Budaya Kekerasan dalam Perspektif Nilai-Nilai Dan Etika Masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang memiliki tata bahasa dan perilaku yang halus. Akan tetapi, sebenarnya masyarakat Jawa pada masa lalu dikenal keras dan mendapat julukan sebagai bangsa penakluk. Buktinya, banyak kerajaan yang menguasai hampir seluruh wilayah Pulau Jawa kecuali Banten dan Batavia seperti Singasari dan Majapahit. Banyak kerajaan yang menguasai berbagai wilayah baik di penjuru negeri hingga ke luar negeri, dan ada pula kerajaan yang terpecah belah. Contohnya saja kerajaan Mataram terpecah menjadi dua berdasarkan perjanjian Giyanti. Mataram dibagi menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Pecahnya kerajaan ini disebabkan oleh pihak Belanda. Akibatnya, muncul pemberontakan dan berujung pada Perang Diponegoro. Ada pula kasus kekerasan era reformasi 1988 yang dilakukan untuk menggulingkan Soeharto dari pemerintahan yang memunculkan banyak gerakan seperti misalnya pisowanan ageng yang dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta.
Berlatar belakang dari gerakan tersebut, muncullah budaya kasar dan halus pada masyarakat Jawa yang digambarkan sebagai Arjuna dan buto Cakil dalam tari Bambangn Cakil. Tarian ini menceritakan perang, dimana Buto Cakil bersikap kasar dan memiliki fisik yang kuat, penampilan sangar, suka bicara, agresif dan menyukai kekerasan. Watak kasar disini merupakan gambaran watak dasar manusia yang identik dengan wong cilik, anak muda dan wong sebrang (orang asing). Sedangkan Arjuna disini digambarkan sebagai sisi halus yang identik dengan gerak yang sederhana tetapi menyimpan energi yang besar, bicara halus, dan penuh pengendalian diri. Masyarakat dituntut harus laku tapa brata secara serius untuk mencapai watak halus. Seseorang yang belum mempunyai sifat alus dianggap “durung nJawani atau dudu wong Jawa”. Paribasan “Dupak bujang, semu mantri, esem bupati” digunakan sebagai alat komunikasi antara wong cilik, priyayi menengah, dan priyayi tinggi (posisinya dibawah raja). Ada komunikasi yang berbeda antara alus dan kasar yang disesuaikan dengan kelas sosial mereka. Selain itu ada pula paribasan argon suro diro jayaningrat, lebur dening pangastuti yang memiliki arti bahwa angkara murka dan kejahatan akan dikalahkan oleh keluhuran budi dan kebaikan.
simbol alus dan kasar yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam berperilaku
kajiannya menarik kak
kekayaan budaya pada masyarakat Jawa
Mungkin bisa diberi daftar pustaka kak
terima kasih kakak cantik