Petis Runting Pati, Mak Nyus!

Ada kuliner yang nikmat dari Pati selain Nasi Gandul dan Soto Kemiri. Apa itu? Petis. Ya, petis runting. Petis runting adalah jenis kuliner yang saat ini dipatenkan menjadi salah satu kuliner khas Pati yang enak, gurih, nikmat, dan mak nyus. Apa itu petis runting? Bagaimana asal-usul petis runting? Berapa harga petis runting satu porsi? Bagaimana cara membuat petis runting sebagai kuliner khas Pati? Berikut ini ulasannya. 

Apa itu petis runting?
Petis runting adalah kuliner khas Pati semacam gule, berbentuk cair namun agak kental, terbuat dari tepung beras agak kasar yang disangrai dengan bahan daging kambing atau balungan/tulang kambing, sum-sum yang biasa dinikmati dalam kondisi panas. Biasanya, petis runting dimakan dengan sate dengan minuman pendampingnya adalah es teh, teh anget, es jeruk, atau jeruk anget. Mantap dan mak nyus sekali, bukan?

petis runting pati
Petis runting, kuliner khas Pati, Jawa Tengah. Foto: Direktori Pati

Asal-usul petis runting
Petis runting diambil dari kosa kata “petis” dan “runting”. Petis menurut sejumlah warga Pati adalah semacam makanan cair sedikit kental yang terbuat dari tepung beras kasar yang disangrai. Sementara itu, runting diambil dari nama desa atau salah satu di desa di kelurahan Tambaharjo. Penamaan petis runting bermula dari Desa Runting sehingga dikatakan sebagai petis runting.

Meskipun demikian, istilah petis sebetulnya sudah populer sangat lama di daerah Runting, Wedarijaksa, dan sejumlah daerah di Pati bagian tengah-utara. Beberapa warga Pati tidak banyak yang mengenal petis. Bahkan, masyarakat Pati wilayah selatan banyak yang tidak mengetahui apa itu petis sebagai kuliner yang menggugah selera dari Kota Pati. Legenda Petis hanya berlaku secara getuk tular atau tutur warga sekitar Pati tengah-dan beberapa di utara, mulai dari Desa Bongsri, Runting, hingga Kecamatan Wedarijaksa.

Baru setelah ada sejumlah media yang mempublikasikan petis, maka petis baru diketahui publik sebagai kuliner asli Pati. Saat diketahui publik pula, petis yang dikenal dari Desa Runting sehingga kemudian petis dijuluki dengan penambahan runting sehingga dikenal dengan petis runting. Mengenai asal-usul petis, petis sudah sejak zaman dulu menjadi kuliner legendaris warisan leluhur orang Pati di sekitar daerah Desa Runting, Pati.

Tradisi membuat petis di setiap keluarga biasa dilakukan saat Lebaran Idhul Adha tiba. Hal ini dikarenakan banyaknya daging kambing yang dibagikan saat Idhul Adha. Sementara kita tahu, harga daging kambing cukup mahal sehingga momentum untuk membuat dan memasak petis di Hari Raya Idhul Adha menjadi kesempatan emas bagi warga. Petis khas Pati ini disukai semua kalangan masyarakat lintas generasi. 

Harga petis runting
Harga petis runting yang ditawarkan di masing-masing warung petis berbeda. Berbeda warung berbeda harga. Berbeda desa berbeda harga. Namun demikian, harga yang terpaut sangat tipis, antara Rp 2.000 hingga Rp 3.000. Kualitas petis yang ditawarkan juga memengaruhi harga.

Adapun harga yang biasa dijumpai untuk melahap satu porsi petis adalah sekitar Rp 5.000 hingga Rp 7.000. Kalau dijumpai harga Rp 10.000 atau Rp 15.000, biasanya sudah termasuk paket dengan sate, kikil, telinga, lidah, atau tambahan lainnya. Kalau petis yang dijual secara sederhana hanya dengan sepotong balungan sapi atau kambing, biasa dijual dengan harga Rp 1.000 (seribu rupiah). 

Cara membuat petis runting
Untuk membuat petis runting, pertama persiapkan tepung beras yang masih kasar. Lalu sangrai di atas wajan tanpa minyak. Untuk mendapatkan tepung petis, Anda cukup beli di beberapa pasar tradisional seperti Pasar Runting.

Selanjutnya, rebus daging kambing beserta tulang-tulang atau balungan sampai mendidik dan berbau harum. Setelah mendidih dan daging kambing sudah matang, masukkan tepung petis yang sebelumnya sudah diendapkan dengan air di mangkuk.

Ketiga, persiapkan bumbu-bumbu, antara lain cabe/lombok, bawang merah, bawang putih, garam, penyedap rasa, laos, merica, daun salam (opsional), gula merah atau kecap. Setelah kita tahu bumbunya, maka bumbu-bumbu ditumbuk atau diulek dalam cobek. Setelah menjadi satu, masukkan ke dalam panci yang sudah terdapat daging kambing dan tepung petis. Mudah sekali, bukan? 

Di mana mendapatkan petis runting
Untuk mendapatkan petis runting di warung, cukup berkunjung ke beberapa desa, antara lain Desa Runting, Desa Gadungan (sebelah timur desa Runting), Desa Payang, dan beberapa desa di kecamatan Wedarijaksa. Dulu, di Tambahsari juga ada penjual petis legendaris, namun sekarang sudah tidak ada lantaran orangnya sudah meninggal.

Warung petis agak susah dijumpai karena harus masuk desa. Meski begitu, sekarang sudah ada beberapa penjual atau warung petis yang berada di pinggiran jalan raya, seperti warung petis di dekat pinggir jalan raya runting dekat dengan SMA/SMK Muhammadiyah Pati.

Karena Ibu Akan Selalu Bersama Kita

Karena Ibu Akan Selalu Bersama Kita

Alkisah, ada seorang ibu muda yang menapakkan kakinya di jalan kehidupan. “Jauhkah perjalanannya?” tanyanya. Dan si pemandu menjawab, “Ya, jalurnya berat. Dan kau akan menjadi tua sebelum mencapai akhir perjalanan. Tapi akhir perjalanan akan lebih baik dari awalnya.”

Ibu muda itu tampak berbahagia, tapi dia tidak begitu percaya kalau segala sesuatunya bisa lebih baik dari masa-masa yang sudah dilewatinya. Ibu itu pun bermain-main dengan anak-anaknya, mengumpulkan bunga-bunga bagi mereka di sepanjang perjalanan, memandikan mereka di sungai yang jernih. Mereka bermandikan sinar matahari yang hangat. Ibu muda itu bersuara kencang, “Tidak ada yang lebih indah dari ini.”

Ketika malam tiba, terjadi badai yang membuat jalanan menjadi gelap. Anak-anak bergetar ketakutan dan kedinginan. Sang ibu mendekap anak-anak dan menyelimuti mereka dengan mantelnya. Anak-anak itu berkata, “Ibu, kami tidak takut karena engkau ada di dekat kami. Karena ada ibu, kami tidak akan terluka.”

Esok paginya, ibu dan anak-anaknya mendaki sebuah bukit. Lama-kelamaan mereka menjadi lelah. Namun, sang ibu selalu berkata pada anak-anaknya, “Sabarlah sedikit lagi, kita pasti akan sampai.” Kata-kata itu cukup membuat anak-anak bersemangat kembali untuk melanjutkan pendakian mereka. Dan ketika akhirnya tiba di atas bukit, anak-anak itu berkata, “Ibu, kami tidak akan bisa sampai di sini tanpamu.”

Dan ketika berbaring di malam hari, sang ibu memandangi bintang-bintang dan mengucap syukur, “Hari ini lebih baik dari hari sebelumnya, karena anak-anak saya belajar bersikap tabah dalam menghadapi kesusahan. Kemarin, saya memberi mereka keberanian. Hari ini, saya memberi mereka kekuatan.”

Dan keesokan harinya, datang awan tebal yang menggelapkan bumi, awan peperangan, kebencian dan kejahatan. Membuat anak-anak itu tersandung dan terjatuh, tapi sang ibu berusaha menguatkan mereka, “Lihatlah ke arah cahaya kemuliaan itu.” Anak-anak itu pun menuruti. Di atas awan terlihat cahaya yang bersinar sangat terang, dan cahaya itulah yang membimbing mereka melewati kegelapan itu. Malam itu berkatalah sang ibu, “Inilah hari yang terbaik. Karena saya sudah menunjukkan Tuhan pada anak-anak saya.”

Hari pun berlalu dengan cepat, lalu berganti dengan minggu, bulan, dan tahun. Sang ibu pun mulai menua dan tubuhnya menjadi membungkuk. Sementara, anak-anaknya bertumbuh besar dan kuat, serta berjalan dengan langkah berani. Ketika jalan yang mereka lalui terasa berat, anak-anak itu akan mengangkat ibu mereka. Pada akhirnya sampailah mereka di sebuah bukit. Di atas sana, mereka bisa melihat sebuah jalan yang bercahaya dan gerbang emas dengan pintu terbuka lebar. Sang ibu berkata, “Ini sudah akhir perjalanan. Dan sekarang saya tahu, akhir perjalanan ini memang lebih baik daripada awalnya karena anak-anak saya bisa berjalan sendiri, dan begitupun cucu-cucu saya.”

Dan anak-anaknya berkata, “Ibu akan selalu menyertai kami, sekalipun Ibu sudah pergi melewati gerbang itu.” Dan anak-anak itu melihat ibu mereka berjalan sendiri, lalu gerbang itu tertutup di belakangnya. Anak-anak itu berkata lagi, “Kami memang tidak melihatnya lagi, tapi Ibu tetap ada bersama kami. Seorang ibu seperti Ibu kami lebih dari sekadar memori. Dia selalu hidup di hati kami.”

Sama seperti dalam kisah di atas, Ibu kita pun selalu bersama kita. Dia bagai suara desiran dedaunan saat kita berjalan menyusuri jalan. Ibu kita hadir di tengah canda tawa kita. Dia mengkristal di setiap airmata kita. Dialah tempat kita berasal, rumah kesayangan kita; dan dialah peta yang mengarahkan langkah yang kita ambil. Dialah cinta kita, dan tidak ada satu pun hal yang bisa memisahkan kita dengan ibu kita. Tidak juga waktu, atau tempat….ataupun kematian. Karena Ibu akan selalu bersama kita.

sumber:https://iphincow.com/2016/04/08/