• Sunday, November 08th, 2015

Refleksi Gender dalam Kehidupan Masyarakat

Pendahuluan

Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki berbeda. Namun, gender bukanlah jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebagai pemberian Tuhan. Gender lebih ditekankan pada perbedaan peranan dan fungsi yang ada dan dibuat oleh masyarakat. Oleh karena itu, gender penting di pahami dan dianalisa untuk melihat apakah perbedaan tersebut menimbulkan diskriminasi dalam artian perbedaan yang membawa kerugian dan penderitaan terhadap pihak perempuan. Dilihat dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih bayi. Juga dalam hal mainan, anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan mobil-mobilan, kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain sebagainya. Dan anak perempuan diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya. Ketika menginjak usia remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada penampilan fisik, aksesoris, dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif baju juga ada semacam diskriminasi. Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya hanya “halal” dipakai oleh remaja putri. Aspek behavioral lebih banyak menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-laki lazimnya harus mahir dalam olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan sebagainya. Sebaliknya perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik misalnya. Bahkan dalam olahraga pun tampak hal-hal yang mengalami diskriminasi tersendiri.

Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, budaya, ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga.

Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.

PEMBAHASAN

            Di Indonesia, isu kesetaraan gender akhir-akhir ini menjadi isu yang tidak ada habisnya dan masih berusaha terus di perjuangkan baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Permasalahan perspektif gender tersebut mencakup substantif pemahaman tentang kebijakan berspektif gender itu sendiri. Peningkatan kesadaran dan pemahaman itu, harus dibarengi dengan adanya keterwakilan perempuan-perempuan dalam lembaga-lembaga negara, terutama lembaga pembuat kebijakan. Mengingat perempuan masih saja mengalami ketimpangan di bidang pendidikan, sosial, politik, dan ekonomi hanya karena perkembangan pengetahuan masyarakat Indonesia tentang gender itu sendiri masih sangat lambat. Di Indonesia sendiri banyak contoh studi kasus mengenai gender diantaranya mengenai pendidikan, karir, kesehatan dan lainnya.

Dari Sisi Pendidikan

Dalam berbagai masyarakat maupun dalam kalangan tertentu dalam masyarakat dapat kita jumpai nilai dan aturan agama ataupun adat kebiasaan yang tidak mendukung dan bahkan melarang keikutsertaan anak perempuan dalam pendidikan formal. Ada nilai yang mengemukakan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan ke dapur juga, ada yang mengatakan bahwa perempuan harus menempuh pendidikan yang oleh orang tuanya dianggap sesuai dengan kodrat perempuan, dan ada yang berpandangan bahwa seorang gadis sebaiknya menikah diwaktu muda agar tidak menjadi perawan tua. Atas dasar nilai dan aturan demikian ada masyarakat yang mengizinkan perempuan bersekolah tetapi hanya sampai jenjang tertentu saja atau dalam jenis atau jalur pendidikan tertentu saja.

Sejalan dengan ekspansi pendidikan yang melanda masyarakat dunia sejak awal abad yang lalu, maka angka partisipasi perempuan dalam segala jenjang dan kesenjangan kesempatan pendidikan antara laki-laki masih tetap menandai dunia pendidikan, dan pendidikan bagi semua orang masih merupakan suatu harapan yang masih jauh dari kenyataan di lapangan.

Dari Sisi Pekerjaan

Apabila orang membahas pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan, mungkin yang dibayangkan hanyalah pekerjaan yang dijumpai di ranah publik seperti pabrik dan kantor, pekerjaan dalam perekonomian formal. Orang sering melupakan bahwa di rumahnya pun perempuan sering melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan dana seperti melakukan perdagangan eceran, memproduksi atau memproses hasil pertanian dan sebagainya.

Salah satu masalah yang dihadapi kaum perempuan diberbagai masyarakat adalah adanya diskriminasi terhadap kaum perempuan (sex discrimination) dibidang pekerjaan. Kasus ekstrem adalah aturan yang melarang perempuan untuk bekerja di ranah publik. Ada juga masyarakat yang menerapkan berbagai macam diskriminasi di bidang pekerjaan seperti dalam hal rekrutmen, pelatihan, magang, atau pemutusan hubungan kerja.

Suatu bentuk diskriminasi yang sering dialami pekerja perempuan ialah diskriminasi terhadap orang hamil (pregnancy discrimination), diskriminasi terhadap orang hamil tersebut dapat berbentuk penolakan untuk mempekerjakannya, pemutusan hubungan kerja, keharusan cuti dan sanksi lain.

Dari Sisi Kesehatan

Permasalahan gender semakin pelik, dalam penjabarannya intinya menyebutkan bahwa perempuan indonesia berfungsi sebagai istri pengatur rumah tangga, sebagai tenaga kerja di segala bidang dan sebagai pendidik pada bagi anak-anaknya. Konsep tersebut semakin membingungkan perempuan di Indonesia untuk memilih antara terjun dalam kegiatan di luar rumah dan menjadi istri sertai bu yang baik.

Konsep ini sangat berat bagi perempuan, dikarenakan proporsional beban tersebut mampu membuat perempuan retan akan stress. Selain itu, permasalahan ada pada keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Contohnya pada kasus ibu hamil yang menunggu keputusan suaminya untuk pergi berobat ke dokter. Pada akhirnya, ibu hamil terlambat mendapatkan penanganan yang dapat berakibat fatal bagi kesehatan janin dan ibu itu sendiri. Hal tersebut nampak permasalah gender di Indonesia mengakar sejak dahulu yang diawali dengan kebijakan pemerintah yang berlaku saat itu.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi, sudah waktunya perempuan dan laki-laki di Indonesia sama-sama berfungsi sebagai pengatur rumaha tangga pada khususnya dan pengatur beberapa kebijakan negara pada umumnya. Dengan tercapainya kondisi ini, dapat terjalin dengan harmonis bagi perempuan dan laki-laki di Indonesia. Perempuan juga harus mendapatkan kesempatan yang sama memilih dan meraih posisi yang sejajar dengan laki laki di masyarakat.

Sebenarnya perbedaan gender tidak akan menjadi masalah selama tidak memunculkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana kebanyakan perempuan menjadi korban sistem tersebut. Untuk memahami persoalan yang muncul sebagai akibat adanya perbedaan dapat dilihat manifestasinya berikut ini.

  1. Gender dan Marginalisasi Perempuan

Bentuk ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi perempuan adalah suatu proses pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu dalam hal ini perempuan disebabkan oleh perbedaan gender. Ada beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme proses marginalisasi perempuan karena perbedaan gender.

Revolusi hijau misalnya, secara ekonomis telah menyingkirkan kaum perempuan dari pekerjaannya dan kehilangan pekerjaan sehingga terjadilah proses pemiskinan terhadap perempuan. Banyak kaum perempuan miskin di desa termarginalisasi, sehingga semakin miskin dan tersingkir karena tidak memperoleh pekerjaan di sawah. Hal ini berarti bahwa program revolusi hijau direncanakan tanpa mempertimbangkan aspek gender.

Marginalisasi kaum perempuan tidak hanya terjadi di tempat kerja, akan tetapi juga terjadi disemua tingkat seperti dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur, dan bahkan sampai tingkat negara.

  1. Gender dan Subordinasi

Pandangan gender tidak saja berakibat terjadinya marginalisasi, akan tetapi juga mengakibatkan terjadinya subordinasi terhadap perempuan. Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan itu emosional, irasional dalam berpikir, perempuan tidak bisa tampil sebagai pemimpin, maka akibatnya perempuan ditempatkan pada posisi yang tidak penting dan tidak strategis.

Bentuk subordinasi akibat perbedaan gender ini bermacam-macam, berbeda menurut tempat dan waktu. Pada masyarakat Jawa misalnya, dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya akan kedapur. Bahkan dalam keluarga yang memiliki keuangan terbatas, maka pendidikan akan diprioritaskan pada anak laki-laki. Contoh lain, bila seorang laki-laki akan mengambil kredit di lembaga perbankan, maka bisa membuat keputusan sendiri, sebaliknya istri harus seizin suaminya. Praktik subordinasi itu sebenarnya bermula dari kesadaran gender yang tidak adil.

  1. Gender dan Stereotip

Stereotip adalah pelabelan terhadap pihak tertentu yan selalu berakibat merugikan pihak lain dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu stereotip yang dikenalkan dalam bahasan ini adalh stereotip yang bersumber pada pandangan gender. Karena itu banyak bentuk ketidakadilan terhadap jenis kelamin yang kebanyakan adalah perempuan yang bersumber pada stereotip yang melekat padanya. Sebagai contoh adanya anggapan bahwa perempuan yang bersolek atau memakai rok mini akan memancing perhatian lawan jenis, sehingga bisa terjadi pelecehan seksual dan perkosaan, maka perempuan tersebut yang disalahkan. Contoh lain adalah adanya anggapan bahwa tugas perempuan adalah melayani suami dirumah, karena itu pendidikan dianggap tidak terlalu penting bagi perempuan. Stereotip semacam itu juga terjadi pada pekerjaan perempuan, seperti adanya anggapan bahwa perempuan bukanlah pencari nafkah utama keluarga,maka perempuan yang bekerja acap kali dianggap sebagai “sambilan” atau “membantu suami”. Bahkan banyak jenis pekerjaan perempuan yang dianggap tidak bermoral, misalnya pekerjaan sebagai “pelayan” di tempat-tempat minum, “tukang pijat”,atau pekerjaan lainnya yang terkait dengan industri peerhotelan dan turisme, serta pekerjaan yang dilakukan pada waktu malam hari.

  1. Gender dan Kekerasan

Kekerasan (violence) adalh suatu serangan baik terhadap fisik maupun integrasi mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap manusia terjadi karena berbagai macam sumber, salah satunya adalah kekerasan yang bersumber pada anggapan gender. Kekerasan semacam ini disebutgender-related violence, yang pada dasarnya  terjadi karena adanya ketidaksetaraan kekuatan atau kekuasaan dalam masyarakat.

  1. Gender dan Beban Ganda

Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedaan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.

Kesetaraan gender di Indonesia masih dalam konteks perlindungan hak ketenagakerjaan serta upah yang sepadan, tampaknya kita perlu menilik kembali peran pemerintah terhadap para pahlawan devisa, khususnya para kaum perempuan. Mereka adalah pihak yang memliki suara paling kecil untuk didengar oleh pemerintah maupun penegak hukum, sebab posisinya yang seolah tak memiliki hak yang sama untuk dilindungi secara penuh oleh kenegaraan.

Masih banyak TKW Indonesia yang hak-haknya belum sepenuhnya terlindungi oleh negara. Masih marak pula terjadi kasus yang tak terselesaikan sebab insignifikansi  pemerintah (pemerintah mengganggap masalah ini tidak penting) tentang hal ini. Lucunya, kasus TKW seringkali hanya disambut dengan komentar ringan berupa ‘pemerintah belum dapat melindungi hak-hak umum para TKW, serta belum dapat mengawasi seluruhnya kasus tentang pemerkosaan yang marak terjadi’.

Bisa jadi, dengan adanya aksi peningkatan perlindungan kepada TKW secara nyata dan signifikan dari pemerintah akan memunculkan stabilitas ekonomi lebih mumpuni, sehingga perannya untuk kesejahteraan negeri secara langsung juga akan terasa besar.

Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena menjamin bebasnya untuk berpeluang dan mengakses bagi seluruh elemen masyarakat. Gagalnya dalam mencapai cita-cita demokrasi, seringkali dipicu oleh ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender. Ketidaksetaraan ini dapat berupa diskriminatif yang dilakukan oleh merekayang dominan baik secara structural maupun cultural. Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihak-pihak yang termarginalisasi dan tersubordinasi. Sampai saat ini diskriminasi berbasis pada gender masih terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di negara di mana demokrasi telah dianggap tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuan yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan yang diskriminatif, meski tidak menutup kemungkinan lakilaki juga dapat mengalaminya. Pembakuan peran dalam suatu masyarakat merupakan kendala yang paling utama dalam proses perubahan sosial. Sejauh menyangkut persoalan gender di mana secara global kaum perempuan yang lebih berpotensi merasakan dampak negatifnya.

Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan gender yang menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara individu, kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan internasional. Upaya upaya tersebut diarahkan untuk, Menjamin Kesetaraan Hak-Hak Azasi, Penyusun Kebijakan Yang Pro Aktif Mengatasi Kesenjangan Gender, dan Peningkatan Partisipasi Politik.

Penutup

Gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual atau jenis kelamin pada manusia.

Di Indonesia sendiri banyak contoh studi kasus mengenai gender diantaranya mengenai pendidikan, karir, kesehatan dan lainnya. Masalah gender dalam perilaku sosial budaya masayarakat meliputi:

  1. Gender dan marjinalisasi atau pemiskinan.
  2. Subordinasi atau penomorduaan.
  3. Sikap negatif masyarakat terhadap perempuan (Steereotipe).
  4. Gender dan kekerasan.
  5. Gender dan beban ganda.

Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena menjamin bebasnya untuk berpeluang dan mengakses bagi seluruh elemen masyarakat. Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan gender yang menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara individu, kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan internasional.

Referensi:

Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Subakti, A. Ramlan dkk. 2011. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media Group.

Artikel dapat diunduh disini

Category: Sosiologi
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

3 Responses

  1. temanya trlalu brat untuk mahasiswa . .. mmbuang2 kuota . .

  2. Sepertinya itu sudah kajian mahasiswa bossss…..

  3. yosh up :sorry

Leave a Reply