Tempat Kelahiran Jenderal Soedirman

Jenderal Soedirman adalah jenderal pertama sekaligus termuda di Indonesia. Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Ia terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Ia dikenal sebagai pejuang yang gigih. Meskipun ia sedang menderita penyakit paru-paru parah, ia tetap berjuang dan bergerilya bersama para prajuritnya untuk melawan tentara Belanda pada Agresi Militer II.

SONY DSC

Banyak orang mengira Soedirman berasal dari Jogjakarta, karena jejak perjuangannya banyak tertinggal di Jogjakarta, makamnya juga terudapat di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara. Terlebih lagi, di Jogja juga didiriakan Museum Sasmitaloka.

Jenderal Soedirman lahir di Desa Bodas, Karangjati, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah pada 24 Januari 1916. Di desa tersebut Soedirman lahir di sebuah rumah sederhana yang kini menjadi bagian dari Monumen Tempat Lahir (MTL) Jenderal Soedirman. Monumen tersebut dibangun pada tahun 1976 dan diresmikan pada 21 Maret 1977.

Kompleks MTL Jenderal Soedirman terdiri dari 2 bagian utama, yaitu perpustakaan dan rumah kelahiran Jenderal Soedirman. Selain itu, terdapat sebuah masjid dan bangunan serbaguna. Di dalam perpustakaan terdapat beberapa buku yang memuat sejarah dan perjalanan hidup Jenderal Soedirman. Beberapa salinan surat pribadi Presiden Soekarno kepada Jenderal Soedirman juga bisa ditemukan di dalamnya.

552a58586ea834b02b8b4567

Rumah kelahiran Soedirman berdiri di tengah-tengah kompleks monumen. Meski hampir seluruh bagiannya sudah mengalami pemugaran dengan material yang baru, termasuk lantainya yang sudah diganti keramik berwarna merah marun, namun bentuk dan posisi rumah tersebut tetap dipertahankan seperti semula. Rumah kelahiran Jenderal Soedirman berbentuk Joglo dengan bagian depan diperuntukkan sebagai teras. Sementara dindingnya masih terbuat dari anyaman bambu. Dari luar monumen bagian depan rumah ini tidak terlalu tampak karena tertutup dinding relief yang dibangun tepat di depan rumah. Di atas dinding relief diletakkan sebuah burung garuda berwarna emas. Sementara itu sebuah tiang dengan bendera merah putih berkibar tepat di bagian depan pintu gerbang monumen.

Di ruang tengah terdapat sebuah kursi panjang dengan sebuah meja bundar diletakkan bersisian dengan tempat bayi. Selain itu terdapat beberapa diorama yang meringkas perjalanan hidup Jenderal Soedirman. Dalam diorama ditampilkan suasana kelahiran bayi Soedirman dengan digendong oleh ibunya dan disambut oleh beberapa orang lainnya. Diorama lain menampilkan masa remaja Soedirman yang aktif di gerakan kepanduan Hizbul Wathon, sebuah organisasi kepemudaan Muhammadiyah yang diyakini memiliki andil dalam membentuk pribadi Seodirman sebagai pejuang. Ada juga diorama yang menampilkan perjuangan Jenderal Soedirman ketika memimpin perang gerilya dari atas tandu. Inilah salah satu bagian dalam perjalanan hidup sang jenderal yang dikenal sangat heroik karena tetap gigih berjuang meski raganya semakin lemah digerogoti penyakit.
552a585a6ea834b02b8b4573552a585a6ea834b02b8b4570
Sayangnya, meski merupakan penanda sejarah dan saksi lahirnya Jenderal Soedirman, keberadaan monumen ini belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Boleh jadi karena letaknya yang berada jauh dari pusat kota Purbalingga dan harus ditempuh melewati perbukitan. Pemerintah setempat juga terkesan kurang memperhatikan dengan baik MTL Jenderal Soedirman. Selain beberapa fisik bangunan yang dibiarkan rusak dan minim fasilitas, hampir tak tersedia transportasi umum untuk mencapai monumen ini. Satu-satunya akses menuju MTL Jenderal Soedirman adalah dengan menggunakan kendaraan pribadi atau menyewa angkutan umum dari pusat kota Purbalingga.

Sumber            : https://www.kompasiana.com/wardhanahendra/di-rumah-inilah-jenderal-soedirman-dilahirkan_5529d1146ea8349430552d2e

Published by

Dwi Anggita Sukmawati

Saya Dwi Anggita Sukmawati, mahasiswa Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang angkatan 2015. Saya berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah. Saya lahir di Purbalingga, 28 April 1997.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: