjadi. Tugas kita hanya memantaskan untuk bisa masuk dalam Lailatul Qodar dengan cara berbuat baik/kebajikan, sehingga Malaikat akan turun mencatat amal kita.

 

Bersambung

 

Semarang, 1 Juni 2018