• Sunday, March 20th, 2022

Nikah (5): Bagaimana Memandang Perempuan yang Hampir Baligh dan Memandang Anak Perempuan Kecil?

 

Mari kita lanjutkan kajian kita. Setelah hukum memandang pada kajian ke-4 https://agungbae123.wordpress.com/2022/02/25/h-4-memandang/, kita belajar bersama mengenai memandang perempuan yang hampir baligh. Ada pertanyaan: “Bagaimana memandang perempuan yang hampir baligh?”

 

Menurut kitab Kifayatul Akhyar, ada perbedaan pendapat mengenai memandang perempuan yang hampir baligh. Ada mengatakan: memandang perempuan yang hampir baligh sama saja dengan memandang perempuan yang sudah baligh.

 

Laki-laki yang memandang perempuan dengan tidak ada syahwat, bagaikan memandangnya binatang jantan pada binatang betina dari jenis yang lain yang tidak bisa hubungan nikah, seperti: pandangan orang yang sudah sangat tua dan lain-lain.

 

Lalu, Bagaimana laki-laki memandang anak perempuan yang masih kecil? Imam Rafi’i mengatakan bahwa: hukum memandang anak perempuan yang masih kecil, diperselisihkan, dan pendapat yang benar: hukumnya boleh, asal tidak memandang kemaluannya.

 

Bagaimana hukumnya perempuan memandang laki-laki lain? Hal ini ada beberapa pendapat, yang benar menurut Rafi’i: perempuan boleh memandang laki-laki lain selain antara pusar sampai kedua lututnya.

 

Pendapat yang lain mengatakan: perempuan hanya boleh melihat tubuh laki-laki pada anggota tubuh yang mana laki-laki boleh melihat dari perempuan. Menurut Nawawy: Pendapat tersebut yang paling benar, sesuai dengan firman Allah: “Wa Qul Lilmu’minaati Yaghdludlna Min Ab-Shaarihinna”. Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya” (Qs. An-Nur: 31)

 

Sabda Nabi Saw: “Afa’amyaa Waani Antumaa Alastumaa Tubshiraa-Nihi. Artinya: “Apakah engkau buta apakah kamu tidak melihatnya?”

 

Pada intinya. Yuk, jaga pandangan mata kita. Mata agar berfungsi sesuai dengan fungsinya yaitu melihat yang sesuai yang dipandang. Wallahu ‘alam.

 

Semarang, 21 Maret 2022

Ditulis di Rumah, jam 05.00-05.20 WIB.

Sumber rujukan: Kitab Kifayatul Akhyar.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply