Implementasi program Guru BAIK di NTB oleh AusAID, LPPM UB, dan Dinas Pendidikan Propinsi NTB telah berjalan. Tahap 1 program dilaksanakan dalam workshop identifikasi masalah pembelajaran. Workshop tersebut diikuti oleh 50 Guru SD di Kabupaten Lombok Utara, dengan 10 dosen dari LPTK setempat dan 50 Guru SD di Kabupaten Sumbawa Besar, juga didampingi oleh 10 dosen dari STKIP Paracendekia di Sumbawa.
Sesuai dengan rancangan awal, program diikuti oleh dua mata pelajaran, yaitu Matematika dan Bahasa Indonesia. Dalam kegiatan tersebut, fasilitator mengelompokkan sesi menjadi 4 tahap, yaitu: (1) Mengidentifikasi masalah melalui Film; (2) Mengidentifikasi Masalah melalui kasus-kasus pembelajaran; (3) mengidentifikasi masalah melalui karya siswa; dan (4) Mengidentifikasi aspirasi siswa.
Pada Sesi 1, mengidentifikasi masalah melalui film ditujukan agar Guru mampu menemukan masalah pembelajaran dengan melakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan dalam proses pembelajaran, dalam kerja kelompok, dalam berdiskusi, bahkan dalam tindak tanduk dan respon siswa atas pertanyaan. Dengan trampil mengamati, guru akan lebih bijak dalam memilih tindakan kepada siswanya.
Pada Sesi 2, fasilitator mengajak guru untuk berpikiran terbuka dengan mengidentifikasi masalah pembelajaran berdsarkan kasus kasus pembelajaran. Kasus-kasus yang dijadikan contoh, sebagaimana yang disampaikan oleh As’ari dalam Workshop PTK oleh USAID DBE3 di Jakarta tahun 2010, adalah sebagai berikut:
- Murid-murid di kelasku menganggap bahwa belajar matematika adalah belajar menghapal rumus dan menghitung. Mereka tidak berpikir bahwa belajar matematika pada dasarnya adalah belajar tentang proses menemukan.
- Saya merasa tidak nyaman dengan buku teks yang sekarang ditetapkan untuk digunakan di sekolah ini. Banyak hal di dalamnya yang tidak sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Tetapi, buku ini adalah satu-satunya buku yang tersedia di sekolah ini.
- Saya sudah mendorong siswa untuk aktif bertanya. Namun, setiap kali saya meminta mereka bertanya, jumlah siswa yang bertanya hanya segelintir saja. Siswa yang bertanya pun hanya itu-itu saja. Siswa yang lain cenderung diam, pasif. Tetapi, anehnya, ketika diberi tugas tertulis, semua bisa menjawab dengan baik.
- Ketika saya meminta siswa menuliskan fakta-fakta yang diperoleh dari mengamati botol minuman, paling banyak mereka hanya mampu menuliskan 7 fakta. Bahkan, fakta dan opini pun bercampur baur.
- Sebagai guru matematika yang baik, saya menggunakan tes yang valid dan reliabel dalam mengukur kompetensi siswa. Namun demikian, hasil tes X yang saya gunakan tidak mampu membuat mereka mampu mengkomunikasikan jawaban mereka.
- Saya melihat kok si Fulan seringkali berbuat aneh-aneh di dalam kelas ini. Dia sepertinya tidak nyaman dengan proses belajar mengajar yang saya rancang.
- Di sekolah ini, fasilitas ICT sudah lengkap dan banyak. Saya juga sudah meminta anak untuk memanfaatkan ICT itu untuk mengerjakan tugas-tugas yang saya berikan. Tetapi, kalau saya lihat dari hasil pekerjaan mereka, tak satupun sepertinya yang berasal dari mengunduh bahan di internet. Semuanya berasal dari buku-buku teks yang mereka miliki.
- Setiap kali saya meminta anak untuk belajar dalam kelompok kecil, saya selalu harus berteriak-teriak mengatur mereka agar mereka segera bekerja. Pergerakan mereka terlihat pelan dan menghabiskan waktu belajar efektif.
- Ketika anak belajar kelompok, saya sering melihat adanya anak yang hanya duduk menyendiri dan tidak terlibat dalam kerja kelompok.
- Setiap kali selesai pelajaran, anak-anak masih mampu mengingat materi yang saya ajarkan. Tetapi, seminggu sesudahnya, sepertinya apa yang saya ajarkan itu lenyap tak berbekas. Sebagian besar siswa lupa dengan materi yang telah dipelajarinya.
- Selalu saja terjadi. Ketika anak kelas 7 saya beri pertanyaan tentang fakta dasar perkalian, tak satupun di antara mereka yang mampu menjawabnya secara spontan.
Pada beberapa kasus tersebut, guru diajak untuk melihat, apakah ada dari 11 masalah tersebut yang serupa dengan apa yang dirasakan guru. Jika tidak ada, apakah ada masalah pembelajaran yang dirasakan guru?
Pada sesi 3, Guru dikenalkan untuk mengidentifikasi masalah melalui karya siswa. Dengan berbagai indikator yang disusun oleh guru sendiri, fasilitator mengajak guru untuk melihat karya-karya yang menarik. Kemudian menyusun kriteria kesalahan siswa sebagaimana telah disusun bersama.
Pada sesi ke-4, Guru dikenalkan bagaimana memahami aspirasi siswa. Aspirasi ini penting sebab seringkali siswa tidak menyatakan apa yang diinginkan melalui verbal. Aspirasi dapat berupa tindakan yang cenderung “nyeleneh” seperti berlarian di dalam kelas ketika sedang pelajaran.
Sesi terakhir, adalah mengenali pembelajarna inklusi. Pembelajaran inklusi yang dimaksud adalah bagaimana memberikan pelayanan kepada seluruh siswa dalam kelas. Sebagaimana diketahui, siswa SD di KLU dan Sumbawa masih banyak yang menggunakan bahasa ibu dalam komunikasi di sekolah. Bahasa Ibu yang dimaksud adalah bahasa sehari-hari di rumah, yaitu bahasa sasak dan bahasa sumbawa. Dalam sesi ini, Guru dikenalkan bagaimana memberi pelayanan kepada siswa yang beragam tersebut.
Pada akhirnya sesi ini membekali guru dengan peengetahuan untuk mengidentifkasi masalah pembelajaran. Doesn pendamping yang berasal dari IKIP Mataram dan STKIP Paracendekia selanjutnya berkunjung ke sekolah untuk mendampingi guru mengidentifikasi masalah pembelajaran.