Alkisah, sebelum abad 13, di pulau lombok ada sebuah kerajaan yang cukup besar, yaitu kerajaan Selaparang (yang kemudian diabadikan menjadi nama Bandara Selaparang Lombok, sebelum dipindah ke Bandara Lombok sekarang). Sang raja memiliki putri yang cantik jelita. Sebagaimana kebiasaan di Lombok, bahwa satu orang putri bisa dicintai oleh lebih dari satu pria, demikian pula yang terjadi dengan putri selaparang tersebut. Dia pun dicintai oleh banyak lelaki bangsawan di lombok kala itu.
Tradisi di Lombok, ketika ada satu orang lelaki yang dipilih, keluarga di lelaki lalu akan melarikan putri tersebut agar tidak didatangi oleh lelaki lainnya. Adalah hal yang lazim ketika seorang anak gadis dikunjungi oleh 3 hingga 4 lelaki dalam satu malam, walaupun tetap, antara lelaki dan perempuan ada hijab yang terpasang saat berbincang. Tradisi Islam sangat kuat di Lombok, hingga muncul slogan wisata halal di sana.
Kembali pada cerita putri selaparang. Saat itu, putri tidak dapat memilih satu pun lelaki karena dia takut akan menyakiti lelaki lainnya. Walhasil, pergilah ia ke laut selatan, di daerah Pantai Koeta Lombok, lalu menceburkan dirinya ke laut. Sebelum menceburkan diri, ia berdoa agar cintanya bisa diberikan pada semua lelaki yang mencintainya. Berhari setelah menceburkan diri, ia tak pernah lagi muncul, namun muncullah cacing nyale yang jumlahnya jutaan. Cacing nyale itulah yang kemudian dipercaya oleh warga Lombok sebagai perwujudan cinta putri selaparang agar bisa dinikmati oleh semua orang.
Cacing nyale hanya muncul di waktu tertentu, biasanya 3 hari di bulan februari, ketika hujan datang. Kontur pantai di Lombok selatan cukup seragam namun, anehnya, Alloh hanya memberi cacing nyale di sekitar pantai selatan saja. Cacing nyale pun tidak tampak di pantai lain di Lombok. Sehingga wisata cacing nyale menjadi sangat terkenal di Lombok.
Lalu dimanakah kerajaan selaparang saat ini? Itulah yang masih menjadi misteri. Pada abad 14, gunung rinjani di Lombok meletus dengan hebat. Seluruh pulau tertimbun oleh abu vulkanik Rinjani. Hingga menyebabkan Lombok sempat suwung, kosong, dari kehidupan manusia selama setengah abad. Abu vulkanik itulah yang menyebabkan Lombok kini sangat subur. Berbagai pertanian tumbuh subur disana, berbeda dengan pula Sumbawa yang karakter tanahnya padas dan panas. Padahal ia pulau yang bersebelahan.
Cerita ini kami peroleh dari warga lokal Bapak Syafi’i yang menjadi pengemudi kami di Lombok, dan Pak Taqyudin, dari LPMP Lombok.