Archive for ◊ October, 2020 ◊

• Sunday, October 25th, 2020

Sekolah Muadzin
Oleh Agung Kuswantoro

Mungkin saya dianggap oleh sebagian orang itu tidak wajar. Aneh. Gila, mungkin kalimat yang tepat itu. Apa pasal? Karena, saya melakukan sesuatu yang sedikit orang lakukan. Terkait pengelolaan Masjid, saya fokus sekali dengan permasalahan muadzin. Bagi saya, muadzin ibarat motor yang berjalan. Tanpa muadzin, Masjid itu akan berhenti. Karena, “motornya” mati.

Muadzinlah, orang yang pertama mengajak orang untuk sholat. Ada adzan berkumandang, pasti ada pelaksanaa sholat di dalam Masjid. Tidak mungkin, ada adzan berkumandang, tapi tidak ada pelaksanaan sholat di dalam Masjid. Itulah, makna muadzin sebagai “motor”. Penggerak.

Hanya remaja-remaja inilah yang “terpanggil” untuk menjadi muadzin. Mereka sudah bertugas menjadi muadzin sholat Dhuhur dan Asar. Alhamdulillah dengan kehadiran mereka, Masjid bisa menyelenggarakan sholat lima waktu. Yang tadinya, hanya menyelenggarakan sholat tiga waktu.

Guna meningkatkan kompetensinya, saya membuat dan belajar bersama dalam “Kelas Muadzin”. Kelas berisi para muadzin untuk dapat meningkatkan pemahaman mengenai adzan dari beberapa sudut pandang. Kelas Muadzin dilakukan seminggu sekali di Masjid Nurul Iman Sekaran.

Melalui mereka, saya berharap dan yakin, bahwa lima tahun lagi, Masjid akan memiliki muadzin yang berkompeten sehingga penyelenggaran sholat lima waktu dapat terlaksana dengan baik. Termasuk, jama’ah yang sholat ke Masjid untuk menjadi makmum. Mengingat, selama ini yang sholat Dhuhur dan Asar itu muadzin itu sendiri. Bahasa sederhananya, diadzani sendiri, sholawatan sendiri, diqomati sendiri, dan diimami sendiri. [].

Semarang, 25 Oktober 2020
Ditulis di Rumah, jam 20.30-20.45 WIB.

• Monday, October 19th, 2020

Visi Itu Abstrak
Oleh Agung Kuswantoro

Visi itu tidak terlihat, namun bukan berarti kosong. Visi itu tak tampak, namun bisa dirasakan. Mata bisa membaca tulisan visi suatu organisasi/lembaga, namun hati belum tentu melihat (baca:merasakan) visi organisasi tersebut. Orang lain bisa “penasaran” akan visi organisasi, namun orang yang ada dalam organisasi itu akan “mantap” dan merasakan visi organisasinya.

Lalu, apakah sebenarnya visi itu? Soegito (2020) mengatakan visi adalah gambaran/wawasan atau pernyataan tentang lembaga pendidikan yang ingin diwujudkan di masa jauh ke depan. Visi itu menguraikan jenis organisasi yang Anda ingin wujudkan atau bagaimana Anda ingin dilihat atau diingat. Visi itu menetapkan arah yang dituju oleh setiap orang. Visi itu memberdayakan orang dan menciptakan antusiasme dengan menyoroti kontribusi khusus bagi organisasi. Dan, visi itu memberikan dasar untuk mengenali “jurang” antara keadaan sekarang dan keadaan di masa depan.

Ciri-ciri visi itu (1) mudah dipahami, (2) bahasa sederhana, (3) bersifat menantang dan dapat dicapai, (4) ideal, tetapi dapat dihayati, (5) menimbulkan motivasi dan kegairahan untuk melaksanakan, (6) tidak menyebut dan tidak terikat pada angka definitif dan (7) memberikan nuansa kinerja bermutu bagi karyawan.

Organisasi yang memiliki visi itu akan lebih mudah dalam mengembangkan, merubah, dan berhasil. Tetapi, organisasi tanpa visi itu dalam pengembangannya, tanpa arah. Bingung.

Nah, kebetulan saya diberi amanah untuk membuat visi dari Masjid Nurul Iman Sekaran. Visinya adalah menjadikan Masjid yang nyaman, tenang, dan khusyuk dalam penyelenggaraan sholat rowatib, sunah, dan beribadah kepada Allah. Menurut Anda, apakah visi organisasi tersebut terpenuhi dengan konsep-konsep di atas?

Semarang, 18 Oktober 2020
Ditulis Di Rumah jam 05.00 – 05.30 WIB.

• Monday, October 19th, 2020

Pengelolaan Kearsipan Di SMK
Oleh Agung Kuswantoro

Arsip sangat penting bagi kelangsungan suatu organisasi atau lembaga. Salah satu fungsi arsip adalah dasar pengambilan keputusan bagi pimpinan. Area manajemen pendidikan itu sangat luas. Saya mengambil jalur pendidikannya, formal. Jenis pendidikannya, vokasi. Jenjang pendidikannya, menengah. Untuk substansi pendidikannya, pengelolaan dokumen/kearsipan.

Alasan saya memilih/tertarik kearsipan sekolah, karena setiap garapan pengelolaan sekolah pasti memiliki arsip. Mulai dari arsip peserta didik, arsip tenaga pendidik dan kependidikan, arsip kurikulum, arsip sarana prasarana, arsip pembiayaan dan arsip humas.

Adapun dasar kebijakannya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Nomor 43 Tahun 2009, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah.

Pasal 1 ayat 2 dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan, bahwa kearsipan termasuk dalam urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.

Agustina (2018) mengatakan salah satu tugas kearsipan kota/kabupaten adalah mendampingi proses penyelenggaraan di Sekolah. Hal-hal yang dilakukan yaitu (1) berkoordinasi dalam penyelenggaraan kearsipan dengan sekolah bekerjasama dengan BPAD (Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah); (2) menyusun pedoman pengelolaan kearsipan sekolah bekerjasama dengan BPAD; (3) pemberian bimbingan dan konsultasi pelaksanaan kearsipan kepada sekolah.

Nah, ruang lingkup arsip sekolah selama ini adalah arsip dinamis. Dimana, arsip dinamis itu dibagi menjadi dua, yaitu dinamis aktif dan dinamis inaktif. Dinamis aktif yang mengelola adalah subbag TU dan pelaksana (pengelola sekolah) yang terdiri dari waka (wakil kepala sekolah) kurikulum, waka kesiswaan, waka humas, dan waka sarpras.

Asifah (2017) mengatakan sistem pengelolaan kearsipan di Sekolah—dilakukan oleh bagian Tata Usaha sekolah – yang meliputi sistem penyimpanan arsip, peminjaman arsip, penemuan kembali arsip, pemeliharaan dan pengamanan arsip, serta pemindahan arsip.

Perbedaan pengelolaan arsip di SMK dengan PT/Perguruan Tinggi adalah PT dalam pengelolaannya, lebih mandiri. Artinya, PT memiliki otoritas dalam mengelolanya. Termasuk dalam menyusun kebijakan-kebijakannya. Hal ini didukung dengan Peraturan Kepala Arsip Nasional Indonesia (ANRI) Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kearsipan di Lingkungan Perguruan Tinggi. Sedangkan, pengelolaan kearsipan sekolah diatur kerjasama antara sekolah dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota/Kabupaten. Hal ini sebagaimana dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014.

Pengelolaan kearsipan di PT biasanya dikelola oleh unit pelaksana, teknisi (UPT) atau bagian Tata Usaha Universitas. Sedangkan di SMK dikelola oleh bagian Tata Usaha sekolah.

Perbandingan

Rose dan Nwackhuckwu (2015) dalam penelitiannya mengatakan pencatatan/registrasi arsip harus dilakukan sejak awal dengan harapan sekolah akan mendapatkan informasi penting, khususnya kepala sekolah dalam membuat kebijakan dan me-manage dokumen/arsip dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Pendapat diatas didukung dengan penelitian Omaha (2013) dalam penelitiannya menyebutkan, bahwa kepala sekolah gagal dalam mengelola kearsipannya. Pencatatan dokumen yang tidak rapi dari kegiatan yang telah dilakukan menjadikan ketidakakuratan dalam informasi sekolah. Penelitian ini dilakukan di sekolah menengah atas. Ada 9 daerah di negara Nigeria yaitu Otukpo, Obi Ojo, Ogba, Dibo, Okpokwu, Apo, Okimini, Ado, dan Agato.

Mengapa Nigeria yang dijadikan persandingan? Karena, ada kesamaan sistem pendidikan di negara Nigeria, dimana dimulai dari enam tahun sekolah dasar, tiga tahun sekolah menengah pertama, tiga tahun sekolah menengah, dan empat tahun perguruan tinggi untuk mendapatkan gelar sarjana.

Dari kedua penelitian di atas—dapat dikatakan—bahwa pengelolaan kearsipan sekolah di Nigeria itu masih manual. Dibuktikan dengan proses yang manual pada pencatatan di buku dan proses pengelolaan arsip aktifnya (record).

Namun, persandingan ini berbeda dengan negara Singapura. Dimana, sekolah memiliki kewenangan dalam mengelola kearsipannya. Data digital lebih tertata. Sekolah mengelola kearsipannya melalui website yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Bahkan, Indonesia sangat tertarik dengan pengelolaan kearsipan di Singapura. Pada tanggal 8 Oktober 2019 di Istana Negara dilakukan kerjasama kearsipan antara Indonesia dan Singapura. Kolaborasi antara Arsip Nasional Republik Indonesia dengan Arsip Nasional Singapura. Indonesia menilai Singapura sangat berhasil dalam pengelolaan kearsipan digital. Sehingga, kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan kearsipan, khususnya digitalisasi arsip di sekolah. [].

• Thursday, October 15th, 2020

 

Bermaulud Di Masa Pandemi Covid-19
Oleh Agung Kuswantoro

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. al-Ahzab: 21].

Hari Ahad kelak (18 Oktober 2020) telah masuk bulan Maulid. Umat Islam di seluruh dunia akan merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW/Maulid Nabi.

Maulid Nabi tahun 2020/1442 Hijriah ini, berbeda dengan tahun lalu. Yang membedakan adalah dirayakan dalam situasi pandemi Covid-19. Anjuran pemerintah tentang protokoler kesehatan tetap diterapkan. Artinya, bermasker, menghindari kerumunan, rajin cuci tangan, dan jaga jarak itu wajib diterapkan.

Pengurus masjid pun harus tanggap dan cerdas menanggapi situasi ini. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan panggung yang megah harus dihindari. Karena, bertentangan dengan keadaan saat ini.

Lalu, bagaimana merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW saat pandemi Covid-19 ini? Ada beberapa perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di saat Pendemi Covid-19 yaitu:

Pertama, membaca sholawat melalui kitab al-Barzanji atau ad-Diba’. Bacalah sholawat tersebut di rumah atau di masjid. Rutinkan tiap hari mulai tanggal 1 Robiul Awal hingga 12 Robiul Awwal.

Insya Allah, Masjid Nurul Iman Sekaran tetap melaksanakan pembacaan al-Barzanji atau ad-Diba’ tiap habis maghrib. Yang hadir tidaklah banyak, sehingga syarat protokoler kesehatan, tetap terpenuhi.

Sholawat bisa juga dilakukan di rumah. Ajak anak, istri, suami, dan orang yang ada di rumah dengan bersholawat Nabi Muhammad SAW berharap dan memohon keberkahan atas keselamatan hidup melalui sholawat Nabi.

Kedua, membaca buku/kitab mengenai biografi Nabi Muhammad SAW. Siroh Nabawwiyah. Atau, tarikh/sejarah. Tujuan membaca buku adalah mengikuti perintah Allah agar menjadi hamba yang ber-Tuhan. Sebagaimana perintah Allah “Iqro”. “Bacalah” orang yang membaca, sejatinya sedang menyebut nama Allah. Mulailah membaca dengan menyebut nama Allah. Bismillahirohmanirrohim.

Melalui membaca, kita dapat merasakan dan menghayati akan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Lahir saja, sudah yatim. Yang menyusui saja, bukan ibunya. Masa kecil, sudah berjuang dengan menggembala kambing. Masa remaja sudah menikah muda pada usia 25 tahun. Pada usia 35 tahun, sudah bermasyarakat dengan baik. Dan, pada usia 40 tahun, fokus pada ibadah dalam hidup di dunia.

Mari bandingkan dengan rentang usia pada sebagian besar orang saat ini. Lahir, dengan orang tua lengkap. Anak diasuh oleh nenek kakeknya, meskipun orang tuanya hidup. Masa anak-anak dididik dengan “godaan” game HP/media sosial/youtube. Masa remaja, kurang tangguh/mandiri. Pada umur 25 tahun atau sudah remaja, namun belum berani untuk menikah. Pada usia 35 tahun, belum tentu bersosialisasi dengan masyarakat. Dan, pada usia 40 tahun, belum tentu fokus untuk beribadah.

Apa penyebab perbedaan rentang usia Nabi Muhammad SAW dengan rentang usia sebagian besar orang saat sekarang? Jawabnya, cara pandang orang tersebut. Nabi Muhammad SAW fokus tertuju kepada Allah. Meskipun, godaan tetap ada. Buktinya, Nabi Muhammad SAW pernah menjadi target pembunuhan saat peristiwa hijrah. Sasaran “empuk” untuk pembantaian orang Quraisy.

Nabi Muhammad SAW juga pernah terluka dan berdarah giginya saat berperang. Artinya, kejadian manusiawi—target pembunuhan dan terluka hingga berdarah—itu dalam dirinya. Karena, tujuan hidupnya adalah Allah. Maka, Allah pun akan melindunginya.

Sekarang, cara pandang /tujuan hidupnya tidak tertuju kepada Allah. Mau makan, harus bekerja mati-matian. Mau sukses, tidak memandang norma-norma yang ada. Berteman tidak memperhatikan akhlak yang diajarkan. Lalu, apa yang terjadi? Tidak berkah dan suksesnya pendek, hidupnya.

Dalam agama Islam itu ada iman. Nabi Muhammad SAW selalu menggunakan otak kanan dalam menjalankan kehidupannya. Contoh bekerja otak kanan adalah orang bisa pergi ke Jakarta dalam waktu lima menit. Orang bisa hidup, walaupun tanpa makan hingga 309 tahun. al-Qur’an memberikan contoh seperti itu.

Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan berkilo-kilo meter, saat Isro’ Mi’roj dalam waktu tempuh semalam saja. Sahabat Kahfi tidak makan selama 309 tahun di Gua bisa hidup, dengan cara Allah menidurkan mereka. Itulah, contoh bekerja berpikir otak kanan.

Namun, otak kiri selalu mengatakan: “orang bisa ke Jakarta dengan jarak tempuh minimal 6 jam, jika berangkat dari Semarang melalui jalur tol”. “Orang tidur maksimal itu 8 jam”. Itulah, contoh bekerja berpikir otak kiri.

Dalam hidup di dunia, keseimbangan antara otak kiri dan kanan itu ada. Jangan terlalu kiri sekali. Atau, jangan terlalu dunia sekali. Dan, jangan terlalu kanan sekali. Atau, jangan terlalu akhirat sekali. Seimbang saja.

Orang yang sudah menikah, lalu bisa punya keturunan itu pasti. Logika dunia mengatakan berlaku seperti itu. Namun, jika ada orang yang sudah menikah, tetapi belum diberi keturunan, maka hal tersebut berarti ada masalah. Itulah logika hidup di dunia. Logika otak kiri dalam bekerja.

Lihatlah, Siti Hajar yang mengalami peristiwa serupa. Namun, dalam menyelesaikan kehidupannya memberikan solusi dengan otak kiri dan otak kanan. Secara umur itu tidak mungkin. Karena, beliau sudah sepuh/tua. Atas izin Allah SWT, Siti Hajar diberi keturunan. Sholeh pula. Nabi Ismail, namanya. Apa usahanya? Beriman dan berilmu. Ngamalkan atas ilmu agama yang didapat.

Melalui Maulid Nabi Muhammad SAW, mari budayakan Iqro. Membaca. “Membaca” apa pun. Termasuk, “membaca” situasi masjid. “Membaca” bagaimana pelaksanaan sholat, adzan, kegiatan dan program-program dalam suatu Masjid. “Membaca” dimaknai melihat. Mari “isi” kekurangan dari yang ada. Pastinya, sumber bacaannya adalah al-Qur’an, al-Hadist, dan buku/kitab yang valid.

Demikian tulisan singkat ini. Ada beberapa simpulan, yaitu:

1. Bulan maulud segera tiba. Persiapkan bekal kita untuk menyambutnya.
2. Bacalah sholawat Nabi Muhammad SAW dengan ber-al-Barzanji atau ber-ad-Diba’ usai habis maghrib.
3. Bacalah buku mengenai Nabi Muhammad SAW/Siroh Nabawwiyah. Atau, tarekh/sejarah Nabi Muhammad SAW.
4. Tirulah sosok Nabi Muhammad SAW dalam menjalani hidup. Tidak selalu menggunakan akal kiri untuk mencapai kesuksesan. Namun, Nabi Muhammad SAW juga menggunakan otak kanan untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk diri saya dan para jamaah. Amin. []

Semarang, 14 Oktober 2020.
Ditulis di rumah jam 05.00 – 05.45 WIB.
Materi akan disampaikan di Masjid Nurul Iman, Jum’at 15 Oktober 2020 jam 12.00 WIB.

• Wednesday, October 14th, 2020

 

Peningkatan Kompetensi Muadzin Masjid Nurul Iman
Oleh Agung Kuswantoro ini

 

Nanti malam (14 Oktober 2020) saya selaku pengurus Masjid Nurul Iman Sekaran mengundang 5 muadzin sholat Jum’at dan remaja masjid Masjid Nurul Iman Sekaran. Tujuannya untuk peningkatan kompetensi muadzin.

Saya mengajak pembicara dalam kegiatan tersebut. Namanya, Ustad Ahmad Khosyiin, muadzin Masjid Istiqomah Ungaran. Materi dan undangan sudah dibagikan kepada mereka. Materinya lengkap. Mulai dari doa sebelum adzan, hingga iqomah untuk pelaksanaan sholat Jum’at dan sholat Rowatib.

Harapannya, pertemuan ini bisa meningkatkan kompetensi muadzin. Muadzin dapat melihat secara jelas lafal yang akan diucapkan. Bukan, hanya dihafal. Karena, kalau melihat tulisannya, menjadi tahu akan hak-hak huruf. Fasihnya, pasti berbeda.

Remaja masjid rencananya akan dibuat jadwal muadzin untuk sholat Dhuhur dan Asar. Tujuannya agar penyelenggaraan sholat lima waktu dapat terselenggara dengan baik. Mengingat selama ini, penyelenggaraan sholat lima waktu, baru bisa terlaksana tiga waktu. Oleh karenanya, program pengurus masjid sederhana saja, agar penyelenggaraan sholat lima waktu itu tercapai. Salah satunya dnegan kehadiran muadzin dari generasi muda/remaja. Semoga pertemuan nanti malam lancar. Amin. []

  • Semarang, 14 Oktober 2020
    Ditulis di Rumah jam 06.00 – 06.05 WIB.
• Tuesday, October 06th, 2020

Membuat Surat Keputusan

Oleh Agung Kuswantoro

 

Setelah rapat, diperoleh beberapa point terkait permasalahan muadzin di Masjid Nurul Iman Sekaran. Dari hasil rapat tersebut, saya menyusun draf Surat Keputusan (SK). Mulailah saya menyusun dengan kata memperhatikan, menimbang, dan memutuskan ditetapkan 5 orang muadzin Masjid untuk sholat Jum’at.

 

Penetapan lima muadzin di Masjid Nurul Iman, bukanlah hal yang mudah. “Pelurusan” niat hingga praktik muadzi, perlu ditunjukkan. Bayangkan, mencari yang adzan saja, susah. Apalagi, pelaksanaan sholatnya. Termasuk, imamnya.

 

Namun, itulah bagian dari dakwah. Tidak boleh terlalu “kaku”, tapi punya prinsip. Tujuan saya membuat SK adalah “mengikat” hasil keputusan rapat. Hasil rapat, langsung ditulis dengan sebuah ketetapan. Didalam SK tersebut, terdapat jadwal muadzin sebagai bentuk tertib administrasi.

 

Jika ada apa-apa, maka SK sebagai dasarnya. Sebaliknya, orang juga tidak bisa asal ikut “nimbrung dalam masalah muadzin di Masjid Nurul Iman. Semuanya, ada mekanismenya.

 

SK sudah dibuat, dibagikan, dan diumumkan. Sehingga jadwal muadzin, orang lain – jamaah masjid – bisa melihat, siapa saja yang bertugas saat pelaksanaan sholat Jumat. Manajemennya, “terbuka” dengan maksud antar jamaah dan takmir saling memberikan informasi.

 

Demikianlah perkembangan masalah muadzin yang pernah saya ceritakan beberapa waktu yang lalu. Mohon doanya, semoga bisa melaksanakan isi dari SK tersebut, sehingga pelaksanaan sholat di Masjid Nurul Iman bisa berjalan dengan baik dan khusyuk. Amiin. []

 

Semarang, 6 Oktober 2020

Ditulis Di Rumah jam 00.30 – 00.40 WIB.

• Thursday, October 01st, 2020

 

Tuhanku Adalah Allah
Oleh Agung Kuswantoro

Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa (QS. al-Ikhlas:1).

Kemarin (1 Oktober 2020), kita memperingati hari Kesaktian Pancasila. Hari ini, mari kita merefleksikan/merenung terkait Dasar Negara kita. Kita patut bersyukur kepada pendiri bangsa kita ini. Founding Father negara ini. Dimana, Pak Kiai dan orang pintar yang merumuskan negara ini. Salah satu “produk” dari pikiran Pak Kiai dan alim/orang yang pintar adalah Pancasila.

Ada satu sila yang mengingatkan kepada diri kita sebagai orang yang beragama yaitu sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Masa Esa. Artinya, negara Indonesia itu negara yang bertuhan. Bukan, negara yang komunis atau tanpa mengakui Tuhan.

Kita semua yang hadir disini adalah orang yang beragama. Orang yang ber-Tuhan. Tuhan kita adalah Allah. Kita harus yakin bahwa agama kita adalah agama yang terbaik. Innaddina ‘indallahil islam. Artinya. sesungguhnya agama yang mulia disisi Allah adalah agama Islam.

Bertuhan itu sangat penting. Tanpa menghadirkan tuhan dalam kehidupan, menjadikan seseorang akan gelisah, tidak tenang, dan pesimis. Proses mengenal Allah/Tuhan tiap orang itu berbeda-beda.

Nabi Adam AS sangat dekat dan intim mengenal Allah saat di Surga. Allah berkata dengan kalimat “Janganlah dekati pohon ini!” (QS. al-Baqarah: 35). Kalimat tersebut, menunjukkan bahwa Allah sewaktu di Surga sangat dekat dengan Nabi Adam AS. Namun, saat Nabi Adam AS melakukan maksiat, Allah berkata “Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu”. (QS. al-Baqarah: 26).

Kalimat di atas yang perlu digarisbawahi yaitu “surga itu”. “Itu” menunjukkan jauh. Jauh dari Allah. Beda saat Nabi Adam AS di Surga dengan kalimat “pohon ini”. “Ini” menunjukkan dekat. Dekat antara Allah dengan Nabi Adam AS. Itulah yang terjadi pada Nabi Adam AS.

Berbeda dengan Nabi Muhammad SAW dimana Malaikat Jibril mengatakan “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (QS. al‘Alaq:1). Proses Nabi Muhammad SAW mengenal Allah, bukanlah hal yang mudah. Padahal, Nabi Muhammad SAW itu kekasih Allah. Dan, seorang Nabi serta Rosul.

Nabi Muhammad SAW ber-kholawat/bertapa/merenung di gua Hiro. Nabi Muhammad SAW menyendiri. Nabi Muhammad SAW menghindar dari keramaian atau kerumunan manusia. Ia melakukan “penyucian” batin. Di tempat yang gelap dan sempit. Datanglah malaikat Jibril yang menuntun agar membaca nama Tuhannya yaitu Allah. Selama “ritual” di gua Hiro, Nabi Muhammad SAW memusatkan perhatiannya kepada Tuhan. Ia mengesampingkan urusan lainnya. Bisa dikatakan proses ini adalah proses pencarian jati diri seorang manusia diangkat menjadi Rosul. Itulah yang terjadi dalam diri Nabi Muhammad SAW.

Ada pula, manusia yang mengenal Allah, saat sedang kesusahan hidup. Ustad Yusuf Mansur, contohnya. Ustad Yusuf Mansur menemukan Allah, saat dipenjara. Dalam buku “Mencari Tuhan Yang Hilang” dikisahkan, Ustad Yusuf Mansur sedang memberi makan kepada semut yang lapar. Ustad Yusuf Mansur berkata kepada semut: “Makanlah roti ini, wahai semut. Berdolah untuk aku yang juga lapar. Tuhanmu dengan Tuhanku itu, sama.”

Saat Ustad Yusuf Mansur memberi makan kepada semut, Ustad Yusuf Mansur, dalam kondisi lapar. Namun, Ustad Yusuf Mansur justru memberikan makanannya kepada makhluk lainnya. Peristiwa inilah yang mengilhami dan mempopulerkan Ustad Yusuf Mansur dengan konsep sedekah. Arti dari kisah tersebut adalah Ustad Yusuf Mansur mengenal Allah saat dalam keadaan susah.

Dari kisah-kisah di atas (Nabi Adam AS, Nabi Muhammad SAW, dan Ustad Yusuf Mansur) dapat diambil “benang merah”, bahwa mengenal Allah/Tuhan sejatinya harus sejak dini. Nabi Adam AS saat di Surga. Nabi Muhammad SAW saat mengasingkan diri ke gua Hiro. Ustad Yusuf Mansur, saat beribadah di penjara.

Bisa dikatakan mengenal Tuhan itu harus dikejar/dicari. Tidak mungkin Allah itu “ada” di depan kita secara tiba-tiba. Bedakan orang yang sudah dan belum mengenal Tuhan. Perhatikan perilaku, hati, dan ucapannya. Orang yang bertuhan, pasti lebih santun. Apapunlah agamanya. Terlebih beragama Islam.

Dengan bertuhan, maka ia beragama. Saat beragama, sejatinya ia sedang mencari Tuhan. Karen Amstrong – yang sempat mengaktifkan diri sebagai seorang biarawati Katolik Roma selama tujuh tahun – mengatakan bahwa, “Tuhan itu satu. Tuhan yang satu tak terjangkau oleh pikiran manusia, namun Dia dipersepsi secara berbeda-beda oleh berbagai kelompok manusia sepanjang sejarah”.

Di Kristen, ada trinitas:tuhan Bapak, Ibu, dan Anak. Budha, ada Sidarta Gautama. Hindu, ada Dewa. Ada pula tuhan para filosof, tuhan kaum mistik, dan tuhan para reformis (Amstrong, 2009).

Alhamdulillah atas izin Allah SWT, kita bertuhankan Allah. Ucapan terima kasih kita ucapkan kepada orang tua kita yang telah menuntun dan mengajarkan mengenai aqidah.

Saat penulis masih kecil diajarkan oleh guru bernama ustad Rofiq (almarhum) dan ustadah Hamidah dengan kalimat: “man kholaqos syamsa? Lalu dijawab: “allahulladzi kholaqo syamsa”. Ada lanjutannya yaitu “man kholaqol qomar?” dijawab: “Allahulladzi kholaqol qomar”.

Konsep penciptaan makhluk dikenalkan sejak dini, agar harapan tuhannya adalah Allah. Bukan, tuhan-tuhan yang lain. Terlebih saat ini, jabatan, HP, facebook, media sosial, orang, benda, uang dan sesuatu yang bergantung bisa dijadikan tuhan.

Nur Kholis Madjid memaknai “Lai laha illallah”, yaitu tiada tuhan, selain Tuhan. Tulisan tuhan yang pertama ditulis dengan huruf T kecil, sedangkan tulisan kedua ditulis denga huruf T besar. Berarti, “Tiada tuhan, selain Allah.”

Sebagai hamba Allah dan makhluk, kita selalu mengingatkan diri, bahwa kita adalah ciptaan Tuhan. Ada yang menciptakan. Ada Tuhan yang Maha Kuasa. Temuilah Dia, dimanapun berada. Karena, Allah ada dimana-mana. Allah ada di langit, bintang, matahari, bumi, dan tempat yang terjangkau. Itulah wujud sikap sebagai manusia yang beragama.

Demikian tulisan singkat ini, ada beberapa simpulan:

1. Indonesia adalah negara beragama. Memiliki Tuhan. Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Tuhan itu ada. Sebagai hamba, datangilah Dia dimanapun. Berusahalah agar kita diberi cahaya dan “dipeluk” hatinya. Nabi Adam menemukan Tuhan di Surga. Nabi Muhammad SAW menemukan Tuhan di gua Hiro dan Ustad Yusuf Mansur menemukan Tuhan di penjara.

3. Pelajaran tentang aqidah/ketuhanan perlu ditanamkan sejak kecil, agar hati ini mudah terisi “nilai-nilai” rohani. Kenalkan dari hal yang mudah, seperti ciptaan-Nya.

4. Teruslah mencari Allah, yakinlah Allah itu ada. Sambut Allah dengan perilaku, ucapan, dan hati yang santun. Allah tidak mungkin ada dalam diri yang bermaksiat atau dalam hamba dalam keadaan “kotor” dan berdosa. Mari, jemputlah Allah ditempat yang mulia.

Semoga bermanfaat catatan ini. Amiin. []

Semarang, 1 Oktober 2020
Ditulis Di UPT Kearsipan UNNES jam 14.00-14.45 WIB. Materi disampaikan di Masjid Rektorat UNNES jam 12.00 WIB pada hari Jumat, 2 Oktober 2020.

Daftar Pustaka:

Amstrong, Karen. 2009. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan.

Shihab, Quraisy. 2011. Membumikan al Qur’an Jilid 2. Jakarta: Lentera Hati.

Kitab Tafsir Jalalain.