• Friday, August 12th, 2022

Pindah (1): Pikiran

Oleh Agung Kuswantoro

 

Pikiran mempengaruhi tindakan/perbuatan. Kurang lebih, itulah pepatah yang harus kita pahami bersama.

 

Sekarang, UNNES lagi “gencar-gencarnya” peningkatan sumber daya, khususnya SDM/Sumber Daya Manusia. SDM UNNES meliputi dosen, tendik, fungsional, clining service, satpam dan tenaga lainnya.

 

Saya merasakan sendiri dampak itu. Di Fakultas dan jurusan, beberapa dosen sudah “dioyak-oyak” oleh Fakultas untuk naik pangkat, khususnya ke Lektor Kepala. Itu untuk dosen.

 

Lalu, bagaimana untuk tendik/fungsional? Menurut saya, sama saja. Pimpinan universitas juga “mengejar” tendik untuk “naik level”. Hal ini terlihat, saat ada tes kasubbag/kabag. Pesertanya, sangat banyak. Bahkan, Ka BUHK mendorong bagi yang memenuhi syarat untuk dapat mengikuti tes tersebut.

 

Kejadian tersebut –seingat saya – bulan November 2018. Saya amati, ada diantara mereka yang bersemangat untuk belajar. Mereka membawa buku “Kepemimpinan Bertumbuh” karya Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum/Rektor Unnes. Mereka membaca saat sedang waktu istirahat. Ada pula, saat ada kesempatan di sela-sela mereka bekerja. Itu hanya gambaran kecil saja, aktivitas mereka untuk dapat “berpindah”. Pindah dari pegawai menjadi pimpinan.

 

Pindah menurut KBB Kemendikbud.go.id bermakna beralih atau bertukar tempat. Artinya, untuk beralih/bertukar tempat dibutuhkan pengorbanan, usaha, perjuangan, dan modal (mental/psikis). Kegiatan inilah yang kita sebut tindakan/perbuatan. Justru, pertanyaannya adalah siapa yang akan “pindah”? Jawabnya adalah orang yang mau berpikir.

 

Berpikir menjadi kunci bagi mereka yang ingin pindah. Berpikir artinya berangan-angan atau berakal budi (KBBI). Jadi, ternyata orang yang berpindah itu memiliki akal budi dan angan-angan. Ada orang yang tidak berakal budi dan tidak (mau) berangan-angan. Berarti, mereka  adalah orang yang tidak (mau) berpindah.

 

Ternyata, orang yang berpindah membutuhkan sesuatu. Mereka membutuhkan pengorbanan, kegiatan, mental, dan fisik. Aktivitas inilah, yang kita sebut tindakan/perbuatan. Dengan adanya tindakan, baru bisa berpindah. Siapa yang mau berpindah? Yaitu orang yang mau berpikir. Apa ciri orang yang berpikir? Ia memiliki angan-angan dan akal budi.

 

Rumusnya:

Pindah = berpikir + bertindak

Berpikir = Berangan angan = berakal sehat

 

Itu saja, sementara itu dulu. Besuk kita lanjut lagi belajarnya.

 

Semarang, 7 Januari 2018

 

 

Pindah (2): Suparjo Ke Lampung

Oleh Agung Kuswantoro

 

Pembicaraan kita kemarin mengenai “pindah”, berasal dari pikiran. Jadi, kalau mau berubah (baca:pindah) berawal dari pikiran dulu. Bukan, berawal pada tindakan. Jika berawal dari tindakan, maka yang ada hanya perintah atau menyuruh. Pendewasaan itulah awal dari “pindah”. Karena, ia sudah merenungkan akan kehidupannya.

 

Saya memiliki sahabat, yang kemarin baru keterima PNS. Ia bernama Suparjo. Ia melakukan “pindah” setelah berpikir dalam kehidupannya. Ia mau apa? Usianya masih muda. Alhamdulillah sudah menikah. Istrinya, orang Semarang, sedangkan ia berasal dari Lampung.

 

Ia sudah melakukan perpindahan, mulai dari kuliah di UNNES, hingga menikah. Saat “pindah”, pastinya ia kesusahan. Menikah saja, istrinya malahan berada di Wonogiri. Sedangkan, ia berada di Semarang. Sehingga, walaupun sudah menikah, kehidupannya terpisah.

 

Lalu, keduanya memutuskan untuk bersatu dalam kehidupannya. Istrinya memutuskan ke Semarang. Ia akan mencari pekerjaan di Semarang. Ia memilih menemani suami di Semarang, dibanding di Wonogiri. Segala persiapan perpindahan pun, dilakukan. Ada pindah barang dari kontrakan Wonogiri ke Semarang. Suparjo juga memindahkan barang-barangnya ke kontrakan baru di Semarang.

 

Semua serba ngontrak. Karena, mereka ingin hidup mandiri. Susah, pastinya mereka jalani. Saya melihat betul, saat mereka boyongan. Cukup modal motor metik mereka bolak-balik ambil barang. Terakhir, mereka pindah ke Lampung. Suparjo keterima PNS di Lampung. Ia “pindah” sendiri ke Lampung untuk pemberkasan PNS. Kalau pindah fisik dan barangnya, ia menggunakan motor metik. Pergi dari Semarang ke Lampung memakai motor metik dengan penuh bawaannya.

 

Rekoso? Ya, jelaslah. Barangnya full semotor. Belum, lagi kalau mau ngisi pertamax/pertalite, ia harus bongkar pasang. “Saya menanyakan kabar dia, sudah sampai ke Lampung?” Ia menjawabnya, “sudah”. Kemudian, menceritakan bahwa ia sempat bongkar pasang barangnya hingga tiga kali. Perjuangan sekali ya. Padahal, ia keterima PNS. Proses pindahnya sebegitunya.

 

Maknanya, “pindah” itu bukan hanya fisiknya, tetapi pikiran dan semangatnya. Fisik dan pikiran sehat, belum tentu ia mau “pindah”. Karena, “pindah” membutuhkan semangat yang kuat. Dalam proses “pindah”, pasti ada kesusahan. Ia akan menjalani kesusahannya. Sabar, kuncinya. Dan, tetap berdoa kepada Allah.

 

Jadi, “pindah” itu bukanlah hal mudah. Namun, jika tidak “pindah”, maka hidupnya ajeg/tetap. Hanya di situ saja. Tidak ada perubahan. Sama halnya, UPT Kearsipan UNNES dibutuhkan “pindah”. Minimal, “pindah” pikiran saja dulu. Fisiknya nanti. Sehingga, dibutuhkan orang yang mau berpikir dalam (sebelum) bertindak. Insya Allah, jika kita “pindah”, kita akan menjadi lebih baik.

 

Bersambung

 

Semarang, 14 Januari 2019

 

 

 

 

Pindah (3): “Penumpang” Yang Baik

Oleh Agung Kuswantoro

 

Pernahkah Anda naik pesawat? Jika sudah pernah, mari kita perhatikan saat dalam pesawat. Ketika Anda dalam pesawat, duduk, kemudian ada pramugari/pramugara yang mengantarkan/menunjukkan tempat duduknya. Mencarikan nomor kursi. Lalu, ada petunjuk bahwa pesawat akan terbang. Kita diperintahkan untuk memakai sabuk pengaman. Saat di udara, jika cuaca tidak bersahabat, kita dianjurkan untuk tetap mengenakan sabuk pengaman. Dan, prosedur lainnya saat di pesawat.

 

Menurut saya, jika Anda melakukan itu semua, maka Andalah penumpang yang baik. Sama halnya, dalam organisasi/lembaga/unit kerja. Jadilah “penumpang” yang baik. Mengikuti prosedur yang ada dalam unit tersebut.

 

Pesawat ibarat organisasi/unit. “Awak” dan “penumpang” pesawat ibarat pimpinan dan staf. Awak pesawat ibarat pimpinan di organisasi/unit. Sedangkan penumpang ibarat staf di organisasi/unit.

 

Pimpinan dan staf selalu mengikuti prosedur yang ada. “Pendewasaan” penumpang sangat dituntut dalam berperilaku, bagi yang sudah naik pesawat. Prosedur seperti itu sudah terbiasa. Tanpa ada anjuran pun, ia sudah melakukan.

 

Sama halnya, staf/pegawai. Dalam organisasi/unit bahwa bekerja sesuai dengan prosedur. Atau, apa yang seharusnya dilakukan dengan sendirinya, ia berjalan/melakukan. Ia bekerja, tanpa harus menunggu perintah dari “awak” (baca: pimpinan). Ia/penumpang/staf sudah tahu mana yang harus dilakukan, dan mana yang tidak harus dilakukan.

 

Harapannya, mereka “selamat” hingga kota tujuan. Harapannya, mereka (staf dan pimpinan) tujuan organisasinya tercapai. Oleh karenanya, dalam organisasi minimal menjadi ”penumpang” yang baik. Bayangkan, jika “penumpangnya” tidak baik, maka perintah/suara peringatan dalam pesawat selalu bunyi. Bahkan, pramugari/awak pesawat mendatangi penumpang yang tidak baik tersebut. Mari, kita menjadi “penumpang” yang baik, agar tujuan organisasi/unit mudah tercapai.

 

Semarang, 4 Februari 2019

 

 

 

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply