Skip to content

Categories:

OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

OTONOMI DAERAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu :
Bpk. Hadi Setyo S

Disusun Oleh :
Nama : Anang Marsinggih
NIM : 6211415111

JURUSAN ILMU KEOLAHRAGAAN
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2015
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL 1
DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 4

BAB II PEMBAHASAN 4
A. Pengertian Otonomi Daerah 4
B. Hakikat Otonomi Daerah 4
C. Azas Pelaksanaan dan Prinsip-prinsip Otonomi Daerah 5
D. Sejarah Otonomi Daerah 5
E. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah Otonomi Daerah 7
F. Kesalahpahaman Terhadap Otonomi Daerah 8

BAB III PENUTUP 10
A. Kesimpulan 10
B. Saran 10

DAFTAR PUSAKA 10


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indosesia yang terhimpun dari bermacam – macam suku dan budaya dalam berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke yang memliki banyak perbedaan atas potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang timbul karena perbedaan letak geografis suatu daerah atau latar belakang sejarah daerah tertentu, tentunya berbagai daerah tersebut membutuhkan penerapan kebijakan daerah yang berbeda pula. Dalam hal ini bangsa Indonesia kini telah berhasil membentuk kebijakan Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri yang sesuai dengan karakter Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia di daerahnya sendiri.
Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan terhadap pemerintah daerah tetap harus berpedoman pada undang – undang yang berlaku secara nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada pertentangan antara kebijakan hukum secara nasional dengan kebijakan hukum di daerah. Adanya perbedaan diantaranya sangat dimungkinkan terjadi selama perbedaan tersebut tidak bertentangan dengan undang – undang karena inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan daerah yakni, memaksimalkan hasil yang akan dicapai dan sekaligus menghindari kerumitan dan hal – hal yang dapat menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian, tuntutan masyarakat dapat terjawab secara nyata dengan penerapan otonomi daerah yang luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat otonomi daerah?
2. Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia?
3. Bagaimana hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah?
4. Bagaimana kesalahpahaman yang muncul terhadap otonomi daerah?
C. Tujuan
1. Mengetahui hakikat otonomi daerah.
2. Mengetahui sejarah otonomi daerah di Indonesia.
3. Mengetahui hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah.
4. Mengetahui kesalahpahan yang muncul terhadap otonomi daerah.
5. Meningkatkan pelayan dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
6. Memberi kesempatan pada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri.
7. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
8. Mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri demi tercapainya kesejahteraan rakyat dan kemajuan daerahnya. Berdasarkan UU No. 32 Th 2004 (Pengganti UU No. 32 Th 1999), Otonomi Daerah adalah hak dan wewenang dan kewajiban daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B. Hakikat Otonomi Daerah
Hakikat otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban suatu daerah untuk membentuk dan menjalakan suatu pemerintahannya sendiri sesuai dengan peraturan undang – undang yang berlaku, sebagaimana dijelaskan mengenai kewenangan daerah, kewajiban kepala daerah dan hal – hal yang terkait dalam Undang – Undang yang telah ditetapkan.
C. Azas Pelaksanaan dan Prinsip-prinsip Otonomi Daerah
• Azas Pelaksanaan Otonomi Daerah
1. Azas Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan sendiri dalam sistem NKRI.
2. Azas Dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan pusat kepada gubernur sebagai kepala daerah.
3. Azas Perbantuan adalah penugasan pemerintah pusat kepada daerah atau desa atau dari propinsi, kabupaten ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
• Prinsip-prinsip Otonomi Daerah
1. Daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintah dan masyarakat daerah sendiri.
2. Terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan Otonomi Daerah.
3. Otonomi Daerah masih dalam lingkup atau kerangka NKRI bukan bertujuan membentuk negara dalam Negara.
D. Sejarah Otonomi Daerah
Keberadaan kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah bukan merupakan hal yang final, statis dan tetap tetapi membutuhkan pembaruan – pembaruan untuk mengatasi berbagai keadaan dan masalah baru yang muncul. Berikut ini adalah sejarah perkembangan undang – undang yang menjadi pedoman mengenai otonomi daerah :
1. UU No. 1 tahun 1945 mengatur Pemerintah Daerah yang membagi tiga jenis daerah otonom yakni, keresidenan, kabupaten, dan kota.
2. UU No. 22 tahun 1948 mengatur susunan Pemerintah Daerah yang demokratis, membagi dua jenis daerah otonom yakni, daerah otonom biasa dan otonomi istimewa, dan tiga tingkatan daerah otonom yakni, provinsi, kab/ kota dan desa.
3. UU No. 1 tahun 1957 mengatur tunggal yang berseragam untuk seluruh Indonesia.
4. UU No. 18 tahun 1965 mengatur otonomi yang menganut sistem otonomi yang riil dan seluas luasnya.
5. UU No.5 tahun 1974 mengatur pokok – pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah (prinsip yang dipakai : otonomi yang nyata dan bertanggungjawab; merupakan pembaruan dari otoda yang seluas – luasnya dapat menimbulkan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi).
6. UU No. 22 tahun 1999 mengatur tentang Pemerintahan Daerah (perubahan mendasar pada format otoda dan substansi desentralisasi).
7. UU No. 25 tahun 1999 mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
8. UU No. 32 tahun 2004 mengatur Pemerintahan Daerah sebagai penggantiUU No. 22 tahun 1999.
9. UU No. 33 tahun 2004 mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ( perubahan UU didasarkan pada berbagai UU yang terkait di bidang politik dan keuangan negara antara lain: UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD; UU No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden; UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1 tahun 2004 tantang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara ).

E. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah
Otonomi daerah diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan daerah selain juga menciptakan keseimbangan antar daerah hingga terjadi perataan kesejahteraan dan tidak adanya daerah tertinggal ataupun sentralisasi. Untuk menciptakan pembangunan daerah yang cepat dan meningkat maka perlu adanya prasyarat terutama bagi penyelenggara daerah tersebut. Yang diharapkan dari pemerintahan daerah tersebut adalah sejumlah berikut:
1. Fasilitas pemerintah daerah sebagai pelaksana daerah sebaiknya memenuhi fasilitas kepada masyarakatnya terutama yang berkaitan dengan masalah ekonomi, karena memang pada dasarnya pembangunan daerah dapat terjadi karena bantuan ekonomi(keuangan). Jadi, jika pemerintah memudahkan fasilitas maka pembangunan daerah bukanlah sesuatu yang susah pencapaiann.
2. Pemerintah daerah harus kreatif, kreatif yang dimaksud di sini adalah bagaiman cara mengalokasikan dana yang bersumber dari Dana Alokasi Umum atau yang berasal dari PAD. Selain itu dapat menciptakan keunggulan komparatif bagi daerahnya, sehingga pemilik modal akan beramai-ramai menanamkam modal di daerah tersebut. Kreatifitas ini juga berkaitan dengan kepiawaian pemerintah membuat program-program menarik sehingga pemerintah pusat akan memberikan Dana Alokasi Khusus, sehingga banyak dana yang di sedot dari Jakarta ke Daerah.
3. Pemerintah daerah menjamin kesinambungan usaha.
4. Politik lokal yang stabil.
5. Pemerintah harus komunikatif dgn LSM/NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
Namun sebenarnya yang penting bagi daerah adalah terciptnya lapangan kerja, serta disertai kemampuan menghadapi laju inflasi dan keseimbangan neraca perdagangan internasional. Penciptaan lapangan kerja akan berpengaruh pada peningkatan daya beli dan kecenderungan untuk menabung, dengan meningkatnya daya beli berarti penjualan atas barang dan jasa juga meningkat, artinya pajak penjualan barang dan jasa juga meningkat sehingga Pendapatan Daerah dan Negara juga meningkat. Semuanya akan di kembalikan pada masyarakat dalam bentuk proyek atau bantuan atau sejumlah intensif yang lain, sehingga lambat laun kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan disitulah pembangunan daerah benar-benar dijalankan.
F. Kesalahpahaman Terhadap Otonomi Daerah
Pembaruan kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 25 tahun 1974 yang telah dipraktekan selama 25 tahun di indonesia kemudian berubah menjadi Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dan diperbarui kembali menjadi Undang – Undang No. 32 tahun 2004 yang memberikan otonomi sangat luas kepada daerah, khususnya kabupaten dan kota tentunya menimbulkan berbagai kesalahpahaman yang muncul di kalangan masyarakat karena terbatasnya pemahaman umum tentang pemerintahan daerah, dalam bukunya yang berjudul Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Drs. H. Syaukani, HR, Prof. Dr. Afan Gaffar, MA, dan Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA menyatakan berbagai kesalahpahaman mengenai otonomi daerah yang muncul dikalangan masyarakat diantaranya adalah
1. Otonomi daerah dikaitkan semata – mata dengan uang. Pemahaman otonomi daerah harus mencukupi sendiri segala kebutuhanya, terutama di bidang keuangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa uang memang merupakan sesuatu yang mutlak, namun yuang bukan satu – satunya alat dalam menggerakkan roda pemerintahan. Kata kunci dari otonomi adalah “kewenangan”. Dengan kewenangan uang dapat dicari dan dengan itu pula pemerintah harus mampu menggunakan uang dengan bijaksana, tepat guna dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
2. Daerah belum siap dan belum mampu. Pembuatan kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dianggap tergesa- gesa karena daerah tidak / belum siap dan tidak / belum mampu. Munculnya pandangan seperti ini sebagai akibat dari munculnya kesalahpahaman yang pertama karena selama ini daerah sangat bergantung pada pusat dalam bidang keuangan, apalagi melihat kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD rata – rata di bawah 15% untuk kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
3. Dengan otonomi daerah maka pusat akan melepaskan tanggungjawabnya untuk membantu dan membina daerah. Kekhawatiran yang muncul dari daerah – daerah dengan adanya otonomi adalah pemerintah pusat melepaskan sepenuhnya terhadap daerah, terutama di bidang keuangan. Padahal dalam Undang – Undang No. 22 tahun 1999 menganut falsafah yang sudah sangat umum dikenal di berbagai negara, yaitu setiap pemberian kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada daerah harus disertai dengan dana yang jelas dan cukup, apakah dalam bentuk Dana Alokasi Umum atau Dana Alokasi Khusus serta bantuan keuangan yang lainya dari pemerintah pusat pada daerah.
4. Dengan otonomi maka daerah dapat melakukan apa saja.Kesalahpahaman adanya otonomi daerah berarti bebas melakukan apa saja tanpa terbatas. Padahal otonomi yang diselenggarakan adalah dalam rangka memperkuat NKRI dan pemerataan kesejahteraan di seluruh daerah, Daerah memang dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang – undang yang berlaku secara nasional. Disamping itu kepentingan masyarakat merupakan patokan yang paling utama dalam mengambil atau menentukan suatu kebijaksanaan di daerah.
5. Otonomi daerah akan menciptakan raja – raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi di daerah. Otonomi daerah dapat memindahkan KKN dengan menciptakan raja – raja kecil di daerah dapat terjadi apabila dilakukan tanpa kontrol sama sekali dari masyarakat seperti yang telah dialami bangsa Indonesia oleh pemerintahan Orde Baru ataupun Orde Lama. Sedangkan otonomi daerah saat ini mendasarkan pada demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak ada lagi penguasa tunggal seperti pada masa lampau.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa otonomi daerah dibentuk sebagai jalan pintas pemerintah pusat untuk melaksanakan pengontrolan dan pelaksanaan pemerintahan secara langsung di daerah yang sesuai dengan karakteristik masing – masing daerah dan kemudian semua kebijakan atau hukum yang akan dibentuk di daerah tersebut adalah merupakan bentuk aplikasi langsung terhadap sistem demokratisasi yang mengikutsertakan rakyat melalui lembaga atau partai politik di daerah. Tujuan daripada pengadaan kebijakan otonomi daerah adalah untuk pengembangan daerah dan masyarakat daerah menuju kesejahteraa dengan cara dan jalannya masing – masing.
B. Saran
Makalah ini ditulis dengan keterbatasan penulis atas pengalaman dan ilmu pengetahuan, sehingga makalah ini tercipta jauh dari hasil yang sempurna, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul Gaffar, 2003, Kompleksitas Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Syaukani, dkk, 2009, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widjaja, HAW, 2004, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : PT Grafindo Persada.
PPT OTODA Bahan ceramah Direktorat Jendral Otonomi Daerah pada KRA XXXVII Lemhannas 2004.

OTONOMI DAERAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu :
Bpk. Hadi Setyo S

Disusun Oleh :
Nama : Anang Marsinggih
NIM : 6211415111

JURUSAN ILMU KEOLAHRAGAAN
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2015
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL 1
DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 4

BAB II PEMBAHASAN 4
A. Pengertian Otonomi Daerah 4
B. Hakikat Otonomi Daerah 4
C. Azas Pelaksanaan dan Prinsip-prinsip Otonomi Daerah 5
D. Sejarah Otonomi Daerah 5
E. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah Otonomi Daerah 7
F. Kesalahpahaman Terhadap Otonomi Daerah 8

BAB III PENUTUP 10
A. Kesimpulan 10
B. Saran 10

DAFTAR PUSAKA 10


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indosesia yang terhimpun dari bermacam – macam suku dan budaya dalam berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke yang memliki banyak perbedaan atas potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang timbul karena perbedaan letak geografis suatu daerah atau latar belakang sejarah daerah tertentu, tentunya berbagai daerah tersebut membutuhkan penerapan kebijakan daerah yang berbeda pula. Dalam hal ini bangsa Indonesia kini telah berhasil membentuk kebijakan Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri yang sesuai dengan karakter Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia di daerahnya sendiri.
Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan terhadap pemerintah daerah tetap harus berpedoman pada undang – undang yang berlaku secara nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada pertentangan antara kebijakan hukum secara nasional dengan kebijakan hukum di daerah. Adanya perbedaan diantaranya sangat dimungkinkan terjadi selama perbedaan tersebut tidak bertentangan dengan undang – undang karena inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan daerah yakni, memaksimalkan hasil yang akan dicapai dan sekaligus menghindari kerumitan dan hal – hal yang dapat menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian, tuntutan masyarakat dapat terjawab secara nyata dengan penerapan otonomi daerah yang luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat otonomi daerah?
2. Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia?
3. Bagaimana hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah?
4. Bagaimana kesalahpahaman yang muncul terhadap otonomi daerah?
C. Tujuan
1. Mengetahui hakikat otonomi daerah.
2. Mengetahui sejarah otonomi daerah di Indonesia.
3. Mengetahui hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah.
4. Mengetahui kesalahpahan yang muncul terhadap otonomi daerah.
5. Meningkatkan pelayan dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
6. Memberi kesempatan pada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri.
7. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
8. Mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri demi tercapainya kesejahteraan rakyat dan kemajuan daerahnya. Berdasarkan UU No. 32 Th 2004 (Pengganti UU No. 32 Th 1999), Otonomi Daerah adalah hak dan wewenang dan kewajiban daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B. Hakikat Otonomi Daerah
Hakikat otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban suatu daerah untuk membentuk dan menjalakan suatu pemerintahannya sendiri sesuai dengan peraturan undang – undang yang berlaku, sebagaimana dijelaskan mengenai kewenangan daerah, kewajiban kepala daerah dan hal – hal yang terkait dalam Undang – Undang yang telah ditetapkan.
C. Azas Pelaksanaan dan Prinsip-prinsip Otonomi Daerah
• Azas Pelaksanaan Otonomi Daerah
1. Azas Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan sendiri dalam sistem NKRI.
2. Azas Dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan pusat kepada gubernur sebagai kepala daerah.
3. Azas Perbantuan adalah penugasan pemerintah pusat kepada daerah atau desa atau dari propinsi, kabupaten ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
• Prinsip-prinsip Otonomi Daerah
1. Daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintah dan masyarakat daerah sendiri.
2. Terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan Otonomi Daerah.
3. Otonomi Daerah masih dalam lingkup atau kerangka NKRI bukan bertujuan membentuk negara dalam Negara.
D. Sejarah Otonomi Daerah
Keberadaan kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah bukan merupakan hal yang final, statis dan tetap tetapi membutuhkan pembaruan – pembaruan untuk mengatasi berbagai keadaan dan masalah baru yang muncul. Berikut ini adalah sejarah perkembangan undang – undang yang menjadi pedoman mengenai otonomi daerah :
1. UU No. 1 tahun 1945 mengatur Pemerintah Daerah yang membagi tiga jenis daerah otonom yakni, keresidenan, kabupaten, dan kota.
2. UU No. 22 tahun 1948 mengatur susunan Pemerintah Daerah yang demokratis, membagi dua jenis daerah otonom yakni, daerah otonom biasa dan otonomi istimewa, dan tiga tingkatan daerah otonom yakni, provinsi, kab/ kota dan desa.
3. UU No. 1 tahun 1957 mengatur tunggal yang berseragam untuk seluruh Indonesia.
4. UU No. 18 tahun 1965 mengatur otonomi yang menganut sistem otonomi yang riil dan seluas luasnya.
5. UU No.5 tahun 1974 mengatur pokok – pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah (prinsip yang dipakai : otonomi yang nyata dan bertanggungjawab; merupakan pembaruan dari otoda yang seluas – luasnya dapat menimbulkan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi).
6. UU No. 22 tahun 1999 mengatur tentang Pemerintahan Daerah (perubahan mendasar pada format otoda dan substansi desentralisasi).
7. UU No. 25 tahun 1999 mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
8. UU No. 32 tahun 2004 mengatur Pemerintahan Daerah sebagai penggantiUU No. 22 tahun 1999.
9. UU No. 33 tahun 2004 mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ( perubahan UU didasarkan pada berbagai UU yang terkait di bidang politik dan keuangan negara antara lain: UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD; UU No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden; UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1 tahun 2004 tantang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara ).

E. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah
Otonomi daerah diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan daerah selain juga menciptakan keseimbangan antar daerah hingga terjadi perataan kesejahteraan dan tidak adanya daerah tertinggal ataupun sentralisasi. Untuk menciptakan pembangunan daerah yang cepat dan meningkat maka perlu adanya prasyarat terutama bagi penyelenggara daerah tersebut. Yang diharapkan dari pemerintahan daerah tersebut adalah sejumlah berikut:
1. Fasilitas pemerintah daerah sebagai pelaksana daerah sebaiknya memenuhi fasilitas kepada masyarakatnya terutama yang berkaitan dengan masalah ekonomi, karena memang pada dasarnya pembangunan daerah dapat terjadi karena bantuan ekonomi(keuangan). Jadi, jika pemerintah memudahkan fasilitas maka pembangunan daerah bukanlah sesuatu yang susah pencapaiann.
2. Pemerintah daerah harus kreatif, kreatif yang dimaksud di sini adalah bagaiman cara mengalokasikan dana yang bersumber dari Dana Alokasi Umum atau yang berasal dari PAD. Selain itu dapat menciptakan keunggulan komparatif bagi daerahnya, sehingga pemilik modal akan beramai-ramai menanamkam modal di daerah tersebut. Kreatifitas ini juga berkaitan dengan kepiawaian pemerintah membuat program-program menarik sehingga pemerintah pusat akan memberikan Dana Alokasi Khusus, sehingga banyak dana yang di sedot dari Jakarta ke Daerah.
3. Pemerintah daerah menjamin kesinambungan usaha.
4. Politik lokal yang stabil.
5. Pemerintah harus komunikatif dgn LSM/NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
Namun sebenarnya yang penting bagi daerah adalah terciptnya lapangan kerja, serta disertai kemampuan menghadapi laju inflasi dan keseimbangan neraca perdagangan internasional. Penciptaan lapangan kerja akan berpengaruh pada peningkatan daya beli dan kecenderungan untuk menabung, dengan meningkatnya daya beli berarti penjualan atas barang dan jasa juga meningkat, artinya pajak penjualan barang dan jasa juga meningkat sehingga Pendapatan Daerah dan Negara juga meningkat. Semuanya akan di kembalikan pada masyarakat dalam bentuk proyek atau bantuan atau sejumlah intensif yang lain, sehingga lambat laun kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan disitulah pembangunan daerah benar-benar dijalankan.
F. Kesalahpahaman Terhadap Otonomi Daerah
Pembaruan kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 25 tahun 1974 yang telah dipraktekan selama 25 tahun di indonesia kemudian berubah menjadi Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dan diperbarui kembali menjadi Undang – Undang No. 32 tahun 2004 yang memberikan otonomi sangat luas kepada daerah, khususnya kabupaten dan kota tentunya menimbulkan berbagai kesalahpahaman yang muncul di kalangan masyarakat karena terbatasnya pemahaman umum tentang pemerintahan daerah, dalam bukunya yang berjudul Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Drs. H. Syaukani, HR, Prof. Dr. Afan Gaffar, MA, dan Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA menyatakan berbagai kesalahpahaman mengenai otonomi daerah yang muncul dikalangan masyarakat diantaranya adalah
1. Otonomi daerah dikaitkan semata – mata dengan uang. Pemahaman otonomi daerah harus mencukupi sendiri segala kebutuhanya, terutama di bidang keuangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa uang memang merupakan sesuatu yang mutlak, namun yuang bukan satu – satunya alat dalam menggerakkan roda pemerintahan. Kata kunci dari otonomi adalah “kewenangan”. Dengan kewenangan uang dapat dicari dan dengan itu pula pemerintah harus mampu menggunakan uang dengan bijaksana, tepat guna dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
2. Daerah belum siap dan belum mampu. Pembuatan kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dianggap tergesa- gesa karena daerah tidak / belum siap dan tidak / belum mampu. Munculnya pandangan seperti ini sebagai akibat dari munculnya kesalahpahaman yang pertama karena selama ini daerah sangat bergantung pada pusat dalam bidang keuangan, apalagi melihat kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD rata – rata di bawah 15% untuk kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
3. Dengan otonomi daerah maka pusat akan melepaskan tanggungjawabnya untuk membantu dan membina daerah. Kekhawatiran yang muncul dari daerah – daerah dengan adanya otonomi adalah pemerintah pusat melepaskan sepenuhnya terhadap daerah, terutama di bidang keuangan. Padahal dalam Undang – Undang No. 22 tahun 1999 menganut falsafah yang sudah sangat umum dikenal di berbagai negara, yaitu setiap pemberian kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada daerah harus disertai dengan dana yang jelas dan cukup, apakah dalam bentuk Dana Alokasi Umum atau Dana Alokasi Khusus serta bantuan keuangan yang lainya dari pemerintah pusat pada daerah.
4. Dengan otonomi maka daerah dapat melakukan apa saja.Kesalahpahaman adanya otonomi daerah berarti bebas melakukan apa saja tanpa terbatas. Padahal otonomi yang diselenggarakan adalah dalam rangka memperkuat NKRI dan pemerataan kesejahteraan di seluruh daerah, Daerah memang dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang – undang yang berlaku secara nasional. Disamping itu kepentingan masyarakat merupakan patokan yang paling utama dalam mengambil atau menentukan suatu kebijaksanaan di daerah.
5. Otonomi daerah akan menciptakan raja – raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi di daerah. Otonomi daerah dapat memindahkan KKN dengan menciptakan raja – raja kecil di daerah dapat terjadi apabila dilakukan tanpa kontrol sama sekali dari masyarakat seperti yang telah dialami bangsa Indonesia oleh pemerintahan Orde Baru ataupun Orde Lama. Sedangkan otonomi daerah saat ini mendasarkan pada demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak ada lagi penguasa tunggal seperti pada masa lampau.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa otonomi daerah dibentuk sebagai jalan pintas pemerintah pusat untuk melaksanakan pengontrolan dan pelaksanaan pemerintahan secara langsung di daerah yang sesuai dengan karakteristik masing – masing daerah dan kemudian semua kebijakan atau hukum yang akan dibentuk di daerah tersebut adalah merupakan bentuk aplikasi langsung terhadap sistem demokratisasi yang mengikutsertakan rakyat melalui lembaga atau partai politik di daerah. Tujuan daripada pengadaan kebijakan otonomi daerah adalah untuk pengembangan daerah dan masyarakat daerah menuju kesejahteraa dengan cara dan jalannya masing – masing.
B. Saran
Makalah ini ditulis dengan keterbatasan penulis atas pengalaman dan ilmu pengetahuan, sehingga makalah ini tercipta jauh dari hasil yang sempurna, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul Gaffar, 2003, Kompleksitas Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Syaukani, dkk, 2009, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widjaja, HAW, 2004, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : PT Grafindo Persada.
PPT OTODA Bahan ceramah Direktorat Jendral Otonomi Daerah pada KRA XXXVII Lemhannas 2004.

Posted in Uncategorized.


0 Responses

Stay in touch with the conversation, subscribe to the RSS feed for comments on this post.



Some HTML is OK

or, reply to this post via trackback.



Skip to toolbar