Fenomena Tradisi Punjungan Dan Kewajiban Sosial Yang Menyertai Dalam Pernikahan Pada Masyarakat Desa Gedanganak, Ungaran Timur Kab. Semarang

PENDAHULUAN

                 Masyarakat sekarang adalah masyarakat yang sudah heterogen yang telah banyak melakukan perubahan-perubahan apalagi dalam sebuah tradisi, tetapi lain halnya dengan masyarakat Gedanganak, mereka sedikit banyak telah mengalami pergeseran budaya tidak lagi pakem pada aturan dan norma ketika menyelenggarakan suatu acara mereka hanya mengambil sari – sarinya saja dan diadaptasikan dengan perkembangan zaman sekarang ini. Dalam masyarakat Gedanganak ini tradisi yang masih dijalankan adalah tradisi punjungan yang di lakukan pada saat akan di laksanakan sebuah hajatan.

               Sebelum acara pernikahan berlangsung mereka melakukan acara punjung dengan memberikan nasi beserta lauk pauk kepada orang – orang yang dianggap masih saudara    dan tidak ketinggalan tetangga di lingkungannya. Dalam tradisi punjung ini menentukan jumlah sumbangan secara otomatis mereka sudah tahu jumlah uang yang akan diberikan pada orang yang mempunyai hajat. Selain itu tak ketinggalan dengan barang bawaan untuk diberikan sang punya hajat. Barang bawaan ini dibawa oleh orang terdekat dari sang punya hajat tersebut dan orang yang dirasa jauh kekerabatannya biasanya mereka hanya nyumbang dalam bentuk uang.

          Bentuk sumbang-menyumbang dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu tenaga (rewang), barang dan uang. Pada masyarakat Jawa pada umumnya disebut nyumbang, daerah di Jawa lainnya ada yang menyebut buwuh, gendhongan, dan sebagainya. Masyarakat pada umumnya nyumbang pada saat ada perhelatan, seperti perkawinan, kelahiran, maupun kematian. Tradisi sumbang-menyumbang terus berlangsung dari generasi ke generasi menurut budaya dari masyarakat setempat. Tradisi sumbang-menyumbang di daerah perkotaan telah mengalami perubahan. Sumbangan yang semula dalam bentuk barang kemudian menjadi uang. Besarnya sumbangan dalam bentuk uang yang disumbangkan dalam suatu hajatan perkawinan umumnya menurut kebiasaan yang sudah berlaku di masyarakat. Selain itu masyarakat juga punya tujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya melalui tradisi – tradisi yang telah ada, khususnya tradisi nyumbang.

PEMBAHASAN

Tradisi Punjungan

            Punjungan adalah memberikan makanan berupa nasi dan lauk pauk kepada sanak family dan tetangga dekat ketika sebelum acara pernikahan berlangsung biasanya seminggu sebelum acara pernikahan tiba. punjungan ini menjadi tradisi turun temurun dan menjadi acara wajib yang harus dilakukan oleh sang punya hajat. Sebuah desa biasanya dihuni oleh orang – orang masih memiliki ikatan kekerabatan yang dekat sehingga apabila mereka memiliki hajat hampir satu desa dipunjung ditambah lagi dengan relasi kerja. Meskipun hajatan dilakukan secara sederhana tradisi punjungan tetap dilaksanakan dalam sekala kecil tetangga dan saudara dekat seperti yang masih satu garis keturunan saja. Tradisi punjungan ini dilaksanakan dipagi hari menurut warga desa lebih pagi lebih baik jadi orang yang dipunjung tidak usah memasak nantinya akan mubadzir, si punya hajat biasanya sudah mempersiapkan satu hari sebelum acara punjungan itu dilaksanakan kemudian pada jam dua dini hari saat acara punjungan itu tiba sang punya hajat tinggal dimasak atau diracek menjadi satu kemudian setelah subuh sudah siap untuk dibagikan kepada sanak family.

Tradisi nyumbang

            Sudah sejak dalam masyarakat primitif kuno, relasi sosial dan interaksi antarwarga berlangsung hangat dan dekat satu sama lain melalui sistem tukar menukar pemberian yang melibatkan kelompok-kelompok dan masyarakat secara keseluruhan. Proses saling memberi mengandung pengertian yang mengharuskan si penerima untuk melakukan pengembalian pemberian yang lebih dari apa yang diterimanya. Selain itu tradisi tukar menukar hadiah juga mencerminkan adanya persaingan, kedudukan dan kehormatan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Ini karena dalam pemberian juga ada motif-motif kompetisi, persaingan, pamer, dan keinginan untuk menjadi agung dan kaya. Dengan demikian sistem tukar-menukar hadiah ini merupakan penggerak terwujudnya dinamika dalam masyarakat karena dilandasi oleh prinsip persaingan dalam solidaritas yang menyeluruh, atau sistem tukar menukar merupakan basis keberadaan masyarakat. Pertukaran dalam masyarakat kuno merupakan suatu gerakan atau kegiatan sosial total, dimana pada saat yang sama kegiatan-kegiatan ini merupakan gejala-gejala ekonomi, hukum, moral, estetika, keagamaan, kekerabatan, mitologi dan morfologi sosial. Melalui kegiatan-kegiatan ini akan memberikan pemahaman mengenai sejumlah pranata sosial dan fungsinya dalam artikulasi keteraturan sosial. Pemahaman mengenai pranata-pranata kuno ini dapat membantu kita untuk memahami pranata-pranata yang sekarang ada, pranata-pranata apa yang hilang, pranata-pranata apa yang berubah dan berganti dari sebuah transaksi moral menjadi transaksi ekonomi rasional. Berbagai kontrak sosial dan ekonomi yang berlaku dalam masyarakat modern sekarang ini merupakan sisa – sisa peninggalan dari sistem tukar-menukar pemberian masyarakat kuno

Dalam kehidupan individu, aktivitas menyumbang terus berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ada dua kejadian dalam menyumbang, yaitu memberikan sumbangan dan menerima sumbangan. Setiap individu akan berada dalam posisi sebagai pemberi sumbangan sekaligus juga penerima sumbangan. Dalam kegiatan nyumbang individu dituntut memberikan sesuatu hadiah dan individu yang lain berkewajiban untuk menerimanya. Hal ini akan tampak dalam setiap ada perhelatan, baik itu dalam upacara kelahiran, perkawinan maupun kematian. Besarnya jumlah uang yang akan disumbangkan, masyarakatlah yang akan menentukan berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam hal ini bila ada warga masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi maka ia akan meminjam uang kepada tetangganya yang hidup lebih berkecukupan. Sejatinya tindakan menyumbang merupakan suatu rangkaian penting dari suatu peristiwa tradisi, khususnya yang terkait dalam lingkaran hidup manusia, dari lahir, kawin, meninggal ditandai dengan upacara adat. Peristiwa penting dari rangkaian upacara lingkaran hidup seorang individu adalah tradisi menyumbang. Tradisi menyumbang menggambarkan hubungan antara yang disumbang dan yang menyumbang yang menjadi daya pengikat hubungan antar warga masyarakat. Hal ini karena dalam tindakan menyumbang tersembunyi norma timbal balik.

Hubungan Punjungan dan Nyumbang

Punjungan merupakan syarat mutlak bagi sang punya hajat untuk melaksanakannya apabila tidak dilaksanakan akan menerima sanksi social yang akan didapat. Bagi yang menerima punjungan ini secara otomatis akan menentukan jumlah uang atau barang bawaan yang akan dibawa untuk diberikan pada sang punya hajat sesuai dengan kesepakatan aturan desa, biasanya apabila dipunjung mereka akan memberikan sumbangan sebesar Rp50.000. Besaran uang yang diberikan itu sudah lumrah dan menjadi rahasia umum di lingkungan Gedanganak terutamanya dan juga ada kemungkinan lain bagi warga yang merasa mempunyai sudah dibantu oleh sang punya hajat mereka akan berjuang memberikan yang lebih biasanya dengan tenaga yang lebih atau dengan barang bawaan seperti gula, teh, beras, dan telur ada juga warga yang menyumbang bertolak ukur pada rejeki yang didapat hal ini sudah menjadi maklum sendiri satu lagi tipe warga yang acuh tak acuh tidak terlalu memikirkan berapa uang yang akan disumbangkannya warga seperti ini akan menjadi labelling tersendiri bagi warga yang lain dan akan mendapat balasan yang seperti itu kalau warga tersebut memiliki hajat karena prinsip orang desa “sopo sing nandur apik bakal panen apik” yang artinya siapa yang nandur dengan bibit unggul akan mendapatkan buah yang baik dan sebaliknya. Bagi warga yang tidak diberi punjungan karena tidak memiliki ikatan kekerabatan yang dekat biasanya mereka memberikan sumbangan sebesar Rp20.000. Jadi dalam masyarakat desa besarnya sumbangan sudah ada ketentuannya sendiri yang menjadi rahasia umum.

Kesimpulan

Punjungan adalah memberikan makanan berupa nasi dan lauk pauk kepada sanak family dan tetangga dekat ketika sebelum acara pernikahan berlangsung biasanya seminggu sebelum acara pernikahan tiba. punjungan ini menjadi tradisi turun temurun dan menjadi acara wajib yang harus dilakukan oleh sang punya hajat.

Tradisi nyumbang merupakan bagian dari aktivitas sosial yang penting dalam kehidupan bersama antar warga masyarakat. Tradisi nyumbang menjadi ciri khas dari budaya masyarakat setempat. Sumbang-menyumbang juga bisa mempererat jalinan hubungan sosial antar warga masyarakat. Hubungan timbal balik menunjukkan adanya keseimbangan dalam kehidupan antar warga masyarakat. Hubungan timbal balik di dasari oleh nilai-nilai, norma-norma yang ada dalam masyarakat.

Dalam masyarakat besarnya sumbangan telah ada kesepakatan bersama apabila mereka dipunjung maka biasanya mereka akan membalas dengan uang sebesar Rp50.000 dan sebaliknya apabila mereka tidak dipunjung maka besaran sumbangan minimal Rp20.000.

6 comments

Skip to comment form

  1. keren kak, dilengkapi dengan gambar lebih oke deh

  2. judul sudah menarik, tetapi struktur penulisan lebih diperhatikan terutama paragraf ada yang menjorok dan ada yang tidak

  3. informasi yang sangat menarik, lanjutkan 😀

  4. tambahkan media agar lebih menarik yaa

  5. Resiprosistas ya? di tempatku banyak. boleh donk eksplore di tempatku. :request :request

  6. Sangat menarik kak, lebih menarik jika diberi foto kak

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: