Mengenal Lebih Dekat Seorang Insan Bhayangkara

Ini merupakan tugas wawancara saya SMA kelas xi. semoga bermanfaat dan memotivasi para pembaca

Narasumber: Mahardian Dewo Negoro

 

Setiap manusia pasti mempunyai mimpi dan harapan. Tak terkecuali polisi muda yang satu ini, Mahardian Dewo Negoro. Siang itu, kami mewawancarainya. Dengan senyum ramahnya, Kak Dewo bersedia untuk kami wawancarai. Ternyata, dulunya, cita-cita Kak Dewo bukan menjadi seorang polisi melainkan seorang dokter. Namun, karena menurutnya ruang lingkup dokter itu sempit, maka Kak Dewo memilih untuk menjadi polisi. Terlebih lagi, ayah Kak Dewo juga seorang polisi. Jadi, tidak heran kan jika buah jatuh tidak jauh dari pohonnya? Menurutnya, menjadi polisi itu merupakan pekerjaan yang sangat mulia. Polisi tidak hanya menegakkan hukum tapi juga melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.

“Tentu menjadi polisi sampai sekarang ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa prosedur yang harus dijalani.”, tutur pria berkelahiran tanggal 24 Mei 1992 ini.

“Saya masuk akpol melalui Polda Jateng.”, ujar Kak Dewo mengawali cerita.

“Lama tesnya 2 bulan, setelah dinyatakan lolos, saya menjalani pendidikan dasar Bhayangkara selama 4 bulan dimana 90% kegiatannya merupakan kegiatan yang mengandalkan fisik. Setelah itu, saya menjalani kehidupan sebagai taruna selama 3 tahun. Mulai dari taruna tingkat 1 (taruna paling junior), kemudian tingkat 2 di mana kami dituntut menjadi teladan yang baik bagi junior dan menjadi junior yang loyal serta hormat kepada senior, dan tahun ketiga saya menjadi taruna tingkat 3 yang artinya kami menjadi teladan bagi adik-adik kami.” Jelas pria pecinta kwetiaw ini.

Selama 3 tahun menjadi taruna tentu banyak suka dan duka yang dialami oleh Kak Dewo. Mulai dari makan bersama, dihukum bersama, saling membantu teman yang jatuh, hingga merasakan menjadi bawahan. “Pokoknya serulah hahaha.” Jawab Kak Dewo ketika ditanya bagaimana rasanya menjadi taruna.

Pengalaman yang paling berkesan saat menjadi taruna ialah ketika Kak Dewo bersama 44 taruna lainnya terbang ke Jepang pada tanggal 26 Oktober 2012 untuk mewakili Kepolisian Indonesia dalam acara World Police Band Concert yang rutin diadakan oleh salah satu koran tertua di Jepang. 45 taruna yang terpilih mengikuti latihan secara intensif selama  ±2 bulan. Perjalanan mereka dibiayai oleh Jepang dan mendapat uang saku dari negara. Hebat bukan?

“Di sana, kami menemukan banyak hal yang belum pernah kami alami sebelumnya. Kami saling berbagi tentang ilmu kepolisian dari masing-masing negara dan kami saling bercerita tentang kebudayaan asal negara kita masing-masing.”

Kegiatan intinya ialah saat 45 taruna perwakilan dari Indonesia konser di Sumida Triphony Hall. “Kami membawakan 4 lagu yaitu Kenangan Terindah (Samsons), Medley Nusantara, Medley Dangdut, dan lagu klasik yang judulnya Going Home.”

Kak Dewo bersama polwan Jepang

“Rasanya luar biasa banget bisa ngrasain main musik di depan banyak orang yang rata-rata maestro musik. Terlebih lagi, Sumida itu merupakan tempat konsernya maestro-maestro dunia.”

Saat ditanya apa yang paling berkesan saat di sana, Kak Dewo menjawab, “saat kami kirab drumband di sepanjang Ginza Street. Suara drumband dari AKPOL yang paling menggelegar dibanding negara yang lain, atraksinya juga yang paling banyak dari AKPOL. Semua penonton di sepanjang jalan kagum dan salut sama Drum Corps Cendrawasih Akademi Kepolisian Indonesia. Dan, satu lagi yang membuat kami semua bangga yaitu kami sempat menjadi headline di koran Jepang. Jadi, kami sebagai bangsa Indonesia merasa bangga karena telah mengenalkan Indonesia ke mata dunia dan tentunya ikut mengharumkan nama Indonesia.” Ujar Kak Dewo dengan penuh rasa bangga dan percaya diri.

“Nah, sekarang giliran kalian yang mengharumkan nama Indonesia.” Pesan Kak Dewo kepada kami setelah ia bercerita pengalaman sewaktu di Jepang.

Tahun 2013 ini, Kak Dewo dan rekan-rekannya kembali berkesempatan tampil di acara World Police Band Concert yang diadakan di Jakarta.

Kirabnya di mulai dari Monas sampai ke Bundaran HI sedangkan konsernya berlangsung di Taman Ismail Marzuki (TIM). Konsep acaranya dari tahun ke tahun masih sama, begitu juga pesertanya pun masih sama. “Kami sudah lumayan akrab dengan polisi-polisi yang lain terutama NYPD (New York Police Department). Rasanya seneng banget bisa kumpul lagi bareng mereka. Banyak kegiatan yang kami lakukan di luar acara resmi dari panitia World Police Band Concert seperti renang bareng, bikin party kecil-kecilan, sampai jalan-jalan keliling Jakarta bareng mereka. Pokoknya seru banget.” Tutur pria penyuka warna merah ini.

“Ditonton oleh pejabat POLRI dan pejabat negara ketika konser berlangsung rasanya luar biasa bangga. Apalagi mendapat kesempatan yang kedua kalinya untuk membawa nama Indonesia ke kancah dunia dan merupakan suatu kehormatan bagi kami menjadi tuan rumah acara World Police Band Concert.” Begitu ujar Kak Dewo ketika ditanya tentang bagaimana kesannya ikut andil dalam World Police Band Concert.

Kak Dewo memeperoleh banyak sekali hal selama menjadi taruna. Kak Dewo dapat belajar bagaimana menjadi seorang pemimpin yang bijak, belajar menghargai waktu, dan masih banyak lagi. “Intinya, di AKPOL kami dipersiapkan untuk menjadi pelindung dan pengayom masyarakat melalui pembinaan yang dilakukan selama 3 tahun baik secara mental, jasmani, dan akademis.” Ujar Kak Dewo.

Setelah 3 tahun menempuh pendidikan di AKPOL, tiba saatnya Kak Dewo lulus sebagai taruna atau yang disebut Praspa. Pelaksanaan Praspa dilakasanakan di Istana Negara atau di masing-masing akademi (secara bergilir). Tahun 2013, Praspa dilaksanakan di AAL (Akademi Angkatan Laut) di Surabaya pada tanggal 2 Juli 2013. Ada sekitar  ±700 TNI dan Polri. Di sana, mereka mendapat pengarahan dari pejabat tinggi TNI Polri dan Presiden Republik Indonesia sebagai bekal mereka menjadi perwira. Banyak persiapan yang harus dilakukan. Untuk persiapan fisik dan mental, mereka berolahraga bersama setiap sore, gladi dilaksanakan setiap hari mulai dari H-5 hingga H-3 pada jam 07.00-12.00. “Namun semua terbayar dengan rasa bangga ketika mengucapkan sumpah perwira. Apalagi ketika melihat orang tua tersenyum bangga hingga meneteskan air mata saat melihat anaknya sudah berhasil menjadi perwira.” Ucap Kak Dewo dengan mata berkaca-kaca.

Setelah resmi menjadi pewira, Kak Dewo melanjutkan pendidikan yang bernama STIK/PTIK (Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian / Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian) selama 1 tahun untuk menunjang kariernya. “Suka duka menjadi polisi mungkin belum terlalu saya rasakan karena saya belum terjun langsung ke lapangan.” Ujar Kak Dewo ketika ditanya apa suka duka menjadi polisi. Jadi, walaupun Kak Dewo telah menjadi perwira, namun ia belum terjun langsung ke lapangan karena harus menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu selama 1 tahun.

Menjadi seseorang yang sukses itu mustahil jika tidak ada seseorang di belakangnya. Pasti, ada “sang motivator” dibalik kesuksesan orang tersebut, tak terkecuali Kak Dewo. Ketika ditanya siapa motivator Kak Dewo selama ini, dengan suara tegas khas polisi, dia menjawab, “Selama ini yang memotivasi saya  adalah orang tua saya terutama ayah saya dan Salahudin Al Ayubi sebab ayah saya merupakan imam pemimpin yang baik dalam keluarga, selalu melindungi dan mengayomi serta selalu memberikan teladan yang baik dan Salahudin Al Ayubi adalah contoh pemimpin yang kuat, bijaksana, dan bertanggung jawab.”

Sebelum kami mengakhiri kegiatan wawancara ini, kami melontarkan sebuah pertanyaan lagi untuk Kak Dewo yaitu apa saja harapan Kak Dewo yang belum tercapai sampai saat ini. Kak Dewo dengan senyum sumringah menjawab, “Sampai saat ini harapan saya sudah tercapai semua tinggal bagaimana saya meningkatkan pencapaian saya ke arah yang lebih baik lagi.”

Mahardian Dewo Negoro, merupakan salah satu cerminan bagi kita untuk tetap terus berusaha dengan giat demi mencapai kesuksesan. Banyak hal yang dapat kita teladani dari seorang Kak Dewo.  Jangan pernah meremehkan sesuatu karena kita tidak pernah tau seberapa berharganya sesuatu itu nantinya, manfaatkan waktu yang ada untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan dan hal-hal positif lainnya. Jangan pernah menyia-nyiakan waktu untuk melakukan hal yang tidak penting karena waktu itu tidak dapat diputar kembali. Ambil semua kesempatan yang ada karena kesempatan yang sama tidak pernah datang dua kali. Selalu ingat konsep “tidak ada penyesalan di awal”. Yang paling penting selalu berdoa kepada Tuhan dan tak lupa selalu meminta doa dan restu kepada orang tua. (Angg dan Dee


Leave a Reply